INDONEWS.ID

  • Jum'at, 07/04/2017 23:18 WIB
  • Inilah Sosok Dua Guru Kembar Sekolah Darurat Kartini

  • Oleh :
    • Abdi Lisa
Inilah Sosok Dua Guru Kembar Sekolah Darurat Kartini
Guru kembar Sekolah Darurat Kartini.(Indonews.id/Luska)
Jakarta, INDONEWS.ID - Inilah ibu guru kembar, Sri Rossyati dan Sri Irianingsih yang akrab dipanggil Rossy dan Ryan dengan gayanya yang ceria dan semangat. Diusianya yang tidak lagi muda keduanya masih tampak cantik dan penuh senyun serta ramah. Kedua ibu guru anak jalanan ini gigih memperbaiki nasib anak jalanan dan anak marginal lewat sekolah gratis. Kedua pendiri sekolah Darurat Kartini, telah banyak menerima sejumlah penghargaan serta prestasi berhasil diraih, Rossy dan Ryan atas upayanya “memperbaiki” nasib anak-anak jalanan dari generasi yang hilang. Kini Ryand an Rossy cukup puas dengan apa yang mereka dapatkan. Mereka justru menghabiskan sisa usianya dengan mengajar anak-anak jalanan dan anak dari keluarga tidak mampu. Baik Rossy maupun Ryan memiliki misi yang sama dalam mendirikan Sekolah Darurat Kartini. “Kita ingin sekali mencerdaskan anak bangsa. Bukan hanya sisi akademis, tetapi juga berbudi luhur. Walaupun dia bersekolah di kolong jembatan, tapi dia berakhlak,” harap ibu dua anak kelahiran Yogyakarta, 4 Februari 1950 ini. Ibu Rossy pun menceritakan ihwal berdirinya sekolah Darurat Kartini ini. Berawal dari rasa prihatinnya melihat sekelompok anak janan yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena terbentur biaya. Padahal mereka berada di antara gebyar gebyar megahnya Ibukota Negara. “Awalnya Sekolah Darurat Kartini berdiri diantara gubuk-gubuk tempat tinggal sejumlah warga. Maklum, mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk mengontrak rumah. Apalagi untuk membeli rumah. Dulu inget sekolahnya jelek,” kata Rossy yang lulusan IKIP Jogyakarta lulusan Bahasa Indonesia. Lalu, lanjut Rossy, Tahun 1990 dirinya membangun lima sekolah khusus anak jalanan yang berlokasi di bawah kolong jembatan atau sejumlah kawasan kumuh. Sekolah pertama berlokasi di kolong jembatan Pluit, kedua di daerah prostitusi Kali Jodo, ketiga di daerah nelayan Bandengan, keempat di daerah Semper dan kelima di bawah jembatan Grogol, dengan nama sanggar Kartini. Sanggar Kartini kemudian berganti nama menjadi Sekolah Darurat Kartini setelah beberapa perubahan yang dilakukan oleh kedua ibu kembar ini. Tempat belajar yang sebelumnya hanya sebagai sanggar, mulai tahun 1996 diubah menjadi sekolah seperti halnya sekolah-sekolah lainnya yang telah berdiri. Nama Kartini tetap dipertahankan, karena pada dasarnya mereka ingin menjadi seperti Kartini yang telah melakukan banyak hal positif di dunia pendidikan. Lanjutnya, sebagian besar warga di bawah jembatan layang tersebut harus mampu bertahan hidup di Kota Jakarta yang semakin hari semakin kejam ini. Salah satu daerah di Jakarta yang menjadi tempat pemukiman bagi warga kurang mampu tersebut adalah di Jakarta Utara, tepatnya di jalan Lodan Raya. Di kolong jembatan layang itulah, warga mendirikan rumah-rumah tak layak huni. Sekolah darurat di Pluit adalah sekolahnya yang pertama di Jakarta. Namun, lanjutnya, sejumlah sekolah itu diserahkan kepada masyarakat setempat untuk dilanjutkan pengembangannya. “Saya kemudian khusus mengembangkan sekolah di kolong jembatan Pluit. Tidak terasa 25 tahun Sekolah Darurat Kartini terus berdiri,” paparnya. “Banyak orang yang tanya kepada saya, darimana uang yang diperolehnya untuk membangun sekolah gratis. Saya tegas bilang uangnya dari ALLAH SAW atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Modalnya awalnya dari keuntungan saya memiliki rumah sakit dan klinik. Suami saya ini dulu dokter yang sangat mensuport saya, 25 % dari usahanya jadi modal pengembangan sekolah,” katanya. Kemudian, setelah banyak media membesarkan Sekolah Darurat Kartini, sejumlah pihak merasa terpanggil untuk ikutan terlibat membantu, termasuk pemerintah. Salah satu pihak yang sejak awal tahun 1990 ikut aktif membantunya membangun mimpi dan memberikan harapan bagi anak marginal untuk meraih cita-citanya adalah Metropolitan Group. Bahkan sejumlah aktivis dan pegiat pendidikan kerap menjadikan sekolahnya sebagai model alias percontohan sekolah kaum marginal untuk diadopsi di daerah lain. Sejumlah pemerintah daerah bahkan ada yang melakukan study banding ke sekolahnya itu. Yang lebih mulia lagi, Rossyati dan Irianingsih tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apa pun baik dari warga maupun dari pemerintah. Yang terpenting bagi Rossyati dan Irianingsih adalah anak-anak dari keluarga kurang mampu atau anak jalanan dapat merasakan manisnya duduk di bangku sekolah dan mendapatkan ilmu-ilmu yang nantinya bermanfaat bagi masa depan mereka. (Lka)
Artikel Terkait
Bahlil Lahadalia, Kondektur Angkot yang Kini Jadi Menteri di KIM
Mengenal Jhon Wempi Wetipo Wakil Menteri PUPR di Kabinet Indonesia Maju
Diawali Rugi Belasan Milyar, Reza Aswin Kini Menjadi Ahli Forex
Artikel Terkini
PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Korban Banjir Bandang di Sumbar
HOGERS Indonesia Resmi Buka Gelaran HI-DRONE2 di Community Park, Pantai Indah Kapuk 2
Ketua Pengadilan Negeri Batusangkar Dirikan Dapur dan Pendistribusian untuk Korban Banjir Bandang Tanah Datar
Aksi PNM Peduli Serahkan Sumur Bor Untuk Warga Indramayu Dan Tanam Mangrove Rhizophora
PTPN IV Regional 4 Jambi, Bantu Beras Warga Solok
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas