Jakarta, INDONEWS.ID – Meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak penyandang disabilitas merupakan fenomena gunung es yang terlihat di permukaan saja. Berdasarkan data SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan Disabilitas dan Anak DIY), pada 2015 tercatat 29 orang perempuan penyandang disabilitas menjadi korban kekerasan (kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan ekonomi). 33 kasus terjadi pada 2016 dan meningkat menjadi 35 kasus pada 2017. Dalam upaya meningkatkan perlindungan hukum kepada perempuan dan anak penyandang disabilitas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).
"Kami sangat prihatin dengan meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak penyandang disabilitas. Banyak kendala bagi perempuan dan anak penyandang disabilitas dalam mendapatkan akses keadilan, baik dari internal maupun eksternal. Dari sisi internal, misalnya tidak adanya keberanian bagi korban untuk melapor, tidak ada dukungan keluarga dan lingkungan karena masih dianggap sebagai aib keluarga. Sisi eksternal, yaitu masih adanya pemahaman Aparat Penegak Hukum (APH) tentang keterbatasan yang dialami penyandang disabilitas sehingga keterangannya tidak dapat dijadikan saksi dan bukti di pengadilan," ungkap Sekretaris Kemen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu di Jakarta (26/1/2018).
Penyandang disabilitas harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengembangkan dirinya melalui kemandirian sebagai manusia yang bermartabat dalam perspektif hak asasi manusia. Negara memiliki kewajiban menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas, salah satunya dengan membuat peraturan dan melakukan harmonisasi peraturan termasuk menghapuskan aturan dan budaya yang melanggar hak penyandang disabilitas sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas).
Pribudiarta mengapresiasi langkah PERADI yang mau berkomitmen melalui penandatanganan perjanjian kerjasama ini. PERADI diharapkan dapat memberikan bantuan dan pendampingan hukum bagi perempuan dan anak penyandang disabilitas yang mengalami kekerasan serta terpenuhinya perlindungan khusus sesuai amanat Undang – Undang Nomor 08 Tahun 2016, Bab X tentang Perlindungan Khusus bagi Perempuan dan anak Penyandang Disabilitas.
"Harapan kami, semoga ke depan tidak ada lagi diskriminasi yang dialami oleh penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan sebagai warga negara, dan koordinasi yang telah kita bangun ini dapat terus dikembangkan. Mari bersama tingkatkan perlindungan perempuan dan anak penyandang disabilitas. Kita semua bertanggung jawab dan harus bergerak bersama menuju Indonesia tangguh," pungkas Pribudiarta.(hdr)