Jakarta, INDONEWS.ID -- Pengamat politik President University Muhammad AS Hikam mengatakan bahwa debat pemilihan presiden (Pilpres) harus menjadi agenda penyelesaian masalah di negeri ini. Karena itu, debat harus berisi hal subtansial yang menawarkan visi misi para calon presiden lima tahun mendatang.
“Debat capres dan cawapres, sudah seharusnya berkaitan dengan substansi paltform, program, dan agenda kerja dari masing-masing pasangan. Khususnya platform yang terkait dengan penyelesaian masalah ekonomi seperti ketimpangan, kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan wilayah, sangat perlu diadu oleh kedua paslon supaya rakyat bisa menilai dan menentukan pilihan," ujar AS Hikam seperti dikutip TIMES Indonesia di Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Masalah kualitas kehidupan demokrasi juga perlu menjadi isu utama. Hal ini dikarenakan banyaknya paham radikalisme, politik identitas, serta kekerasan di masyarakat yang mengancam kehidupan berdemokrasi di negara ini.
Di sisi lain, masalah penegakkan hukum tetap menjadi hal yang penting diperdebatkan oleh para capres dan cawapres. Mengingat masih banyak kasus-kasus yang belum terselesaikan terlebih korupsi.
"Penegakan hukum juga menjadi masalah utama khususnya menyelesaikan korupsi yang masih sangat luas dilakukan, khusunya oleh para elit politik dan pejabat," jelas AS Hikam.
Mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi era Gus Dur ini, juga menghimbau agar kualitas manusia Indonesia perlu mendapat perhatian, mengingat persaingan manusia secara global kian meningkat.
"Masalah peningkatan kualitas SDM sangat mendesak untuk dipecahkan karena tanpa SDM yang berkualitas, Indonesia akan terancam menjadi bangsa yang bermutu rendah berhadapan dengan bangsa lain di ASEAN, Asia dan juga dunia," ujarnya.
Politik Identitas
Kampanye pileg dan pilpres menyisahkan waktu yang tak lagi, yaitu tinggal empat bulan. Namun, yang disesalkan AS Hikam, yaitu politik identitas, SARA, masih menjadi arus utama dalam kampanye oleh para caleg dan tim sukses. Seharusnya, para peserta Pemilu, termasuk para tim sukses lebih fokus mengkampanyekan program-program politik.
"Politik identitas seharusnya ditiadakan pada 4 bulan yang akan datang. Pemakaian wacana dan praktik politik identitas yang berbau SARA, ujaran kebencian, dan pecah belah bukan hanya merugikan kedua pasangan capres dan cawapres, tetapi juga merugikan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa secara keseluruhan," ucap AS Hikam.
Menurutnya, Pemilu dan Pilpres merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas demokrasi, bukan hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan. "Jika Pileg dan Pilpres nanti sarat dengan politik identitas, maka hasilnya juga akan mengandung bibit-bibit konflik, baik elektoral maupun non-elektoral," pungkas AS Hikam. (Very)