INDONEWS.ID

  • Jum'at, 06/09/2019 20:47 WIB
  • Pukul Rakyat Kecil, KAMMI Tolak Kenaikan Iuran BPJS

  • Oleh :
    • Mancik
Pukul Rakyat Kecil, KAMMI Tolak Kenaikan Iuran BPJS
Ilustrasi BPJS Kesehatan.(Foto:Detik.com)

Jakarta,INDONEWS.ID - Direktur KAMMI Economic Studies, Taofik Muhammad Gumelar menyebutkan, keputusan Pemerintah untuk menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga 100 persen merupakan refleksi dari kegagalan pemerintah dalam upaya menyejahterakan rakyat.

Keputusan pemerintah menaikan iuran BPJS ini dilatarbelakangi oleh terjadinya deficit BPJS sebesar 14 Triliun Rupiah hingga Agustus 2019, bahkan hingga akhir tahun diperkirakan defisit akan mendekati 40 triliun rupiah

“Keputusan pemerintah untuk menaikan iuran BPJS dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Naiknya iuran BPJS ini akan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat dan inflasi”.kata Taofik kepada Indonews, Jakarta, Jumat,(6/09/2019)

Menurutnya, kenaikan inflasi akibat dari naiknya iuran BPJS akan terjadi akibat dari naiknya Administered Prices, yaitu komponen harga yang diatur oleh pemerintah. Sedangkan menurunnya kesejahteraan masyarakat diakibatkan perilaku masyarakat yang akan mengurangi pembelian barang-barang lain atau bahkan mengurangi kualitas barang yang dibeli agar mampu untuk membayar biaya jaminan kesehatan yang semakin meningkat.

“Coba bayangkan, pendapatan tetap tapi biaya bulanan naik. Ya pasti masyarakat akan mengerem konsumsinya atau bahkan menurunkan kualitas barang yang dibeli.” jelas Taofik

Taofik juga menambahkan, dalam menaikan iuran BPJS, di mana harganya berlaku sama di seluru Indonesia, pemerintah harusnya juga mempertimbangkan kemampuan masyarakat di daerah. Jangan hanya terpaku pada standar kota besar seperti Jakarta.

“Coba kita simulasikan, jika penghasilan seseorang sebesar UMR Kota Sukabumi Rp 2.331.752 dan mengambil BPJS kelas II dengan harga baru sebesar Rp. 110 Rb dan memiliki anggota keluarga sebanyak 4 orang, maka ia harus membayar iuran sebesar 550 rb per bulan atau sebesar 24% dari pendapatan bulanannya. Ini berat bagi masyarakat” tambahnya.

Selain itu menurut Taofik keputusan pemerintah ini memberikan kesan bahwa iuran lah satu-satunya penyebab defisit di BPJS.

“Langkah pemerintah menaikan iuran BPJS ini menggiring kita untuk berfikir bahwa permasalahan satu-satunya yang menyebabkan defisitnya BPJS adalah iuran. Padahal berdasarkan hasil audit BPKP terdapat faktor lainnya yang menjadi sumber masalah terjadinya defisit BPJS Kesehatan. Faktor itu salah satunya adalah tata kelola BPJS yang tidak baik. ” Ujar Taofik

Buruknya tata kelola BPJS ini ditunjukan oleh hasil audit BPKP yang menyebutkan bahwa terdapat berbagai kelemahan seperti buruknya data kepesertaan, sistem rujukan, dan sistem tagihan klaim yang berlebihan. Hal ini dibuktikan dengan adanya temua 1,1 juta peserta non aktif yang masih tetap mendapatkan pelayanan.

Selain itu dari sisi peserta, terdapat tunggakan peserta mandiri yang masih sangat tinggi yaitu diangka 54 persen. Menurutnya, tantangan sebetulnya yang dihadapi pemerintah terkait defisit ini adalah tingkat kepatuhan peserta dalam membayar iuran.

“Harusnya pemerintah dalam hal ini BPJS fokus kepada penagihan peserta yang menunggak, dengan tercapainya 0% tunggakan maka permasalahan defisit lambat laun akan tertangani tanpa perlu menaikan iuran gila-gilaan semacam ini” tambah Taofik.

Menurut Taofik, kenaikan iuran ini bahkan akan menjadi kontra produktif.Alasan demi peningkatan pendapatan BPJS dengan menaikan iuran BPJS, yang ada malah meningkatnya persentase tunggakan akibat tidak mampunya masyarakat membayar iuran yang tinggi.

Selain itu tidak tercapainya anggaran pendapatan BPJS yang diakibatkan banyaknya mutasi peserta dari kelas 1 ke kelas 2 atau 3, dan mutasi peserta dari kelas 2 ke kelas 3, yang akhirnya peserta akan menumpuk pada kelas 3, yang memiliki harga iuran relatif lebih murah.

Karena itu, PP KAMMI menegaskan, menolak Kenaikan Iuran BPJS. Sudah sewajarnya pemerintah menjamin kesehatan masyarakat, agar tidak ada lagi istilah orang miskin tidak boleh sakit karena biaya kesehatan yang mahal.

Pemerintah sedapat mungkin memenuhi kebutuhan paling prioritas dari masyarakat seperti kesehatan dan kebutuhan lainnya. Selain itu, pemerintah bersama dengan Kementerian terkait bisa mengalokasikan dana dari APBN untuk membiayai kesehatan masyarakat selain menekan angka iuran BPJS.

"Naiknya iuran BPJS bukan merupakan keputusan yang bijak, alih-alih menyelamatkan BPJS tapi masyarakat yang ditekan. Alternatif lain bisa dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan BPJS. Pemerintah bisa mengeluarkan subsidi untuk kesehatan dikala subsidi lainnya dicabut, pola subsidi ini juga bisa dilakukan melalui pendekatan CSR," tutupnya.

 

 

Artikel Terkait
Artikel Terkini
WWF ke-10 di Bali, Deklarasi Menteri Resmi Diadopsi 133 Negara dan Organisasi Internasional
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Maybrat Lakukan Study Tour ke Minahasa Tenggara
Upacara Peringatan ke-116 Hari Kebangkitan Nasional di Kabupaten Maybrat: Menuju Indonesia Emas
Di Acara Mengenang Tokoh Pers Nasional Prof Salim Haji Said, Pemred Asri Hadi Bertemu Bacalon Walkot Tangsel
Raih Gelar Doktor Honoris Causa Gyeongsang National University (GNU), Menko Airlangga Diakui Dedikasinya dalam Kemitraan Strategis Indonesia-Korea Selatan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas