INDONEWS.ID

  • Minggu, 07/05/2017 19:26 WIB
  • Kemenperin: Deflasi, BI Seharusnya Turunkan Suku Bunga

  • Oleh :
    • Abdi Lisa
Kemenperin: Deflasi, BI Seharusnya Turunkan Suku Bunga
Menperin Airlangga Hartarto berjabat tangan dengan Staf Khusus Menteri Perindustrian, Benny Soetrisno, Jumat (5/5/2017). (Foto: Biro Humas Kemenperin)
Jakarta, INDONEWS.ID -- Staf Khusus Menteri Perindustrian, Benny Soetrisno menegaskan, pertumbuhan industri nasional akan lebih tinggi bila Bank Indonesia (BI) menurunkan tingkat suku bunga scara signifikan. Kebijakan suku bunga BI yang tidak tepat bisa menghambat pertumbuhan industri dan iklim investasi. “Dengan adanya deflasi, seharusnya BI menurunkan tingkat suku bunga,” ujar Benny di Jakarta, Jumat (5/5/2017). Benny yang juga pelaku industri ini mengatakan, dengan tingkat suku bunga rendah, kalangan industri akan mendapatkan pinjaman yang lebih murah sehingga mampu meningkatkan daya saing di tingkat internasional. “Tingkat suku bunga di Tiongkok dan Singapura sangat rendah sekitar 4-5 persen. Bahkan, di beberapa negara lain malah lebih rendah lagi mencapai 3 persen," ungkapnya. Seperti diketahui, kebijakan suku bunga kredit di Indonesia tercatat sebesar 9-11 persen. Benny yang merangkap Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) ini menyatakan, penentuan suku bunga perbankan di Indonesia lebih tergantung kepada BI dan bank-bank pemerintah, sementara keinginan dunia usaha selama ini kurang diperhatikan. Hal senada disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman. Menurutnya, suku bunga kredit bank yang terlalu besar sangat memberatkan industri terutama skala menengah ke bawah.  Apalagi, industri kecil dan menengah (IKM) merupakan sektor mayoritas dari populasi industri di Indonesia. Adhi berharap, ke depannya, perbankan Indonesia semakin efisien dalam mengelola biaya operasional. Artinya, pelaku industri meminta suku bunga kredit bisa turun dan jaraknya dengan suku bunga deposito tidak terlalu panjang. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, suku bunga perbankan yang belum turun secara signifikan akan membuat pelaku usaha menahan melakukan ekspansi. Pasalnya, mereka mempertimbangkan kemampuan daya beli pasar yang masih rendah. “Yang penting adalah mendorong peningkatan pasar atau konsumsi rumah tangga di berbagai sektor,” ujarnya seperti dikutip Biro Humas Kemenperin. Optimisme Namun demikian, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengaku optimistis pertumbuhan industri nasional akan lebih terdongkrak lagi apabila harga gas dan listrik lebih kompetitif karena mampu menekan biaya produksi. “Bahkan, itu bisa menambah daya saing industri nasional di kancah global,” tegasnya. Langkah strategis lain yang perlu diambil, di antaranya melakukan harmonisasi peraturan di segala lintas sektoral, menjaga stabilitas harga dan pasokan bahan baku industri khususnya bahan baku yang berasal dari impor, serta melaksanakan promosi dagang ke pasar nontradisional, mencari informasi kebutuhan produk dan hambatan pasar dalam rangka pengembangan pasar ekspor baru. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan nonmigas pada triwulan I-2017 tumbuh sebesar 4,71 persen. Capaian tersebut meningkat dibanding pertumbuhan dalam periode yang sama tahun 2016 sebesar 4,51 persen, juga di atas pertumbuhan sepanjang tahun 2016 yang mencapai 4,42 persen. “Kami terus menjaga momentum kenaikan ini, di mana sebelumnya produksi industri manufaktur tumbuh dan saat ini produk domestik bruto (PDB) ikut positif. Kami berharap agar pertumbuhan industri pada triwulan berikutnya dapat lebih baik lagi,” paparnya. Sektor industri yang tumbuh tinggi pada triwulan I-2017, yaitu industri kimia farmasi dan obat tradisional sebesar 8,34 persen, industri makanan dan minuman 8,15 persen, industri karet, barang dari karet dan plastik 7,52 persen, serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki 7,41 persen. Selanjutnya, industri pengolahan nonmigas menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan sektor-sektor lainnya. “Industri pengolahan nonmigas mampu memberikan sumbangan mencapai 20 persen pada kuartal ini atau naik dari sebelumnya sebesar 18 persen,” ujarnya. Menurut Airlangga, pada triwulan pertama, kenaikan yang juga cukup menggembirakan terlihat dari nilai ekspor sebesar 22 persen. Hal ini menunjukkan kondisi pasar global sudah pulih sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas bagi industri dalam negeri. Airlangga mengungkapkan, industri pengolahan nonmigas selalu membawa efek ganda terhadap perekonomian nasional mulai dari peningkatan nilai tambah, penyediaan lapangan kerja, perolehan devisa dari ekspor, hingga penghemat devisa ketika memenuhi kebutuhan dalam negeri. (Very)
Artikel Terkait
Pastikan Arus Barang Kembali Lancar, Menko Airlangga Tinjau Langsung Pengeluaran Barang dan Minta Instansi di Pelabuhan Tanjung Priok Bekerja 24 Jam
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa
Artikel Terkini
Didik J Rachbini: Salim Said Maestro Intelektual yang Paling Detail dan Mendalam
Penyumbang Devisa Negara, Pemerintah Harus Belajar dari Drama Korea
Bupati Tanahdatar buka Grand Opening Sakato Aesthetic
Strategi Implementasi "Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila", Menyemai Nilai Kebangsaan di Tengah Tantangan Zaman
Satgas Yonif 742/SWY Perkenalkan Ecobrick Kepada Para Murid Di Perbatasan RI- RDTL
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas