INDONEWS.ID

  • Kamis, 09/01/2020 17:42 WIB
  • Jokowi Hadir di Natuna, Bukti Negara Jamin Kedaulatan NKRI

  • Oleh :
    • very
Jokowi Hadir di Natuna, Bukti Negara Jamin Kedaulatan NKRI
Pemerhati Pertahanan dan salah satu penulis buku berjudul

Jakarta, INDONEWS.ID -- Kehadiran Presiden Joko Widodo di Kepulauan Natuna pada Rabu (8/1) mau menunjukkan bahwa negara hadir untuk menjaga, melindungi dan menjamin kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sekaligus juga Presiden Jokowi mau memastikan bahwa kepentingan rakyat dalam mengolah sumber daya yang terkandung di dalamnya bebas dari gangguan asing dan pihak manapun.

“Kehadiran Presiden Jokowi menunjukkan bahwa negara itu hadir melindungi rakyat dan seluruh tumpah darahnya. Presiden merupakan simbol negara. Jadi dengan kehadiran Presiden Jokowi di Natuna mau menjukkan bahwa negara hadir untuk melindungi rakyatnya,” ujar Pemerhati Pertahanan Lilly S. Wasitova, di Jakarta, Kamis (9/1).

Baca juga : Ceritakan Kreativitas Nasabah PNM Mekaar, Jokowi Puji Kerupuk "Mama Muda"

Karena itu, katanya, kehadiran Presiden Jokowi di Natuna harus juga disertai langkah sejumlah kementerian/lembaga terkait untuk melakukan perlindungan dan pengamanan terhadap wilayah NKRI.

Lilly yang sementara mengambil kuliah doktoral di Universitas Pertahanan ini mengatakan, kunjungan Presiden Jokowi ke Kepulauan Natuna merupakan simbol bahwa negara hadir di Natuna dan juga kepulauan terluar lain di Indonesia. “Coba saya mau tanya, siapa sajakah Presiden Republik Indonesia yang pernah ke Natuna?” ujarnya retoris.

Baca juga : Presiden Jokowi Bertemu Ribuan Nasabah Mekaar di Makassar

Seperti diketahui hubungan Indonesia dan China memanas di Laut Natuna. Hal itu lantaran China mengklaim aktivitas nelayan di kepulauan itu sah berdasarkan Sembilan Garis Putus (Nine Dash Line) dan klaim hak berdaulat atas perairan di garis tersebut yang tidak diakui oleh Indonesia. Sejauh ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri telah mengirim Nota Protes kepada China atas aktivitas nelayan dan keberadaan China Coast Guard di wilayah Natuna Utara tersebut.

Lantas apa yang menyebabkan China tetap bertahan di Perairan Natuna?

Baca juga : Presiden Jokowi Dorong Penguatan Integrasi Ekonomi, Percepatan Transisi Energi dan Transformasi Digital dalam KTT Khusus ASEAN-Australia

Alumni Program Pendidikan Singkat Angkatan XXI (PPSA) Lemhannas ini mengatakan, China pasti hendak mengirim pesan (messege) kepada Indonesia maupun dunia. Asal tahu saja bahwa China merupakan salah satu negara penandatangan dan telah meratifikasi konvensi UNCLOS 1982. Beda dengan Amerika Serikat yang hanya menandatangani konvensi tersebut. “Tapi menurut saya, kalau skenario perang itu jauh ya. Dia hanya mau menekan Indonesia saja,” ujarnya.

Seharusnya, kata alumnus Jerman ini, cukup bagi China untuk meminta izin saja jika melewati Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Seperti halnya di Selat Malaka atau juga di udara, China cukup meminta izin bahwa kapal atau pesawat mereka akan melewati wilayah itu.  

“Karena itu sebenarnya China harus membuat permission, dan dia harus mengumukan itu. Dia harusnya sudah tahu siapa yang memiliki hak berdaulat atas sebuah wilayah. Jadi masalahnya adalah pada soal koordinasi saja. Seperti memasuki Selat Malaka maka dia harus melapor. Demikian juga di Udara,” ujarnya.

 

(Pemerhati Pertahanan Lilly S. Wasitova bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Kantor Kemenlu, Jakarta)

Indonesia Harus Lebih Aware

Di balik kasus ini, kata Lilly, ada hikmah untuk Indonesia yaitu kita menjadi lebih perhatian (aware) terhadap kekayaan kita. Kekayaan yang dimiliki oleh negeri ini luar biasa banyak dengan luas wilayah yang sangat besar. Indonesia memiliki luas wilayah laut sebesar 2/3 wilayah, luas wilayah daratnya 1/3 dari luas wilayah, dan luas udara mencapai 3/3.

“Wilayah Indonesia itu luar biasa luas. Apakah kita hanya mengadalkan kekuatan laut, tentu tidak. Kita perlu mengandalkan kekuatan udara kita,” ujar salah satu penulis buku "Deklarasi Djuanda, Makna dan Implikasinya dalam Berteknologi dan Berindustri" ini.

Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia terkait kasus di Natuna itu yakni dengan mengirim para nelayan untuk melakukan aktivitas di kepulauan tersebut. “Saya setuju dengan pengiriman nelayan ke Natuna, dan itu merupakan tindakan yang benar. Namun, saya juga tidak setuju jika yang dikirim itu nelayan dari Laut Jawa, karena karakter laut di Jawa tidak sama dengan Laut di Natuna. Laut di Natuna itu lebih cocok jika yang dikirim itu adalah nelayan dari Flores misalnya, karena karakternya hampir sama,” ujar anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang menangani negara Jerman itu.

Karena itu, katanya, seharusnya pemerintah melakukan kajian terhadap karater laut dan para nelayannya sebelum mengirimnya ke Perairan Natuna.

Lilly mengatakan, kebijakan Presiden Jokowi pada tahun 2014 yang mengumumkan Indonesia sebagai poros maritim dunia (PMD) sudah sangat tepat. Seharusnya, hal itu sudah dilakukan Indonesia dalam waktu 30-an tahun lalu.  

Karena itu, dia menilai bahwa hal yang dilakukan Presiden Jokowi dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia itu banyak mendapat tantangan dari dalam maupun luar negeri. “Upaya Presiden Jokowi untuk membawa Indonesia hebat tentu mendapat obstacle, tantangan luar biasa. Kita telah ditakdirkan untuk menjadi negara yang hebat. Karena itu kita harus memiliki pride,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait
Ceritakan Kreativitas Nasabah PNM Mekaar, Jokowi Puji Kerupuk "Mama Muda"
Presiden Jokowi Bertemu Ribuan Nasabah Mekaar di Makassar
Presiden Jokowi Dorong Penguatan Integrasi Ekonomi, Percepatan Transisi Energi dan Transformasi Digital dalam KTT Khusus ASEAN-Australia
Artikel Terkini
Tingkatkan Penjualan dengan Chatbot WhatsApp CRM dari Kommo: Bisnis Monoton? Perbaiki dan Berikan Inovasi Baru Melalui Komunikasi!
DR Rizal Sukma Terpilih menjadi Anggota Board of Advisers International IDEA
Panglima TNI Hadiri Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan TNI Tahun 2024
Terinspirasi Langkah Indonesia, Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR
Ketua KIP: Pertamina Jadi `Role Model` Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas