INDONEWS.ID

  • Senin, 20/01/2020 23:59 WIB
  • Omnibus Law Dianggap Diskriminatif dan Rugikan Kaum Buruh

  • Oleh :
    • Ronald
Omnibus Law Dianggap Diskriminatif dan Rugikan Kaum Buruh
Diskusi publik bertajuk `Omnibus Law untuk Siapa?` di Kantor LBH Jakarta, Minggu (19/1/2020) kemarin. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta Arif  Maulana menilai Omnibus Law hanya untuk kepentingan oligarki atau kepentigan pemerintah yang dijalankan oleh beberapa orang elite saja. Sebab, kata dia, aturan itu lebih banyak memihak pada investor.

"Konsep hukum yang menggabungkan jadi satu. Hapus revisi pasal yang dinilai menghambat inevstasi. Tegas dan jelas ini untuk kepentingan oligarki," kata Arif dalam diskusi publik bertajuk `Omnibus Law untuk Siapa?` di Kantor LBH Jakarta, Minggu (19/1/2020) kemarin.

Baca juga : Dansatgas Yonif 742/SWY Kunjungi Salah Satu SD Darurat di Perbatasan RI-RDTL

Arif juga menilai pembahasan RUU omnibus law diskriminatif. Karena menurutnya, dalam proses pembahasannya hanya melibatkan para pengusaha.

"Harus melibatkan masyarakat, semua stakeholder. Agar demokratis dan menguntungkan semua orang. Namun Omnibus Law sangat diskrimintatif karena hanya melibatkan pengusaha saja," pungkas Arif.

Baca juga : Kawal Pemerintahan Baru, Tokoh Lintas Agama: Jika Ada Kurang-kurangnya Kita Perbaiki

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Elena Ekarahendy memprediksi, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bakal terjadi apabila Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law disahkan oleh DPR.

"Potensi PHK masal. Bayangin kita sudah jadi pengungsi, kita diusir dari rumah kita sendiri, diusir dari tanah kita sendiri," ujarnya.

Baca juga : Kemendagri Tekankan Sinergisitas Antar-Pemda Mengoptimalkan Pemungutan Pajak Daerah dan Opsen Pajak Daerah

"Kemudian kita juga akan dihilangkan upaya penghidupan kita," sambungnya.

Elena mengatakan, potensi PHK ini tidak hanya akan dialami para pekerja baru. Tetapi pekerjaan yang permanen pun juga bisa dikenakan PHK masal.

"Dan ini bukan hanya terjadi buat pekerja yang muda saja. Tapi yang sudah lama kerja harus menghadapi potensi ini," ungkap dia.

Selain itu, tambah Elena, RUU Omnibus Law juga akan berdampak pada pengurangan upah minimum, berpotensi terjadi diskriminasi, penghilangan

jaminan sosial dan hilangnya sanksi pindana dalam pekerjaan.

"Setidaknya hari ini supaya besok bisa hidup, supaya bisa hidup lagi dan kerja lagi di hari berikutnya. Bahwa tidak ada lagi jaminan atau jaring pengaman yang ada buat para pekerja," tandasnya. (rnl)

 

Artikel Terkait
Dansatgas Yonif 742/SWY Kunjungi Salah Satu SD Darurat di Perbatasan RI-RDTL
Kawal Pemerintahan Baru, Tokoh Lintas Agama: Jika Ada Kurang-kurangnya Kita Perbaiki
Kemendagri Tekankan Sinergisitas Antar-Pemda Mengoptimalkan Pemungutan Pajak Daerah dan Opsen Pajak Daerah
Artikel Terkini
Dansatgas Yonif 742/SWY Kunjungi Salah Satu SD Darurat di Perbatasan RI-RDTL
Kawal Pemerintahan Baru, Tokoh Lintas Agama: Jika Ada Kurang-kurangnya Kita Perbaiki
Upaya Pendekatan Pemda Maybrat Berhasil, Pelaku Pemanahb Koramil Akhirnya Menyerahkan Diri
Komitmen pada "NTT" Dorong Ansy Lema Mendaftar di Pilkada
Kemendagri Tekankan Sinergisitas Antar-Pemda Mengoptimalkan Pemungutan Pajak Daerah dan Opsen Pajak Daerah
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas