Jakarta, INDONEWS.ID -- Juru bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi menyampaikan bahwa berdasarkan UU Kewarganegaraan, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan secara maksimum terhadap WNI.
Oleh karenanya pemerintah perlu memperhatikan nasib 600 orang yang tergabung ISIS asal Indonesia.
Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana mengatakan, perlu diketahui bahwa asas perlindungan secara maksimum terdapat dalam penjelasan Umum dari UU Kewarganegaraan.
Disebutkan bahwa, "Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlidungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri".
Bila mencermati hal tersebut diatas maka kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan penuh hanya ditujukan kepada WNI.
“Oleh karenanya aneh bila Jubir Wapres menggunakan asas ini agar pemerintah memikirkan nasib orang asal Indonesia yang tergabung dalam ISIS. Orang-orang asal Indonesia ini bukanlah lagi WNI,” ujar Hikmahanto melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (6/2).
Setidaknya, kata Hikmahanto, ada dua alasan mengapa kewarganegaraannya gugur.
Pertama, sejak mereka menyatakan diri bergabung dengan ISIS yang dianggapnya sebagai entitas negara maka mereka telah sukarela menaggalkan kewarganegaraan Indonesianya.
Kedua, menurut Pasal 23 huruf (d) dan (f) mereka yang bergabung dengan ISIS telah secara hukum gugur kewarganegaraan Indonesianya.
Karena itu, bila mereka bukan lagi WNI lalu untuk keperluan apa pemerintah mempertimbangkan asas perlindungan maksimum sebagaimana diwacanakan oleh Masduki Baidlowi?
“Bila orang Indonesia yang dengan sengaja menanggalkan kewarganegaraan Indonesia dan menyebut negara serta pemerintah Indonesia sebagai thogut, apakah pantas untuk mendapatkan perlindungan dari pemerintah dan negara Indonesia?,” ujarnya.
Karena itu, menurut Hikmahanto, pemerintah tidak memiliki kewajiban untuk orang-orang semacam itu.
Hal ini tentu berbeda bila ada anak-anak asal Indonesia yang orang tuanya tergabung dalam ISIS yang ingin kembali ke Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia kembali. Dalam hal demikian maka pemerintah bisa mempertimbangkan.
Namun peran pemerintah, kata Hikmahanto, hanya bersifat pasif, tidak aktif bahkan proaktif memberikan perlindungan.
“Tentu pemerintah harus secara ketat menentukan dapat tidaknya anak-anak tersebut kembali ke Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia,” pungkasnya. (Very)