Abdullah Antaria*)
“Yang kedua, yang berkaitan dengan stunting, kekerdilan, artinya kurang gizi. Hati-hati dengan ini. Pemerintah daerah harus ikut campur ke sana. Terutama yang sudah pada posisi petanya merah, itu hati-hati. Semua daerah, semua provinsi ini ada semuanya. Dulu kita, lima tahun yang lalu kita angkanya 37 persen, gede banget, (sekarang) sudah turun jadi 28 persen, tapi itu masih tinggi sekali. Target kita dalam lima tahun ke depan harus mencapai angka empat belas. Meskipun di dalam perencanaan sembilan belas, ndak, saya enggak mau, saya minta empat belas. Perencanaannya sembilan belas tapi saya minta, Presiden minta empat belas…”
Sambutan Presiden RI pada
Pembukaan Musrenbangnas Rancangan RPJMN 2020-2024
16 Desember 2019
Pendahuluan
Dalam lima tahun terakhir, Stunting menjadi salah satu isu strategis nasional di bidang kesehatan yang secara gradual dapat dieliminir oleh Pemerintah. Dalam lima tahun kedepan isu stunting ini telah ditetapkan Presiden sebagai prioritas nasional yang harus segera diatasi secara signifikan. Hal ini dinyatakan tegas oleh Presiden dalam berbagai forum, salah satunya pada Pembukaan Musrenbangnas Rancangan RPJMN 2020-2024 tanggal 16 Desember 2019. Dengan dijadikannya isu stunting sebagai arah kebijakan Presiden RI dalam lima tahun kedepan, maka arah kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang kesehatan dipastikan akan bergerak ke haluan yang sama. Dalam hal ini Bappenas telah menargetkan penurunan angka Stunting hingga 19% di tahun 2024, bahkan Presiden RI menargetkan hingga 14% di tahun 2024.
Salah satu arah kebijakan penting yang akan dilakukan dalam penanganan stunting sepanjang lima tahun kedepan adalah pelaksanaan pendekatan regional. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan oleh Wakil Presiden RI pada bulan Februari tahun 2020, bahwa dalam penanganan stunting harus dilakukan kerjasama antar pemangku kepentingan untuk melakukan penanganan secara regionalisasi, dimana daerah yang diidentifikasi stunting akan dibagi per regional dengan leading sector penanganan per regional. Dalam hal ini dasar yang dijadikan acuan Wapres untuk mengusulkan regionalisasi, adalah identifikasi yang dilakukan oleh Mendagri dimana masih terdapat 160 Kabupaten yang masuk dalam kategori merah dalam masalah stunting dan akan ditangani dengan membentuk tim terpadu antar K/L.
Kebijakan regionalisasi pada dasarnya merupakan solusi kelembagaan yang akan melibatkan banyak stakeholders yang perlu dilaksanakan secara efektif. Disisi lain, selama ini memang terdapat kendala kelembagaan yang perlu segera diatasi dan diharmonisasi agar sinergi antar stakeholders dapat berjalan baik. Pelaksanaan pendekatan regionalisasi secara kelembagaan sepatutnya dapat menjadi jalan keluar dalam mengatasi stunting secara komprehensif.
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran persoalan kelembagaan dalam penanganan stunting selama ini dan memberikan gambaran teknis solutif atas persoalan tersebut melalui formulasi dan implementasi kebijakan regionalisasi yang dapat bergerak efektif di lapangan dalam menangani stunting.
Beberapa Pokok Persoalan Kelembagaan dan Pentingnya Pendekatan Kewilayahan (Regionalisasi)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama ini terhadap pelaksanaan kebijakan penanggulangan stunting terdapat beberapa pokok persoalan mendasar yang harus menjadi perhatian untuk diatasi kedepan antara lain:
Dari uraian pokok persoalan tersebut, tergambar bahwa terdapat kendala dalam implementasi kebijakan dimana peran dan kondisi daerah yang tidak optimal dalam mendukung kebijakan intervensi stunting selama ini. Terdapat persoalan mendasar dalam perencanaan kebijakan dimana Pemangku kebijakan di tingkat pusat tidak mengantisipasi persoalan kewilayahan yang sangat mendasar. Dalam hal ini kedepan diperlukan pendekatan kewilayahan (regionalisasi) untuk memastikan intervensi kebijakan dapat terimplementasi dengan baik dan optimal.
Membangun Strategi Pendekatan Regionalisasi melalui Peran Provinsi
Strategi pendekatan Regionalisasi dapat dilakukan dengan membentuk Tim Penanggulangan di Tingkat Pusat terlebih dahulu, namun secara teknis pelaksanaan, tugas ini sebaiknya diserahkan lebih lanjut kepada Pemerintah Provinsi untuk membentuk Tim Penanggulangan Regional dengan melibatkan seluruh Stakeholders Daerah. Pelibatan Pemprov penting untuk memastikan keakuratan intervensi kebijakan sekaligus mendistribusikan kebutuhan dukungan sumber daya termasuk fiskal.
Secara teknis, pendekatan regionalisasi melalui Pemerintah Provinsi dapat dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut
BEBERAPA BENTUK TEROBOSAN PROGRAM YANG PERLU/ DAPAT DIKEMBANGKAN SESUAI KARAKTERISTIK REGIONAL
Secara substantif terdapat beberapa inisiatif strategis/ terobosan program yang perlu atau dapat dikembangkan secara kewilayahan oleh Tim Penanggulangan Regional, baik dari sisi pendekatan sensitif maupun spesifik. Gambaran beberapa bentuk terobosan tersebut, sebagai berikut:
Gbr. 2 Beberapa Bentuk Terobosan Program
Dalam hal ini, pada sisi pendekatan spesifik diperlukan beberapa bentuk terobosan baik secara teknis program maupun teknis kelembagaan. Dari sisi teknis program, diperlukan program yang bersifat promotif preventif yang sesuai karakter dengan masih-masing wilayah. Program yang bersifat promotif preventif tidak bisa digeneralisir secara nasional karena masing-masing daerah memiliki perbedaan karakter. Dalam hal ini diperlukan dua pendekatan program: 1) pendekatan preventif sekunder dengan program pemulihan dini bagi penderita yang sudah sehat beserta keluarganya, dengan materi program yang sesuai dengan karakter wilayah, dan 2) pendekatan promotif (pre stunting), yang dapat dimaksimalkan sesuai dengan karakter wilayah melalui peran optimal dari Puskesmas setempat dalam melakukan intervensi spesifik.
Dari sisi teknis kelembagaan, pendekatan spesifik harus dilakukan melalui pelibatan perguruan tinggi/ RS Vertikal Pendidikan yang berada atau terdekat dari wilayah intervensi. Pelibatan RS Vertikal Pendidikan, dilapangan ditunjukkan dengan keterlibatan Dokter Internship dalam Tim Satgas Intervensi di level Kab/Kota. Hal ini akan semakin efektif jika keterlibatan dalam satgas menjadi bagian dari salah satu penilaian kelulusan Dokter Internship. Selain itu diperlkan penguatan program UKM Puskesmas, dalam hal ini keterlibatan program UKM Puskesmas dalam mendorong stunting dapat menjadi salah satu kewajiban (mandatory) untuk dipenuhi sebagai prasyarat pencairan BOK Puskesmas atau syarat akreditasi Puskesmas. Masih banyak lagi inovasi pada sisi teknis kelembagaan yang dapat dikembangkan untuk memastikan pendekatan spesifik dapat dilakukan secara kewilayahan.
Dari sisi pendekatan sensitif, literasi gizi daerah harus menjadi perhatian utama. Dengan karakteristik kewilayahan yang beragam, maka pendekatan literasi gizi harus dilakukan secara lokal untuk memastikan program berjalan efektif. Pendekatan lokal dapat melibatkan posyandu ataupun mitra kerja lainnya di level Perdesaan/Kelurahan secara maksimal. Selain pendekatan literasi gizi daerah secara lokal, diperlukan pendekatan ketahanan keluarga. Dalam hal ini kemampuan keluarga dalam memastikan gizi anggotanya terpenuhi harus ditingkatkan. Pendekatan ketahanan keluarga bersifat sangat lokal dan dapat diarahkan pada empat bidang sasaran antara lain: 1) ketahanan hidup korban stunting, 2) ketahanan keluarga dengan korban stunting, 3) pemberdayaan ekonomi keluarga, dan 4) pendidikan gizi keluarga. Dengan pendekatan sensitif melalui ketahanan keluarga dan peningkatan kemampuan literasi gizi secara lokal diharapkan dapat mencegah meningkatnya angka penderita stunting di Indonesia.
PENUTUP
Pokok-pokok persoalan mendasar belum optimalnya implementasi kebijakan penanggulangan stunting di daerah, berujung pada tidak optimalnya dukungan daerah dalam mendorong kebijakan intervensi stunting selama ini. Dalam hal ini Pemangku kebijakan di tingkat pusat tidak mengantisipasi persoalan kewilayahan yang sangat mendasar. Kedepan diperlukan pendekatan kewilayahan (regionalisasi) untuk memastikan intervensi kebijakan dapat terimplementasi dengan baik dan optimal.
*) Penulis adalah Dosen Pasca Sarjana pada Universitas UHAMKA Mata Kuliah Sumber Daya Manusia Kesehatan untuk Mutu Serta Administrasi & Kebijakan Kesehatan, dan mantan Staf Pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI.