INDONEWS.ID

  • Sabtu, 02/05/2020 15:30 WIB
  • Memaknai Hardiknas Lewat Puisi "Pendidikmu Siapa" oleh Gerard N Bibang

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Memaknai Hardiknas Lewat Puisi "Pendidikmu Siapa" oleh Gerard N Bibang
Gerard N. Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. Ia adalah penyair yang menabiskan dirinya sebagai petani humaniora. Gerard saat ini berdomisili di Jakarta.

"Pendidikmu Siapa" oleh Gerard N Bibang*)

1/
Saat-saat sekarang ini ketika segala-galanya adalah kasat mata yang sifatnya materi; seseorang dianggap alim karena terlihat pakaian yang dikenakan mendapat label busana agamis; seseorang dianggap kaya karena barang-barang yang ia kenakan atau kendaraan yang ia gunakan; penampilan luaran adalah kualitas, apa-apa yang wah identik dengan kehebatan

maka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu, yang memberimu seperangkat mata untuk melihat lebih dari yang kasat mata; untuk membuatmu see beyond, untuk melihat intuitif bahwa menjadi manusia itu bukan ‘having more’ tapi ‘being more’; bahwa substansinya bukan luaran itulah yang dijadikan ukuran; alimnya seseorang adalah wilayah privat yang tidak bisa engkau nilai secara kasat mata; begitu juga dengan kayanya seseorang, tidak bisa engkau pastikan ia adalah orang kaya hanya dari barang-barang yang ia punya.

2/
Saat-saat sekarang ini ketika virus corona, sang monster mungil itu, memporakporandakan prasangkamu, cara pandangmu, pola pikirmu, zona nyamanmu secara serempak, tidak terduga dan tiba-tiba

maka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu yang meyakinkanmu untuk berterimakasih kepada monster kecil itu karena ia telah mengembalikan barang-barang mahal yang hilang, kembali lagi kepadamu; barang-barang itu berupa ilmu, pengetahuan dan kesadaran tentang banyak hal mendasar pada kehidupanmu; ialah kesadaran bahwa pada hakikatnya engkau tidak berdaya-berdaya amat atas kemungkinan-kemungkinan dalam kehidupan ini; kesadaran bahwa engkau punya kecenderungan yang terlalu besar untuk merasa besar, merasa hebat, merasa pandai, merasa paling bisa melakukan banyak hal dibanding saudara-saudaramu makhluk lain yang sama-sama hidup di bumi ini
saat-saat sekarang ini ketika banyak ahli dan ahli-ahlian berbicara dengan mulut berbusa di ayar kaca dan layar maya, berlagak serba tahu tentang segala sesuatu dan membuatmu galau

maka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu yang berkata kepadamu: ‘come on gaes, besar kepalamu ada batasnya, bahwa hal-hal kecil saja sebenarnya engkau tidak pernah tahu, yaitu perbedaaan mendasar antara cabe dengan pedasnya, antara kentut dengan baunya, antara gula dengan manisnya; bahwa ilmu pengetahuan paling modern pun, tidak bisa menjelaskan apa itu manis atau asin; bahwa engkau dan ilmumu hanya bisa mengenali tanda-tanda dari yang dirasakan, kemudian merumuskan komposisi kimiawi dan dialektika sosialnya, kalau rumusnya begitu jadinya manis, kalau rumusnya begini jadinya busuk; maka, engkau pun bisa merasakan pahit dan manis, tetapi tidak mampu mengilmui dan mengilmukan pahit dan manis, kecuali sejauh batasan yang disepakati bahwa ini manis itu pahit; tetapi hakiki manis dan pahit tidak terjangkau oleh ilmu pengetaahuanmu; jadi, engkau dan pengetahuanmu ada batas-batasnya
saat-saat sekarang ini ketika engkau dipaksa tinggal di rumah, apa-apa di rumah, jaga jarak juga meski di rumah, entah untuk berapa lama, engkau pun tidak tahu dan engkau pun sendu

maka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu, yang meyakinkanmu bahwa rumahmu, ya rumahmu, bahwa house-mu belum tentu home-mu, bahwa ada perbedaan mendasar antara house dan home, bahwa rumahmu adalah cintamu; bahwa virus corona telah mengembalikan apa yang hilang di dalam kehidupanmu yaitu home, cinta sejati, kasih sayang, kebersamaan yang seharusnya merupakan sumber keindahan hidupmu selama ini tapi telah dirusak oleh politik, kerakusan, kapitalisme maniak, korupsi, sentimen SARA dan kegilaan untuk megah dan mewah serta peradaban yang lebih memompa-mompa diri merebut hasil daripada menghargai proses, yang membuat dirimu pergi pagi dan sering pulang pagi

3/
Saat-saat sekarang ini ketika peradaban sekelilingmu bergelimang tawa dan riang gembira dengan berbagai kemegahan dan kemewahannya, dengan membikin mass-production barang-barang yang sebenarnya tidak esensial bagi kehidupanmu, memproduksi barang-barang yang hakikatnya sekunder, ilustratif; yang membuat orang-orang sekelilingmu hedonis, yang sedikit-sedikit selalu mengutamakan kenikmatan raga, yang baru ketemu, belum apa2, langsung pencet paha dan tetek lalu acara di balik layar; peradaban yang membuat Supermarket, Mal, toko-toko besar, yang kalau engkau seumur hidup tidak pernah memasukinya, engkau tak akan rugi apa-apa sebagai manusia; peradaban di mana industri entertainment, jurnalisme infotainment, menyuguhkan kepadamu berita-berita yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan komitmen terhadap kualitas kemanusiaanmu

maka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu, yang berkata kepadamu: itu semua adalah kegembiraan semu; maka sadarlah, engkau tidak akan dianggap oleh siapa pun meskipun engkau atau siapa pun membikin kebaikan semassal apapun, keindahan semeriah apapun, atau kebenaran sewaspada apapun, tetaplah engkau tidak dianggap!
ketika engkau makin gundah

maka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu, yang memberimu detektor mutu dari keindahan, kebenaran dan kebaikan, yaitu hati nurani dan iman; agar dengan detektor itu, engkau senantiasa merindukan kehidupan kekal bersama Tuhan dan itu jauh lebih menggembirakan ketimbang segala sesuatu yang semu di dalam kehidupan dunia fana.***


(gnb:tmn aries:jkt: sabtu tgl 2 mei, hari pendidikan nasional; puisi ini adalah cintaku kepada kamu semua yang bermartabat mulia yaitu pendidik, guru, ayah dan bunda, saudari dan saudara).

*) Gerard N. Bibang adalah dosen sekaligus penyair kelahiran Manggarai, Flores NTT. Ia adalah penyair yang menabiskan dirinya sebagai petani humaniora. Gerard saat ini berdomisili di Jakarta. 

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Pastikan Arus Barang Kembali Lancar, Menko Airlangga Tinjau Langsung Pengeluaran Barang dan Minta Instansi di Pelabuhan Tanjung Priok Bekerja 24 Jam
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Mendagri Tito Lantik Sekretaris BNPP Zudan Arif Fakrulloh Jadi Pj Gubernur Sulsel
Perayaan puncak HUT DEKRANAS
Kemendagri Tekankan Peran Penting Sekretaris DPRD Jaga Hubungan Harmonis Legislatif dengan Kepala Daerah
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas