INDONEWS.ID

  • Senin, 25/05/2020 10:30 WIB
  • Pengalaman Lebaran: dari Timur Tengah hingga Rusia

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Pengalaman Lebaran: dari Timur Tengah hingga Rusia
M. Wahid Supriyadi adalah Duta Besar RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus (Foto: Ist)

Oleh: M. Wahid Supriyadi*)

Rusia, INDONEWS.ID - Saya bertugas di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab antara tahun 2008-2011. Sebelum berangkat, saya memiliki niat besar untuk belajar Bahasa Arab langsung dari native speaker di negara asalnya.

Sebagaimana kebiasaan di kalangan diplomatik, Dubes yang baru datang akan melakukan couresy call kepada para dubes senior yang datang lebih dulu. Setelah dengan beberapa Dubes ASEAN, saya bertemu dengan Dubes Australia yang sudah lebih 3 tahun bertugas di Abu Dhabi.

Saya kemudian bertanya di mana ada tempat kursus Bahasa Arab yang baik. Di luar dugaan, sambil tertawa dia bilang: ”percuma Wahid, saya dulu Wakil Dubes di Riyadh, dan Bahasa Arab saya cukup lancar. Tetapi setelah lebih dari 3 tahun di sini, saya lupa Bahasa Arab saya, semua orang di sini berbicara Bahasa Inggris”.

Betul kata Dubes Austraia tersebut, UEA mungkin salah satu negara paling maju dan “liberal” di Timur Tengah. Semua petunjuk, nama jalan, kantor pemerintah maupun swasta ditulis dalam Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
Anak-anak Emirat sejak Sekolah Dasar sudah bilingual, artinya Bahasa Inggris bukan sekedar diajarkan tetapi memang dipakai sehari-hari. Akhirnya, saya hanya belajar untuk greetings saja, karena ketika kita mencoba praktek Bahasa Arab, lawan bicara kita langsung menjawabnya pakai Bahasa Inggris.

Tanggal 1 September, kebetulan jatuh dimulainya bulan Ramadhan 2008. Saya membayangkan pasti suasana lebih heboh dibandingkan dengan bulan Ramadhan di Indonesia. Ternyata dugaan saya keliru.

Tidak ada anak-anak muda keliling membangungkan orang untuk sahur, adzan pun terdengar sayup-sayup, tidak ada orang berjualan makanan-makanan di pinggir jalan untuk ta’jil. Mall buka seperti biasa, tidak terlihat orang memborong dalam jumlah yang tidak wajar. Memang ornament-ornamen keagamaan cukup meriah menghiasi pusat-pusat perbelanjaan.

Bulan puasa jatuh pada musim panas, terkadang suhu di atas 40 derajat celcius dan waktu buka pun cukup malam sekitar jam 20.00an. Perkantoran Pemerintah biasanya buka jam 10.00 dan tutup jam 16.00. Praktis irama kerja menurun.

Saya pernah menelpon seorang pejabat di Kemlu sekitar jam 11.00 dan dijawab sekretarisnya “it is too early Ambassador, please call later”. Ketika saya lupa dan kemudian menelon jam 15.00 dijawab “it is too late Ambassador, he has gone home”. Wah, berapa jam kawan itu bekerja setiap harinya, batin saya.

Harap diketahui bahwa sekitar 80% penduduk UEA adalah warga pendatang dan di kantor-kantor baik pemerintah maupun swasta di tingkat menengah bawah banyak diisi orang asing. Itulah makanya, Bahasa Inggris dipakai sebagai bahasa pengantar di negara kaya minyak ini.

Ucapan Eid Mubarak

Datanglah hari yang ditunggu-tunggu umat Islam, 1 syawal, hari kemenangan atau di kita (Indonesia) disebut lebaran. Karena jumlah WNI yang cukup banyak, biasanya KBRI menyelenggarakan sholat Ied di halaman kantor KBRI.

Selesai sholat, dilanjutkan dengan halal bi halal ala Indonesia dan makan bersama dengan menu khas lebaran seperti opor ayam, ketupat, sate, rendang dll. Raja biasanya menyelenggarakan open house dan para Dubes diberikan waktu khusus yang diatur secara rapi oleh protokol Istana.

Namun di masyaralat umum, tidak saya lihat acara halal bi halal, dan tidak ada ucapan “Minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir batin” Mereka cukup mengucapkan “Eid Mubarak”. Tidak juga ada acara saling kunjung atau mudik, arus lalu lintas normal-normal saja.

Di Rusia, mungkin kita maklum karena walaupun Islam merupakan agama terbesar kedua namun jumlahnya hanya sekitar 14% dari jumlah penduduk atau sekitar 24 juta.

Dari jumlah ini, sebenarnya penduduk Muslim terbesar di Eropa ada di Rusia. Di Moskow, suasana Ramadhan secara umum biasa-biasa saja, namun di beberapa masjid terlihat keramaian menjelang buka karena masjid-masjid di Rusia juga menyediakan takjil.

Terdapat masjid megah bernama Cathedral Mosque, yang dapat menampung sekitar 10 ribu jamaah. Pada saat sholat Jum’at biasanya dihadiri sekitar 15 ribu, artinya sekitar 5000 orang sholat di luar masjid.

Pada sholat Idul Fitri dan Idhul Adha masjid dan sekitarnya dapat dipenuhi antara 150 ribu sampai 200 ribuan sehingga beberapa jalan ditutup dan dijaga polisi.

Ada juga satu acara besar yang diselengrakan setiap tahun yaitu Tenda Ramadhan yang selalu dihadiri oleh Presiden Republik Tatarstan, Rustam Minnikanov, sebuah negara bagian semi otonomi yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Saya pun selalu diundang dengan beberapa staf dan diminta untuk memberikan sambutan.

Suasana Ramadhan akan terasa khusus di beberapa negara bagian lain yang mayoritas penduduknya Muslim seperti Bashkortostan, Dagestan, Chechnya, Ingush dll.

Namun tetap saja tidak dijumpai kelompok pemuda yang keliling membangunkan orang untuk sahur dengan menabuh instrumen atau bunyi-buynian lain karena hal ini justru dianggap menganggu karena jadwal sholat sudah jelas dan orang bisa menggunakan alarm.

Saya juga tidak menemukan ucapan “Minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir batin”. Sepertinya ucapan ini hanya ada di Indonesia. Tidak juga ada istilah mudik dan jalanan seperti biasa.

Corona virus telah mengubah tatanan kehidupan manusia di seluruh dunia. Ini tentunya juga berpegaruh terhadap umat Islam, termasuk Rusia, khususnya dalam menyikapi kegiatan sholat tarawih dan sholat Idul Fitri.

Corona virus masuk Rusia sebenarnya terjadi pada akhir Februari yang lalu dan Pemerintah Rusia segera menutup perbatasannya deng RRT. Namun pertumbuhannya begitu cepat mulai pertengahan Maret dan sampai tanggal 24 Mei jumlah yang terinfeksi sudah mencapai 335.882, dengan jumlah meninggal 3.388 (kurang 1%).

Hal ini menempatkan Rusia di posisi ketiga terbesar setelah AS dan Brazil dalam hal jumlah warga negara yang terinfeksi virus ematikan tersebut.

Sejak 28 Maret Pemerintah Rusia menerapkan non-working holiday diikuti dengan partial lockdown yang terus diperpanjang sampai 31 Mei. Dengan kondisi ini, maka pergerakan penduduk dibatasi, kantor-kantor menerapkan working from home, sekolah melalui on line, pusat-pusat perbelanjaan ditutup, demikian juga café/restoran kecuali yang melayani delivery saja. Supermarket kecil yang menjual barang kebutuhan dan apotik tetap buka namun harus menerapkan protocol covid-19, misalnya dengan mengenakan masker dan sarung tangan.

Masyarakat yang perlu bepergian lebih dari 100 meter harus meminta ijin melalui aplikasi on line dengan mengisi data-data dan alasan perjalan. Bagi yang terindikasi positif dan harus isolasi diri, mereka akan dimonitor melalui handphone dan jika melanggar akan didenda sesuai tingkat pelanggaran.

Ketua Dewan Mufti Rusia, Sheikh Ravil Gaynutdin, mengikuti aturan pemerintah, telah mengeluarkan edaran menjelang datangnya bulan Ramadhan agar umat Muslim Rusia tidak menyelenggarakan sholat berjamaah di masjid-masjid, melaksanakan sholat tarawih dan sholat Idul Fitri di rumah masing-masing.

Acara Tenda Ramadhan yang merupakan acara tahunan juga dibatalkan. Tidak ada protes, sepertinya masyarakat memahani bahwa himbauan yang dikeluarkan oleh Kantor Dewan Mufti adalah demi melindungi kepentingan yang lebih luas yaitu keselamatan warga.

Corona virus bisa menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Tercatat PM Rusia Mikhail Mishustin, 3 orang menteri dan 2 pejabat senior termasuk Jubir Kremlin pun terinfeksi covid-19. Bahkan terakhir Pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov pun dikabarkan terkena virus tersebut dan saat ini dirawat di Moskow setelah diterbangkan dengan pesawat ambulan khusus dari Grozny, ibu kota Chechnya.

Untuk tetap menjaga komunikasi dan tali silaturahmi, KBRI Moskow akhirnya menyelenggarakan halal bi halal secara virtual. Barangkali ini lebih baik daripada menanggung resiko yang lebih besar.

Suasana KBRI kali ini senyap, padahal biasanya antara 400-500 datang dari berbagai negara bagian untuk datang ke Moskow melepas rindu kepada sesama warga Indonesia dan menikmati makanan khas lebaran yang bagi kebanyakan warga Indonesia di Rusia merupakan barang mewah. Maklum jumlah restoran yang menjual masakan Indonesia masih bisa dihitung dengan jari.

Moskow, 24 Mei 2020.

*) M. Wahid Supriyadi adalah Duta Besar RI untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus.

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur, Ada Alumni SMAN 3 Teladan Jakarta
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas