Jakarta, INDONEWS.ID - Mantan Kepala Badan Reserse Krimininal (Kabareskrim) Komjen Pol (Purn) Dr. Anang Iskandar mengatakan undang-undang narkotika di Indonesia sifatnya pemaaf. Menurutnya, UU Narkotika Indonesia mengedepankan rehabilitasi bagi penyalahguna.
Sebelumnya, Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) Selatan Irjen Eko Indra Heri (15/6/2020) membuka pos "pengakuan dosa" bagi anggotanya yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Hasilnya, sebanyak 240 anggota Polda Sumsel terlibat dan akan menjalani proses rehabiltasi.
"Langkah polda Sumetara Selatan sangat tepat, itu memang tujuan undang-undang narkotika. Saya mengapresiasi setinggi-tingginya, kepada Polda Sumsel," kata Anang dalam Webininar bertajuk "Pengakuan Dosa Ratusan Polisi Terjerat Narkoba" yang digelar pada Kamis (16/7/2020).
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional periode 1012-2016 itu menjelaskan langkah Kapolda merehabilitasi anggotanya yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba sangat dimungkinkan oleh UU Narkotika. Namun dengan catatan, tambah Anang, orang yang bersangkutan sadar dan mengaku salah serta ingin sembuh. Jadi, selanjutnya pengalahguna itu harus melapor ke Institusi Penerima Wajib lapor (IPWL)
"Rehabilitasi itu menurut UU memang dimungkinkan untuk diberikan maaf oleh Kapolda, sebab UU Narkotika kita adalah UU yang pemaaf. Jadi, seorang penyalahguna yang mengaku dosa, mengaku salah itu dimaafkan. Namun dengan catatan, setelah dimaafkan, yang bersangkutan harus melapor ke IPWL atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh menteri kesehatan," tutur mantan Kapolda Jambi ini.
Lebih lanjut Anang menjelaskan, Polisi, Jaksa dan Hakim harus memaafkan penyalahguna narkotika sebab itu merupakan perintah UU Narkotika. Bahwa jika penyalahguna melaporkan dirinya ke IPWL untuk sembuh atau dirawat, maka ia dibebaskan dari hukuman pidana.
"Polisi, Jaksa dan Hakim, harus memaafkan penyalah guna narkotika. Karena apa UUnya, kalo dia melaporkan dirinya ke IPWL untuk sembuh, atau dirawat itu dia tidak untuk dipidana. Artinya dia tidak dituntut pidana meskipun ia seorang kriminal. Jadi mereka bukan kriminal yang harus dihukum penjara, meski secara hukum narkotika ia salah," terang Anang.
Gubernur Akpol 2012 ini menambahkan, tinggal sekarang pekerjaan rumah atau PRnya adalah apakah polisi atau masyarakat yang menjadi penyalahguna narkoba itu sudah memaafkan dirinya atau belum.
Mantan Kepala Divisi Humas Polri ini juga menegaskan, mengacu pada pesan UU Narkotika, seorang penyalahguna juga dimaafkan jika ditangkap dan dibawa ke pengadilan namun tak mau ditahan. Menurutnya, penahanan itu tidak memenuhi syarat. Apalagi dihukum secara kumulatif dengan pengedar.
"Dan tidak boleh dituntut secara kumulatif dengan pengedar atau subsideritas dengan pengedar. Itu tidak boleh, karena bertentangan dengan tujuan UU Narkotika," jelas Anang.
Namun, Anang mengaku, penerapan UU Narkotika memang rumit. Sebab selain mempertimbangkan pendekatan hukum oleh penegak hukum, juga mempertimbangkan pendekatan kesehatan oleh kemenkes yang dikoordinir oleh BNN. Jadi pananganan penyalahgunaan narkotika itu harus secara rehabilitatif, bukan represif.
Lebih jauh Anang menambahkna, langkah yang diambil oleh Polda Sumsel dapat menjadi role model bagi daerah lainnya di Indonesia. Sebab menurutnya, prinsip dasarnya adalah dengan mengacu pada pesan dan bunyi UU Narkotika yang sifatnya rehabilitatif, bukan represif.
Menurutnya, langkah yang diambil Polda Sumatera Selatan merupakan langkah yang dicita-citakan Undang-Undang Narkotika. Sehingga, Anang berharap, ke depannya, akan semakin banyak Polda lain di seluruh Indonesia yang membuka pos pengakuan dosa bagi penyalahguna narkotika.
Sebelumnya, Sebanyak 240 anggota polisi yang betugas di lingkup wilayah hukum Sumatera Selatan terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.
Hal tersebut diketahui setelah 240 anggota itu mengirimkan surat "pengakuan dosa" yang diminta langsung oleh Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri pada 15 Juni 2020 lalu.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Selatan Kombes Supriadi mengatakan, 240 anggota yang telah mengirimkan surat tersebut nantinya akan didata untuk menjalani proses rehabilitasi.*(Rikard Djegadut).