Jakarta, INDONEWS.ID – Muncul dua pendapat terkait dengan pelaksanaan pilkada serentak 2020. Ada pihak yang menginginkan agar pelaksanaan pilkada serentak ini ditunda. Pasalnya, hal ini dikuatirkan pilkada akan menjadi kluster baru. Apalagi saat ini, kata mereka, pemerintah belum bisa mengendalikan pandemi tersebut.
Kedua, kelompok yang menginginkan agar pelaksaan pilkada diteruskan. Kelompok ini misalnya diwakili oleh anggota komisi II DPR RI. Menurut DPR, penundaan pilkada tersebut sudah dilakukan sebelumnya. Lagi pula, menurut DPR, pelaksanaan pilkada serentak terus dilakukan dengan syarat protokol kesehatan yang ketat.
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mengatakan, pilkada tidak harus ditunda. Karena belum ada ilmuwan yang memastikan kapan pandemi ini berakhir.
“Pilkada haruskah ditunda? Saya termasuk yang berpendapat bahwa Pilkada tidak perlu ditunda karena belum ada ilmuan dan atau negarawan di Dunia yang memastikan kapan persoalan Covid-19 dapat terkendali atau berakhir,” ujar Emrus melalui pernyataan pers di Jakarta, Rabu(23/9).
Komunikolog ini mengatakan, jika memang ada temuan dan atau pandangan yang memperkirakan mendekati kepastian bahwa kasus Covid-19 dapat berakhir pada beberapa bulan ke depan, tidak sampai Desember 2021, misalnya, ide penundaan Pilkada sangat rasional.
“Tetapi, jika belum ada kepastian, penundaan Pilkada dapat menimbulkan masalah baru lainnya, antara lain penanganan Covid-19 di daerah berpotensi terganggu karena kurang kondusifnya dinamika politik di daerah-daerah yang seharusnnya melakukan Pilkada 2020 ini,” ujarnya.
Karena itu, Emrus mengajak agar wacana publik lebih memperbincangkan solusinya. Menurutnya, setidaknya ada dua solusi yang simultan dilakukan mencegah kemungkinan munculnya kluster baru penyebaran Covid-19 terkait dengan Pilkada.
Pertama, perlu menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat terkait dengan protokol kesehatan yang dirumuskan dengan bagus oleh pemerintah.
Dari aspek ilmu komunikasi, peningkatan jumlah kasus Covid-19 hingga kini di tanah air lebih disebabkan kurangnya kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat mengenai kasus Covid-19. Sebab, penyebaran Covid-19 dari manusia ke manusia lain.
“Karena itu, sudah saatnya pemerintah di semua jenjang membuat Strategi Komunikasi Promosi Kesehatan secara nasional hingga pada tingkat keluarga yang terukur dan dilakukan secara masif, terstruktur, sistematis, berkelanjutan dengan berbagai kemasan pesan inovatif, kreatif, persuasi untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku setiap individu di masyarakat,” ujarnya.
Kedua, para ketua umum parpol perlu melakukan pertemuan merumuskan kesepakatan tidak menggelar kampanye langsung, tetapi menggunakan media komunikasi, termasuk sosial media sebagaimana acapkali saya sampaikan di ruang publik.
“Usulan saya tentang tidak menggelar kampanye langsung, bisa dilihat di berbagai media,” pungkasnya. (Very)