INDONEWS.ID

  • Kamis, 01/10/2020 16:30 WIB
  • Menyikapi Rencana Mogok Nasional Buruh: Sabotase Ekonomi?

  • Oleh :
    • indonews
Menyikapi Rencana Mogok Nasional Buruh: Sabotase Ekonomi?
Massa dukung omnibus law melakukan aksi di Monas bersamaan dengan Aksi 212. (FOTO: detikcom)

 

Oleh: Airla *)

Baca juga : Lampu Merah Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat: Copot Menko Perekonomian Airlangga Hartarto

INDONEWS.ID -- KSPI, KSPSI AGN, serta perwakilan 32 federasi serikat pekerja. Di antaranya beberapa federasi yang tergabung dalam KSPSI pimpinan Yorrys seperti SP LEM. Termasuk aliansi serikat pekerja seperti GEKANAS (Gerakan Kesejahteraan Nasional) yang beranggotakan 17 federasi. Mogok nasional akan dilakukan secara konstitusional dengan tertib dan damai, direncanakan akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut, dimulai pada tanggal 6 Oktober 2020 dan diakhiri pada saat sidang paripurna yang membahas RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020.

“Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi. Di mana para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan,” ujar Said Iqbal.

“Dasar hukum secara konstitusional mogok nasional ini adalah menggunakan dua undang-undang, yaitu UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (Demonstrasi) dan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Para buruh tentu akan mengikuti prosedur dari dua undang-undang tersebut,” lanjutnya.

Mogok nasional dengan menyetop produksi ini akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Melibatkan beberapa sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain.

Mogok nasional ini dilakukan sebagai bentuk protes buruh Indonesia terhadap pembahasan RUU Cipta Kerja yang dinilai lebih menguntungkan pengusaha. Misalnya dibebaskannya penggunaan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu, dihilangkannya UMSK, hingga pengurangan nilai pesangon.

Sebagai pra mogok nasional, buruh Indonesia juga berencana melakukan aksi unjuk rasa setiap hari yang pelaksanaannya direncanakan akan dimulai tanggal 29 September hingga 8 Oktober 2020. Selain itu, bersama dengan elemen yang lain, buruh juga akan melakukan aksi nasional serentak di seluruh Indonesia yang direncanakan tanggal 1 Oktober dan 8 Oktober. Di Ibukota, sasaran aksi buruh adalah Istana Negara, Kantor Menko Perekonomian, Kantor Menteri Ketenagakerjaan, dan DPR RI. Sedangkan di daerah, aksi akan dipusatkan di kantor Gubernur atau DPRD setempat.

Secara bersamaan, saat sidang paripurna untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020, selain mogok nasional menghentikan proses produksi di tingkat pabrik, puluhan ribu buruh se-Jawa juga akan melakukan demonstrasi di Gedung DPR RI selama berlangsungnya sidang paripurna.

Menurut penulis, rencana aksi unjuk rasa 1,2, 5, 6,7, dan 8 Oktober 2020 termasuk mogok nasional adalah tindakan yang emosional, kurang rasional dan cenderung memperparah kondisi ekonomi nasional yang nampaknya sudah masuk dalam resesi. Penulis juga berpendapat sebaiknya pemilik perusahaan memberikan sanksi kepada para buruhnya yang melakukan mogok kerja nasional karena mengganggu rantai operasional perusahaan, menjatuhkan image perusahaan, hubungan perusahaan dengan pemerintah akan memburuk, karena sudah pasti perusahaan-perusahaan yang membolehkan buruhnya berunjuk rasa akan dipetakan dan dipantau oleh aparat negara, termasuk akan mengurangi outcome perusahaan bahkan mengganggu penerimaan negara dari sektor pajak.

Jika yang diprotes atau menjadi dasar unjuk rasa dan mogok kerja nasional elemen buruh akan menolak kluster ketenagakerjaan, sebenarnya terlalu dipaksakan karena banyak pasal-pasal dalam kluster ini masih mengadopsi UU existing. Disamping itu, unjuk rasa yang berkelanjutan akan menciptakan kluster baru Covid-19 dan akan merugikan elemen buruh terutama mereka yang kurang mengerti apa “scenario dan keuntungan” pragmatis dan ekonomis dibalik semuanya. Bahkan akan menjadi runyam jika unjuk rasa dan mogok nasionalnya akhirnya dikategorikan sebagai tindakan sabotase ekonomi nasional, wah semakin panjang ceritanya nanti.

*) Penulis adalah pemerhati gerakan buruh.

Artikel Terkait
Lampu Merah Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat: Copot Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
Artikel Terkini
Kisah AO PNM Mekaar, Keluar Zona Nyaman untuk Beri Kenyamanan Keluarga
Paskah 2024, ASN DKI Jakarta Berwisata Bersama 500 Anak Panti Asuhan
Banjir Rendam Satu Desa di Subulussalam, Aceh
Dansatgas Yonif 742/SWY Kunjungi Salah Satu SD Darurat di Perbatasan RI-RDTL
Kawal Pemerintahan Baru, Tokoh Lintas Agama: Jika Ada Kurang-kurangnya Kita Perbaiki
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas