INDONEWS.ID

  • Senin, 16/11/2020 10:59 WIB
  • Tanggapi RUU Minol, Kriminolog Ungkap Penyebab Angka Kriminalitas Tinggi

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Tanggapi RUU Minol, Kriminolog Ungkap Penyebab Angka Kriminalitas Tinggi
Minuman keras tradisional Sophia dari Nusa Tenggara Timur (NTT), kini mulai dijual di pasaran. Miras berkadar alkohol 40 persen itu mulai dijual, setelah sebelumnya resmi diluncurkan oleh Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang di UPT Laboratorium Riset Terpadu Biosain Undana, pada Juni 2019 lalu.

Jakarta, INDONEWS.ID - Kriminolog sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan menegaskan RUU terkait larangan minuman alkohol belum tertalu penting dan mendesak. Sebab, kata Edi, masih banyak aturan yang seharusnya menjadi prioritas DPR dalam Prolegnas 2020. 

Diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) larangan Minuman Beralkohol (Minol) yang diusulkan Fraksi PPP, Fraksi PKS, dan Fraksi Gerindra, menuai pro dan kontra di masyarakat. Beberapa pihak menganggap RUU tersebut belum terlalu urgensi jika digulirkan pada saat ini.

"Kalau kita melihat belum ada hal mendesak terhadap RUU Minol. Saya menyarankan dan minta DPR memberikan fokus kepada RUU yang menjadi prioritas, yang menyangkut kebutuhan masyarakat," ujar Edi mengutip Okezone, Senin (16/11/2020).

Edi membantah terkait klaim yang mengatakan alkohol menjadi faktor terbesar tingginya angka kriminalitas di sejumlah daerah di Indonesia. Menurut Edi, faktor terbesar tingginya angka kriminalitas di Indonesia, karena segi ekonomi yang tidak tercukupi, bukan alkohol.

"Ada pandangan alkohol bisa meningkatkan kriminalitas, tidak semuanya benar. Pandangan kami, kriminalitas tinggi lebih disebakan karena faktor ekonomi," tegasnya.

Berdasarkan hasil kajian Lemkapi, kata Edi, sangat kecil faktor alkohol jadi pemicu tingginya angka kriminalitas. Justru, sambungnya, faktor terbesar tingginya angka kriminalitas berkaitan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

"Hasil penelitian kami, faktor alkohol itu ada, tapi sangat kecil. Hanya 6% yang menyebut melakukan kejahatan karena miras. Yang paling besar adalah masalah ekonomi. Sekitar 57% faktor ekonomi, dan faktor lainnya adalah faktor peluang, pergaulan dan tidak memiliki pekerjaan," pungkasnya.*(Rikard Djegadut).

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Pastikan Arus Barang Kembali Lancar, Menko Airlangga Tinjau Langsung Pengeluaran Barang dan Minta Instansi di Pelabuhan Tanjung Priok Bekerja 24 Jam
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Mendagri Tito Lantik Sekretaris BNPP Zudan Arif Fakrulloh Jadi Pj Gubernur Sulsel
Perayaan puncak HUT DEKRANAS
Kemendagri Tekankan Peran Penting Sekretaris DPRD Jaga Hubungan Harmonis Legislatif dengan Kepala Daerah
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas