INDONEWS.ID

  • Sabtu, 02/01/2021 13:01 WIB
  • Ada Bukti Baru (Novum) dalam Kasus Dugaan Fiktif Apartemen Sky High yang Rugikan KOAPGI Miliaran Rupiah

  • Oleh :
    • very
Ada Bukti Baru (Novum) dalam Kasus Dugaan Fiktif Apartemen Sky High yang Rugikan KOAPGI Miliaran Rupiah
Direktur Utama PT. Satiri Jaya Utama, HS (kiri) dalam penandatanganan MoU dengan BRI. (Foto: Ist)

Tangsel, INDONEWS.ID -- Rimond Barkah Sukandi didampingi kuasa hukum Gan-Gan R.A, dari kantor Gufroni & Partner, membeberkan kronologis duduk perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang diduga dilakukan oleh Direktur Utama PT. Satiri Jaya Utama, HS.

Ketua Koperasi Awak Pesawat Garuda Indonesia (Koapgi) itu, kepada media, menceritakan proyek fiktif pembangunan Apartemen Sky High Tower yang menyebabkan kerugian materiil dan imateriil besar bagi Koapgi.

Baca juga : PNM Terus Bekali Nasabah dengan Teknologi Digital

“Awalnya tahun 2017 dengan niat baik dan bertujuan untuk menekan anggaran operasional awak pesawat Garuda Indonesia, saya selaku Ketua Koapgi, akhirnya mengikatkan diri dalam perjanjian untuk memasarkan unit Apartemen Sky High Tower yang berlokasi di Cipondoh, Kota Tangerang kepada anggota Koapgi, setelah Herman Sumiati memperlihatkan jaminan pembiayaan pembangunan apartemen dari lembaga perbankan, yakni Akta Perjanjian Kerjasama antara Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan PT Satiri Jaya Utama tentang Pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen,” ujar Rimond Barkah Sukandi, didampingi staff anggota Koperasi dan Kuasa Hukum, Rabu (30/12/20).

Rimond menambahkan bahwa awak pesawat Garuda Indonesia yang merupakan anggota Koapgi di akhir tahun 2017 saat itu membeli 82 unit apartemen tersebut dengan sistem pembayaran tunai keras yang sebagian besar di-cover pembayarannya oleh Koapgi dengan total transaksi sekitar kurang lebih di atas 20 miliar rupiah.

Baca juga : Dianggap "Lahan Tak Bertuan", Sekolah Sering Jadi Tempat Penyemaian Ideologi Radikal

 

Tergiur Bujuk Rayu

Baca juga : Kemendagri Ajak Pemda Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045

Dijelaskannya bahwa kasus ini bermula pada tanggal 17 November 2017. Ketua Koapgi atas bujuk rayu HS akhirnya mengikatkan diri dalam Surat Perjanjian Kerjasama dengan HS bertindak selaku Direktur Utama PT. Satiri Jaya Utama untuk memasarkan unit Apartemen Sky High Tower, berlokasi di Jl. KH. Ahmad Dahlan, Petir, Cipondoh, Kota Tangerang.

HS kepada Rimond Barkah Sukandi mengklaim memiliki jaminan pembiayaan dari perbankan dan menyampaikan telah terbit akta Perjanjian Kerjasama antara PT. Bank Rakyat Indonesia (Perseroan) Tbk dengan Direktur Utama PT. Satiri Jaya Utama tentang Pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen Nomor: 36 tanggal 12 Juni 2017 yang dibuat dihadapan Notaris Dr. Tintin Surtini, SH., MH., M.Kn.

Pemberian fasilitas kredit pemilikan apartemen dari BRI tersebut ternyata kemudian tidak dapat disetujui karena PT. Satiri Jaya Utama dalam kapasitasnya sebagai pengembang tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

“Tentunya, hal ini menimbulkan preseden buruk dan patut diduga terjadi persekongkolan jahat antara HS dengan pihak terkait atas terbitnya akta otentik tersebut,” jelasnya seperti dikutip POROSNEWS.COM.

PT. Satiri Jaya Utama diduga ketika mengikatkan diri dalam Surat Perjanjian Kerjasama dengan Koapgi tidak memiliki kepastian status kepemilikan tanah, tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan tidak memiliki izin pendukung lainnya dalam kapasitasnya sebagai developer.

PT. Satiri Jaya Utama diduga telah memberikan keterangan palsu atas terbitnya akta Perjanjian Kerjasama dengan BRI tentang pemberian fasilitas kredit pemilikan apartemen dan menggunakan akta Perjanjian Kerjasama dengan BRI tersebut sebagai “barang dagangan” untuk meyakinkan Koapgi agar bersepakat dan melakukan transaksi 82 unit Apartemen Sky High Tower dengan Pemesan Unit melalui terbitnya Surat Penegasan dan Persetujuan Pemesanan Unit (Surat P3U) yang dibuat dihadapan Notaris Charles Hermawan, SH.

“Pasca terbitnya Surat P3U tanggal 03 September 2017 Koapgi dan Pemesan Unit menyetorkan sejumlah uang sebesar Rp17.735.890.134,- (belum termasuk pembayaran dari pemesan unit tunai keras) ke rekening Bank Rakyat Indonesia atas nama PT. Satiri Jaya Utama untuk pembayaran transaksi 82 unit Apartemen Sky High Tower yang tidak pernah berwujud hingga bulan Desember 2020 ini,” paparnya.

Berdasarkan Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun ditegaskan bahwa proses jual beli unit sebelum pengembang menyelesaikan pembangunan rumah susun dapat dilakukan melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dihadapan notaris.

Surat P3U tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan harus dinyatakan batal demi hukum. Adapun PPJB dapat diproses setelah pengembang memenuhi persyaratan kepastian atas status kepemilikan tanah, kepemilikan IMB, ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum, keterbangunan paling sedikit 20% dan hal yang diperjanjikan.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun sesungguhnnya HS yang bertindak selaku Direktur Utama PT. Satiri Jaya Utama tidak bisa melepaskan diri dari jeratan hukum pidana. Disamping Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, HS pun dapat dijerat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kasawan Pemukiman serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Namun hingga kini, hingga di penghujung tahun 2020 dan memasuki awal tahun 2021, Apartemen Sky High Tower tidak pernah berwujud, PT. Satiri Jaya Utama tidak pernah peduli dengan nasib para pemesan unit dan beban keuangan Koapgi yang harus membayar cicilan kepada Bank Mandiri yang menjadi sumber pembiayaan transaksi 82 unit Apartemen Sky High. Bahkan HS kembali ingkar janji untuk mengembalikan sejumlah dana yang akan dikembalikan di bulan Desember 2020,” ujarnya.

 

Dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya

Dikarenakan mulai tercium itikad tidak baik yang dilakukan PT. Satiri Jaya Utama dan diperkuat berdasarkan fakta serta alat bukti, pada Agustus 2019 Rimond melaporkan HS ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya dengan Laporan Polisi Nomor: LP/5141/VIII/2019/PMJ/Ditreskrimum tanggal 20 Agustus 2019 dan pada tanggal 6 Mei 2020 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/2012/V/2020/Ditreskrimum penyidik menetapkan status HS sebagai Tersangka.

“Selang 1 bulan setelah ditetapkannya Dirut PT. Satiri Jaya Utama, yakni HS oleh penyidik, lalu terbitlah Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang melepaskan HS dari jeratan pidana. Padahal berdasarkan alat bukti, perbuatan HS sudah memenuhi unsur atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan atas proyek fiktif Apartemen Sky High,” ujar Gan-Gan R.A, tim Kuasa Hukum Koperasi Awak Pesawat Garuda dan 29 pemesan unit apartemen yang ditunjuk Rimond dan para pemesan unit setelah terbitnya SP3.

Gang Gan sebagai kuasa hukum Koapgi menegaskan, “Mens rea (niat jahat) dan dolus (kesengajaan) sudah sangat terasa di tahap awal perencanaan proyek fiktif ini. Setelah kami mengkaji dan menganalisa berdasarkan fakta dan dokumen pendukung lainnya. Diduga kuat HS bersekongkol dengan oknum Direksi BRI dan juga Notaris di balik terbitnya Akta Perjanjian Kerjasama antara BRI dengan PT. Satiri Jaya Utama tentang Pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen. Perlu diketahui, sejak awal bahwa PT. Satiri Jaya Utama tidak memiliki kepastian atas status kepemilikan tanah,” ungkapnya.

Dalam perjalanannya, tanah yang selama ini diklaim HS sesungguhnya adalah milik Haji Agam Nugraha Subagdja, dan baru terbit Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di tanggal 22 September 2017 yang kemudian pada tanggal 07 November 2018 terbit Pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dikarenakan HS lalai dalam menjalankan kewajibannya, sedangkan Akta Perjanjian Kerjasama antara BRI dengan PT Satiri Jaya Utama terbit tanggal 12 Juni 2017.

“Ini akan menjadi salah satu bukti baru (novum) untuk membuka SP3 yang diduga cacat hukum. Sampai ke lubang semut pun HS akan terus kami kejar untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya hingga PT Satiri Jaya Utama mengembalikan sejumlah uang yang sudah dibayarkan klien kami berikut dengan kerugian imateriil yang menjadi hak hukum klien kami, dan kami akan sangkakan juga kepada HS atas pasal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU),” pungkasnya. (*)

 

Artikel Terkait
PNM Terus Bekali Nasabah dengan Teknologi Digital
Dianggap "Lahan Tak Bertuan", Sekolah Sering Jadi Tempat Penyemaian Ideologi Radikal
Kemendagri Ajak Pemda Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045
Artikel Terkini
PNM Terus Bekali Nasabah dengan Teknologi Digital
Hari Ulang Tahun ke 15 Kabupaten Maybrat Diwarnai Peluncuran Program PAITUA
Bupati Tanah Datar Serahkan Santunan BPJS Ketenagakerjaan
Dianggap "Lahan Tak Bertuan", Sekolah Sering Jadi Tempat Penyemaian Ideologi Radikal
Kunker ke Halmahera Timur, Kepala BSKDN Beberkan Strategi Menjaga Keberlanjutan Inovasi
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas