INDONEWS.ID

  • Selasa, 02/02/2021 16:59 WIB
  • Nobel dan Kudeta Myanmar

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Nobel dan Kudeta Myanmar
Foto ketika Jendral Min Aung Hlaing masih tunduk pada Aung San Suu Kyi yang sejak 1 Februari 2021 ditahan oleh junta militer yang berkuasa sejak 1962

Christianto Wibisono, Pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia (PBDI)

Opini, INDONEWS.ID - Alfred Nobel wafat 10 Des 1896 tapi wakaf yang memberikan hadiah Nobel baru diadakan 1901 tahun kelahiran Bung Karno.Merenungkan nasib Myanmar dan menelusuri sejarah empiris pendiri Angkatan Perang Burma serta calon PM terpilih pemilu 1946 Bogyoke (ini panggilan akrab Bung) Aung San, kita melihat Karma politik kedua nation states yang mirip.

Hanya berbeda actor, waktu tapi skenarionya adalah kudeta melecehkan pemilu yang demokratis. Partai Aung San Suu Kyi NLD menang pemilu 8 November 2020 dengan 396 dari 476, 83% naik dari 70% 2015 mengalahkan partai junta militer Union Solidarity and Development Party (USDP), hanya 33 kursi.Hari Senin 1 Feb 2021 General Min Aung Hlaing lahir 3 Juni 1956 yang Pangab sejak 30 Mar 2011, pension Juli 2021 menunjuk cawapres militer Myint Swe setelah menahan Presiden Win Myint Aksi kudeta diawali demo pro militer 27 Jan 2021.

Kanan adalah ayahanda Aung San Suu Kei, Bogyoke (Bung) Aung San dan mantan PM Burma 11940-1942) sebelum merdeka U Saw yang dituduh otak penembakan Aung San dan 6 menteri kabinet pada 19 Juli 1947 dan di eksekusi 4 Mei 1948. Foto ketika Jendral Min Aung Hlaing masih tunduk pada Aung San Suu Kyi yang sejak 1 Februari 2021 ditahan oleh junta militer yang berkuasa sejak 1962-

Sejarah Birma sejak dijajah Ingris 31 Januari 1862 sampai merdeka 4 Januari 1948 Konstitusi 1 Union of Burma 1947 model Yugoslavia Maung Ohn 5 Swa valid 1948-1962, lalu dikup oleh Jendral Ne Win dan penerusnya hingga 2016 baru Kembali ke demokrasi dengan pemilu yang dimenangkan NLD partai Aung San Suu Kyi yang baru memenangkan pemilu terakhir 8 Nov 2020 dan dikup 31 Januari 2021.

1. Sao Shwe Thaik (1895-1962) 4 Jan 1948-16 Mar 1952 Anti Fascist People’s Freedom League (APFL)

2. Ba U(1887- 1963) 16 Mar 952 – 13 Mar 1957 - APFL

3. Win Maung (1916-1989) 13 Mar 1957 – 2 Mar 1962 APFL

4. Jendral Ne Win (1911-2002) kudeta 2 Mar 1962- 9 Nov 1981,19 t 252 h

5. San Yu (1918-1996) 9 Nov 1981 – 27 Jul 1988

6. Sein Lwin (1923-2004) 27 Jul 1988 -12 Aug 1988 plt 18 hari

7. Aye Ko (1921-2009) 12/8-19/8 plt 7 hari

8. Maung Maung (1925-1994) 19/8/88-18/9/88; 30 hari dikudeta

9. Saw Maung Ketua SLORC (12/5/28-24/7/97+); 18/9/88-23/4/92

10. Than Shwe Ketua SPDC * 1933, 23/4/1992-30/3/2011,18 t 341 h

11. Thein Sein lahir 20/4/1944; 30/3/2011-30/3/2016 USDP

12. Htin Kyaw NLD lahir 1946, 30/3/2016 -21/3/2018 NLD

13. Win Myint NLD lahir 8 Nov 1951, 30/3/2018 – 1/2/2021; 2 th 308 hari, kudeta jendral Min

14. Myint Swe USDP lahir 1951, 1 Feb 2021 Aung San Suu Kyi lahir 19 Juni 1945 menikah dengan Michael Aris (1972-1999) memperoleh hadiah Nobel Perdamaian 1991 dan sejak 2016 menjabat State Counselor setara PM.

Junta militer Burma memakai alasan pasangan Suu Kyi bukan warganegara Burma, tapi WN asing Inggris maka Suu Kyi tidak bisa jadi presiden.

Sejarah kudeta Myanmar sangat mirip Indonesia sebab Ne Win yang mengkup PM pertama Birma pengganti Aung San yang terbunuh di 1947 pada tahun 1962 merasa “keki” kok bisa kalah habit dari Soeharto yang belum dikenal waktu itu.

1962 ketika Bung Karno dalam puncak kinerja karena memenangkan Irian Barat tanpa perang hingga sebetulnya layak dapat Nobel Perdamaian.

Sayang karena konfrontasi dengan Malaysia 1963 maka hadiah itu melayang ke Linus Pauling 1962 dan Palang Merah Internasional dan Liga Palang Merah Sedunia 1963.

Maka Ne Win dan korps jendral Birma sangat rajin belajar ilmu Kopkamtib. Menjiplak Indonesia, Jendral Saw Maung 1988 membentuk SLORC State Law and Order Revolutionary Council padahal justru Indonesia melunakkan Kopkamtib jadi Bakostanas.

Pengganti Saw Maung, yang akan berkuasa sbg presiden terlama ke-2 setelah Ne Win, Than Shwe mengganti SLORC jadi SPDC State Peace & Development Council sejak 1977 dan membubarkan pada 30 Maret 2011.

Militer Myanmar sama dengan Thailand masih sangat tergiur untuk intervensi politik sedang Indonesia lebih “subtle” dalam mengakhiri secara elegan dikotomi sipl militer yang juga dialami sejak semi kudeta 17 Oktober 1952, 1966 dan 1998.

Semoga tantangan eksistensial masalah intoleransi dan dikotomi Syariah sekuler tidak menjadi pintu masuk “intervensi militer” karena “supremasi sipil” impoten dan layo membangun Indonesia atau malah membahayakan eksistensi Republik.*

 

 

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur, Ada Alumni SMAN 3 Teladan Jakarta
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas