INDONEWS.ID

  • Senin, 08/02/2021 13:15 WIB
  • Ingkatkan Kemungkinan Kenaikan Harga Pangan, Rizal Rami Sudah Lama Sarankan Pemerintah Fokus Genjot Produksi Pangan

  • Oleh :
    • very
Ingkatkan Kemungkinan Kenaikan Harga Pangan, Rizal Rami Sudah Lama Sarankan Pemerintah Fokus Genjot Produksi Pangan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meninjau pengembangan lumbung pangan atau food estate di Kalimantan Tengah di atas lahan seluas 30 ribu hektare (Ha). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Harga pangan global melonjak ke level tertinggi dalam 6 tahun, kata Badan PBB. Harga pangan dunia naik pada Januari 2021 untuk delapan bulan berturut-turut, dipimpin oleh sereal, minyak nabati dan gula, menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Seperti dilansir rt.com pada Minggu (7/2/2021), FAO mengatakan bahwa indeks harga pangan menandai kenaikan 4,3 persen dari Desember, mencapai level tertinggi sejak Juli 2014. Indeks tersebut melacak perubahan bulanan dalam harga internasional dari komoditas pangan yang biasa diperdagangkan.

Baca juga : Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat

Indeks harga sereal menunjukkan kenaikan tajam 7,1 persen bulanan yang dipimpin oleh lonjakan harga jagung global, tanaman yang disebut jagung di Amerika Utara. Harga jagung melonjak 11,2 persen dan sekarang 42,3 persen di atas level Januari 2020, “mencerminkan pasokan global yang semakin ketat di tengah pembelian substansial oleh China dan produksi yang lebih rendah dari perkiraan dan perkiraan stok di Amerika Serikat serta penghentian sementara pendaftaran ekspor jagung di Argentina. "

Laporan itu juga mengatakan gandum naik 6,8 persen didorong oleh permintaan global yang kuat dan ekspektasi penurunan penjualan oleh Rusia ketika bea ekspor gandum berlipat ganda pada Maret 2021. Permintaan yang kuat untuk beras dari pembeli Asia dan Afrika mendukung pertumbuhan harga yang kuat untuk tanaman tersebut. 

Baca juga : Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa

Minyak nabati pada Januari terjual 5,8 persen lebih tinggi dari Desember, mencapai harga tertinggi sejak Mei 2012. Penggeraknya termasuk produksi minyak sawit yang lebih rendah dari perkiraan di Indonesia dan Malaysia "karena curah hujan yang berlebihan dan kekurangan tenaga kerja migran yang sedang berlangsung, dan pemogokan yang berkepanjangan di Argentina mengurangi ketersediaan ekspor untuk minyak kedelai." 

Juga dilaporkan bahwa indeks harga gula 8,1 persen lebih tinggi dari pada bulan Desember karena permintaan impor global yang kuat mendorong kekhawatiran tentang ketersediaan yang lebih rendah karena memburuknya prospek tanaman di Uni Eropa, Rusia dan Thailand, serta kondisi cuaca yang lebih kering dari biasanya di Amerika Selatan. 

Baca juga : Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan

FAO mengatakan indeks harga susu juga melonjak 1,6 persen, didukung oleh pembelian tinggi di China menjelang perayaan liburan Tahun Baru mendatang di negara itu di tengah pasokan ekspor yang lebih rendah secara musiman di Selandia Baru. 

Kenaikan indeks harga daging sebesar 1,0 persen dari Desember dipimpin oleh "impor daging unggas global yang cepat, terutama dari Brasil, di tengah wabah flu burung yang telah membatasi produksi dan ekspor dari beberapa negara Eropa," kata laporan itu.

Tren kenaikan harga komoditas pangan global maupun di Indonesia sudah diprediksi sejak awal masa pandemi. Kenaikan harga pangan tersebut merupakan buntut dari aktivitas pertanian yang turut terhadang kebijakan pembatasan sosial bersala besar (PSBB). 

Ekonom senior Dr. Rizal Ramli pada 17 Maret 2020 lalu, sudah mengingatkan kemungkinan krisis dan kenaikan harga pangan. Namun, katanya, pemerintahan Joko Widodo malah masih fokus pada proyek-proyek lain seperti infrastruktur, dan bukan para proyek untuk meningkatkan produksi pertanian.

“Pada 17 Maret 2020, Dr. Rizal Ramli sudah mengingatkan kemungkinan krisis & kenaikan harga pangan. RR Sarankan pemerintah utk genjot produksi  pangan. Tapi mereka (pemerintah) fokus pada proyek2, bukan kenaikan produksi,” ujar mantan Menko Perekonomian ini di Jakarta, Senin (8/2).

Seperti dikutip Bisnis.com, pada 12 November 2020 lalu, tren kenaikan harga komoditas pangan global yang terjadi dalam lima bulan beruntun sudah diprediksi sejak awal pandemi.

“Rata-rata pemasok komoditas pangan yang diimpor Indonesia untuk kebutuhan industri makanan itu berasal dari negara maju, padahal kebijakan mereka lebih banyak berorientasi ke kesehatan dengan lockdown,” kata Wakil Ketua Umum Bidang Makanan Olahan dan Industri Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Juan Permata Adoe saat dihubungi Bisnis, Kamis (12/11/2020).

Selain itu, permintaan pada makanan olahan pun disebut Juan cenderung naik sehingga permintaan impor meningkat. Di tengah produksi yang terbatas, kenaikan harga pun menjadi tak dihindari.

“Tapi saya harap kenaikan ini hanya sementara dan tidak berlanjut karena daya beli masyarakat belum pulih,” ujarnya.

Sebagai langkah antisipasi, Juan mengatakan jaminan kemudahan perdagangan dan bisnis yang dijalin Indonesia dengan negara mitra bisa menjadi solusi. Dia berpendapat hal ini akan memudahkan pelaku usaha melakukan pemesan, sekaligus menjadi jalan masuknya investasi. (Very)

Artikel Terkait
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Artikel Terkini
Pemprov Papua Barat Daya Serahkan Bantuan Mobil Angkutan Umum untuk Pedagang Mama Papua di Maybrat
Rapat Koordinasi Nasional Bahas Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak 2024
Evaluasi Penanganan Pengungsi di Maybrat Menunjukkan Kemajuan Signifikan
Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas