Jakarta, INDONEWS.ID -- Publik Indonesia sudah tahu bahwa pakem seperti yang terjadi dalam Partai Demokrat telah beberapa kali kali di negeri ini sejak Orde Baru. Waktu itu, misalnya, publik ingat kasus konflik antara Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan almarhum Gus Dur terkait kepemimpinan dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang terjadi pada era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pengamat politik dari Presiden University, Muhammad AS Hikam mengatakan bahwa kisruh dalam Partai Demokrat yang ditandai oleh Kongres Luar Biasa pada Jumat (5/3) di Sumatera Utara tidak mengejutkan bagi publik.
“Jadi, hemat saya, kalau ada tanda-tanda akan berulang lagi ya memang sudah tak mengejutkan lagi bagi publik Indonesia. Ibaratnya, ‘template’-nya sudah tersedia,” ujarya dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (6/3).
Justru yang akan jadi suspense bagi audiens di negeri ini, katanya, adalah kalau sejak awal Pemerintah Presiden Jokowi memberi isyarat untuk berlaku berbeda dengan pakem alias template itu.
“Sayangnya isyarat seperti itu belum muncul. Malah kalau menyimak argumen Menko Polhukam, ada terkesan Pemerintah sudah membuat ancang-ancang akan berpretensi seakan-akan netral itu. Ini bisa dibaca sebagai prelude pelaksanaan pakem lama penyelesaian konflik Partai Demokrat,” ujarnya.
Namun, pertanyaannya adalah apakah pakem tersebut bisa saja berubah? Menurut Hikam, hal itu bisa saja terjadi. “Namanya juga politik. Wong Perpres 10 saja bisa dicabut lampirannya kok. Asal muncul kegusaran moral (moral outrage) cukup besar di masyarakat sipil terhadap politik lancung di Sibolangit tersebut, kemungkinan perubahan itu bisa saja terjadi,” katanya.
Masalahnya, katanya, apakah moral outrage seperti itu akan terjadi, bukan hanya karena simpati publik kepada AHY, SBY, dan Partai Demokrat tetapi benar-benar karena kesadaran akan bahaya ancaman terhadap demokrasi di negeri ini.
Hikam mengatakan bahwa sudah menjadi pengetahuan publik bahwa demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran di era Presiden Jokowi. Kasus kudeta Partai Demokrat dan - kemungkinan - akan dihancurkan partai tersebut, adalah salah satu tambahan bukti saja.
“Jika dibiarkan oleh publik kita! Mencari kesamaan atau perbedaan dengan kasus konflik di PKB 2008 menjadi tidak terlalu relevan buat saya. Tetapi apakah demokrasi akan semakin tenggelam karena kita diam, itulah masalah yang lebih penting dan fundamental bagi NKRI,” pungkasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat. Mahfud mengatakan bahwa hal tersebut sesuai UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Pernyataannya itu disampaikannya terkait menyikapi soal kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat yang dihelat di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).
Seperti diketahui, KLB tersebut menetapkan Jenderal TNI Purnawirawan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021 - 2025. KLB itu juga menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat Kongres V Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dinyatakan telah demisioner.
"Sama dgn yg menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pd saat Matori Abdul Jalil (2002) mengambil PKB dari Gus Dur yg kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003)," ujarnya melalui akun Twitter resminya, @mohmahfudmd, Sabtu (6/3/2021) 11.39 WIB.
Menko Polhukam merinci bawha saat itu Presiden Megawati tak melarang ataupun mendorong karena secara hukum hal itu menjadi masalah internal PKB. Selain itu, dirinya juga mencontohkan sikap pemerintahan yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008 yang tidak melakukan pelarangan saat terjadi dualisme di tubuh PKB.
"Sama jg dgn sikap Pemerintahan Pak SBY ketika (2008) tdk melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol,"ujarnya.
Ditambahkan Mahfud, saat ini pemerintah menilai peristiwa Deli Serdang sebagai masalah internal Partai Demokrat. KLB itu, jelasnya, sekurang-kurangnya belum menjadi permasalahan hukum.
"Sebab blm ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kpd Pemerintah dari Partai Demokrat. Pemerintah skrng hny menangani sudut keamanan, bkn legalitas partai," ujarnya. (Very)