INDONEWS.ID

  • Senin, 19/07/2021 10:25 WIB
  • YLBHI: PSBB dan PPKM Darurat Cara Pemerintah Hindari Kewajiban Penuhi Kebutuhan Warga

  • Oleh :
    • very
YLBHI: PSBB dan PPKM Darurat Cara Pemerintah Hindari Kewajiban Penuhi Kebutuhan Warga
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. (Foto: Pikiran Rakyat)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan bahwa pemerintah sebenarnya bisa saja menggunakan istilah yang telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang “Kekarantinaan Kesehatan” untuk menjalankan kewajiban dalam penanganan pandemi Covid-19.

Namun demikian, pemerintah, katanya, seolah enggan menggunakan istilah “Karantina Kesehatan” karena mengandung sejumlah konsekuensi di dalamnya yaitu memenuhi kebutuhan warga.

Baca juga : Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting

Karena itu, pemerintah menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan kini menjadi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Menurut dia, pemerintah terkesan menghindari kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar warga.

Baca juga : Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah

“Hal ini terlihat dari berbagai istilah kebijakan pembatasan yang diterapkan pemerintah, seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan kini pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat,” ujar Asfin dalam konferensi pers daring "Koalisi Warga Akses Kesehatan", Minggu (18/7/2021).

Dia mengatakan, UU Kekarantinaan Kesehatan itu dipakai hanya untuk memberikan sanksi kepada warga negara yang melanggar aturan pembatasan yang telah diterapkan pemerintah.

Baca juga : Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta

"Kalau sanksi kenapa menggunakan UU Kekarantinaan Kesehatan, tapi ketika penerapan kekarantinaan kenapa pakai yang bukan UU (yang sama)," ujarnya.

Padahal, katanya, dalam UU 6 Tahun 2018 diatur soal karantina wilayah ketika terjadi kedaruratan kesehatan.

Dalam UU itu pula disebutkan bahwa selama karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang ada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

"Jadi ketika pembatasan pemerintah gunakan yang lain dan jelas itu maksudnya untuk mengakali hukum agar kewajiban yang ada di UU 6/2018 tidak dipenuhi pemerintah dan tidak diberikan kepada masyarakat," kata Asfin.

Selain itu, kata Asfin, pendekatan pemerintah dan aparat terhadap warga selama pandemi ini cenderung represif.

Dia menilai, pemerintah menggunakan paradigma kuno yang menganggap situasi darurat kesehatan ini sama dengan darurat sipil atau militer.

"Kami menyesalkan ketika UU 6/2018 itu sudah demikian maju, itu UU yang sangat progresif, kok tiba-tiba pejabat publik mengembalikan kedaruratan dalam kacamata kuno, dalam kacamata keamanan atau bahkan pertahanan negara," katanya.

Sejatinya, kedaruratan kesehatan masyarakat tersebut didekati dengan persoalan kesehatan bukan dengan pendekatan pertahanan keamanan. “Tidak akan berhasil dengan pendekatan pertahanan dan keamanan, selain argumen HAM terkait kebebasan pastinya," ujarnya. (*)

 

Artikel Terkait
Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting
Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah
Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta
Artikel Terkini
Menkes Ungkap Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting
Bakar SDN Inpres Pogapa Intan Jaya, TPNPB-OPM: Merdeka Dulu Baru Sekolah
Senyum Bahagia Rakyat, Pj Bupati Purwakarta Buka TMMD Ke-120 Kodim 0619/Purwakarta
Pemerintahan Baru Harus Lebih Tegas Menangani Kelompok Anti Pancasila
Apresiasi Farhan Rizky Romadon, Stafsus Kemenag: Kita Harus Menolak Tindak Kekerasan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas