INDONEWS.ID

  • Selasa, 31/08/2021 14:22 WIB
  • Sri Mulyani Yakin Utang Negara Bisa Dibayar Lewat Pajak, Gede Sandra: Berkebalikan dengan yang Dikerjakan

  • Oleh :
    • very
Sri Mulyani Yakin Utang Negara Bisa Dibayar Lewat Pajak, Gede Sandra: Berkebalikan dengan yang Dikerjakan
Gede Sandra, Ekonom Universitas Bung Karno. (Foto: Dok Pri)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berkeyakinan bahwa pemerintah bisa membayar tunggakan utang apabila penerimaan pajak berhasil dikumpulkan.

Menurutnya, pemerintah mengambil pembiayaan utang untuk menutupi defisit fiskal karena berkurangnya penerimaan serta naiknya belanja selama pandemi Covid-19.

Baca juga : Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat

"Penerimaan negara kita merosot, oleh karena itu kita masih harus mengalami defisit dan berutang. Namun, kita yakin bisa membayar lagi apabila penerimaan pajak bisa dikumpulkan," ujarnya seperti dikutip Kompas.com, Rabu (25/8/2021).

Sri Mulyani mengatakan bahwa penarikan utang dilakukan agar pemerintah tidak menunggu dan berpangku tangan ketika penerimaan negara menurun.

Baca juga : Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa

Menanggapi pernyataan tersebut, ekonom dari Universitas Bung Karno, Gede Sandra mengatakan bahwa logika yang digunakan Menteri Sri Mulyani itu benar, tapi berkebalikan dengan apa yang dikerjakan.

“Bu Menkeu logikanya benar, tapi berkebalikan dengan yang dikerjakan. Ini mirip dengan lelucon Gus Dur tentang orang Indonesia: ‘Yang dibicarakan lain dengan yang dikerjakan’,” ujarnya kepada redaksi di Jakarta, Selasa (31/8).

Baca juga : Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan

Mengapa logikannya berkebalikan dengan yang dikerjakan?

Pertama, kata Gede, penerimaan negara terus menurun. Hal ini juga sebagai akibat dari kebijakan Sri Mulyani sendiri. “Harusnya minta maaf donk ke rakyat. Kemarin kan pajak untuk orang kaya terus menerus dikurangi dengan alasan menumbuhkan perekonomian,” ujar Gede.

Gede mencontohkan kebijakan dalam revisi UU Minerba yang diloloskan bersama Omnibus Law tahun lalu. Di dalam UU tersebut, disebutkan bahwa perusahaan batubara bisa tidak membayar royalti bila melakukan hilirisasi. Akibatnya negara berpotensi kehilangan pendapatan minimum sebesar Rp 20 triliun. Padahal belakangan ini harga batubara sedang tinggi-tingginya.

“Selain itu itu adalah pembebasan pajak pembelian mobil, jelas ini insentif juga untuk orang kaya. Juga pembebasan pajak yatch, dan sebagainya,” ujarnya.

Kedua, terkait beban utang kita yang terlihat dari makin tingginya anggaran bayar bunga utang di APBN. Pada tahun 2022, katanya, beban utang kita diperkirakan mencapai Rp 405 triliun.

“Bunga pinjaman surat utang ketinggian juga di bawah kendali Bu Menkeu juga,” katanya.

Gede mengatakan, banyak ekonom mulai gerah dengan kebijakan ini, mulai dari yang di dalam pemerintahan hingga oposisi. Memang idealnya bunga yield surat utang kita dapat berkurang hingga 2-3%, setara dengan negara peers seperti Vietnam dan Filipina. Tapi Pemerintah kita seperti ngotot mau menerbitkan surat utang dengan bunga tinggi, kupon untuk tenor panjang saja masih terus ditawarkan di kisaran 6%-7%.

“Saya bingung, apa yang membuat Bu Menkeu ngotot ngasih bunga tinggi untuk surat utang kita? Jangan-jangan ada janji di belakang layar? Siapa yang tahu. Maka itu sudah saatnya kita revisi UU Keuangan Negara yang memberi perlindungan hukum bagi Menkeu dalam penerbitan surat utang. Ke depannya harus lebih transparan. Jangan-jangan ada permainan belakang layar. Siapa yang tahu,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Tips Memilih Jasa Pengurusan Visa
Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Bagian dari Strategi Bisnis untuk Fokus pada Lini Penjualan
Artikel Terkini
Evaluasi Penanganan Pengungsi di Maybrat Menunjukkan Kemajuan Signifikan
Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas