INDONEWS.ID

  • Jum'at, 25/02/2022 20:24 WIB
  • Menguatkan Kebijakan Pentahelix di Tengah Kontroversi Agama dan Budaya

  • Oleh :
    • very
Menguatkan Kebijakan Pentahelix di Tengah Kontroversi Agama dan Budaya
Imam Besar Masjid Al Markas Al Islami Makassar, Sulawesi Selatan, Dr. KH. Muammar Bakry, Lc, M.Ag. (Foto: Ist)

 

Makassar, INDONEWS.ID -- Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan narasi yang mengkontradiksikan antara agama dan budaya. Hal ini membuktikan radikalisme dan terorisme bukan sekadar aksi, tatkala paham ini telah menginfiltrasi ke seluruh lapisan masyarakat tak terkecuali di berbagai lini vital kehidupan bangsa.

Baca juga : Sinergi Ulama dan Umara, Jembatan Menuju Masyarakat Madani

Imam Besar Masjid Al Markas Al Islami Makassar, Sulawesi Selatan, Dr. KH. Muammar Bakry, Lc, M.Ag. mengutarakan pandangannya terkait ricuh perdebatan kontradiksi antara agama dan budaya. Ia berpendapat kedua hal tersebut bukanlah sesuatu yang pantas dipertentangkan.

“Seharusnya kalau kita memahami esensi dari agama, maka antara budaya dan agama tidak pantas untuk dipertentangkan,” ujar  KH. Muammar Bakry   di Makassar, Jumat (25/2/2022).

Baca juga : Menjaga Jiwa Merupakan Hal Pokok dalam Syariat Islam

Ia melanjutkan, agama Islam khusunya telah menganjurkan dan memerintahkan kepada umat untuk senantiasa menjaga nilai-nilai baik yang hidup ditengah masyarakat, dalam hal ini adat istiadat yang tumbuh di tengah masayarakat.

“Sehingga apapun budaya dan nilai yang tidak bertentangan dengan nilai agama maka tidak perlu dipertentangkan,” tegasnya seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Baca juga : Jaga Manusia dari Marabahaya, Spirit PSBB Sesungguhnya Sesuai dengan Syariat Islam

Pasalnya, dewasa ini pola infiltrasi kelompok radikal kian massif hingga telah menyentuh berbagai lini kehidupan, mulai dari pemerintahan hingga lembaga pendidikan yang kerap kali berusaha untuk menghilangkan nilai budaya dan kearifan lokal bangsa ini.

“Ini dikarenakan, ideologi radikalisme menyerang pikiran, sel saraf manusia yang menghasilkan pemikiran yang membenarkan aksi-aksi kearah manipulasi agama, dan infiltrasi tersebut menjadi bagian dari upaya maksimal mereka, jihad,” terang Muammar.

Sehingga, pria yang juga Dekan Fakultas Syariah dan Hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ini, menilai perlu adanya pelibatan banyak komponen untuk mengahalau laju infiltrasi kelompok radikal. Salah satunya melalui penguatan kebijakan Pentahelix yang dicanangkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Saya kira semua komponen harus terlibat, semua lini dari semua lapisan masyarakat harus terlibat. Dan kebijakan Pentahelix yang digagas BNPTini bisa mempersempit ruang bagi pemikiran radikal ini agar tidak  tumbuh subur ditengah masayarakat,” ujarnya.

Dirinya menilai, dalam penguatan kebijakan Pentahelix sekiranya juga perlu diperkuat juga dengan menumbuhkan semangat dan nilai-nilai kepada seluruh jajaran komponen dan stakeholder terkait.

Pertama, perlu ditanamkan keilmuan yang mumpuni, sehingga pemahaman itu bisa maksimal untuk nantinya disampaikan oleh stakeholder kepada masyarakat. Harus memiliki kemampuan yang baik tentang literasi agama,” terangnya.

Kedua, menumbuhkan kesadaran bahwa masyarakat Indonesia ini adalah satu yaitu sebagai bangsa Indonesia dengan segala keragaman dan kebhinekaan yang dipersatukan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta kebudayaaan yang khas.

“Kita punya ideologi Pancasila, hidup dalam kebhinekaan, kita punya UUD 1945 dan budaya yang khas. Inilah yang harus dipahamkan dan diperkuat oleh kita semuanya,” tegas pria yang mengajar ilmu Fiqih di UIN Alauddin Makassar ini.

Disamping itu, pria yang juga Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) ini juga menekankan pentingnya penanaman moderasi beragama demi memperkuat  ketahanan bangsa dari ideologi transnasional yang mengancam.

“Kalau pemahaman moderasi beragama kuat dan ditopang dengan nilai kebangsaan dan budaya ya tentu semakin kuatlah kita sebagai orang Indonesia,” ujar Muammar yang juga menjabat Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) provinsi Sulsel ini.

Sebagai akademisi dan pemuka agama, Muammar setidaknya meyebutkan dua contoh peran yang dapat dilakukan oleh sesama rekan akademisi dan juga pemuka agama untuk ikut memperkuat kebijakan Pentahelix ini.

“Berdakwah dengan baik, secara formal maupun nonformal. Menulis artikel di medsos, ini juga perlu masif. Karena jangan sampai ruang media sosial ini diisi oleh mereka yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut Muammar juga menjelaskan mengenai program FKPT Sulsel yang kini secara masif terus melaksanakan penguatan kearifan lokal dalam rangka pencegahan dan penanggulangan terorisme di daerah.

“Kami di FKPT Sulsel terus berupaya melakukan penguatan kearifan lokal dengan terus bersinergi bersama masyarakat dan itu tidak boleh putus,” jelasnya.

Terakhir, ia juga menyampaikan pesannya kepada seluruh lapisan masyakat untuk terus meningkatkan kesadaran kebangsaan.

“Kita harus solid sebagai orang Indonesia yang beragama. Karena apapun agama kita, kita harus saling menghormati dan kembali lagi bahwa kita ini orang Indonesia,” ujarnya mengakhiri. ***

 

Artikel Terkait
Sinergi Ulama dan Umara, Jembatan Menuju Masyarakat Madani
Menjaga Jiwa Merupakan Hal Pokok dalam Syariat Islam
Jaga Manusia dari Marabahaya, Spirit PSBB Sesungguhnya Sesuai dengan Syariat Islam
Artikel Terkini
Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas