INDONEWS.ID

  • Jum'at, 04/11/2022 19:16 WIB
  • Masyarakat Diminta Waspada terhadap Narasi "Radikal Terorisme Adalah Stigmatisasi Agama"

  • Oleh :
    • very
Masyarakat Diminta Waspada terhadap Narasi "Radikal Terorisme Adalah Stigmatisasi Agama"
Amir Mahmud, Direktur Amir Mahmud Center yang bergerak dalam bidang kajian Kontra Narasi dan Ideologi dari paham Radikal Terorisme. (Foto: Ist)

 

Sukoharjo, INDONEWS.ID – Beberapa waktu lalu masyarakat dikejutkan dengan ditangkapnya seorang wanita benama Siti Elina (SE) yang hendak menerobos masuk ke Istana dengan membawa pistol. Dalam pemeriksaan terungkap bahwa SE ingin menemui Presiden RI Joko Widodo dan ingin menyampaikan bahwa dasar negara Indonesia salah karena tidak menggunakan syariat agama.

Baca juga : Marwan Cik Asan Ingatkan Pemerintah Waspadai Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi 2024

Namun dalam penelusuran diketahui pula bahwa yang bersangkutan merupakan pendukung organisasi kelompok radikal yang telah dibubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan terhubung dengan kelompok Negara Islam Indonesia (NII).

Namun sayangnya beberapa komentar di jagad maya dan juga beberapa tokoh nasional yang mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan bentuk stigmatisasi pemerintah terhadap umat Islam. Dan karena itu, mereka meminta masyarakat tidak mempercayainya sebagai tindakan radikalisme-terorisme karena merupakan bagian dari setting pemerintah menjelang akhir tahun dan tahun politik.

Baca juga : Kemendagri Sosialisasikan UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa

Menanggapi hal tersebut mantan kombatan yang merupakan alumni Akademi Militer (Akmil) Mujahidin Afghanistan Dr. H. Amir Mahmud, M. Ag, mengatakan bahwa narasi-narasi tersebut jika dibiarkan justru akan memperparah persatuan dan kesatuan bangsa.

“Harus dipahami bahwa radikalisme terorisme ini bukan klaim perlawanan terhadap umat Islam, bukan.  Dibilang Islamophobia juga bukan. Sebenarnya radikalisme ini setelah ditelusuri dengan berbagai konteks penelitian-penelitian riset ternyata lahir sudah sekian tahun yang mana ini sengaja digugah atau dibangkitkan kembali oleh kelompok radikal yang mengatasnamakan Islam itu,” ujar Dr, Amir Mahmud di Sukoharjo, Jumat (4/11/2022).

Baca juga : Mendagri Tegaskan Musrenbangnas sebagai Wadah Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Pemerintah Pusat dan Daerah

Dia menjelaskan bahwa sejatinya radikalisme dan terorisme itu bukanlah stigmatisasi agama, tapi benar-benar musuh agama dan musuh negara. Apa yang menjadikan sorot pandang seorang tokoh yang mengatakan bahwa perkara itu adalah stigma terhadap Islam, menurutnya, hal itu terlalu dini  dan tidak berdasar.

“Karena tokoh yang bicara itu tidak bisa melihat sejauh mana sebenarnya bahaya paham radikalisme dan terorisme itu berkembang di tengah-tengah masyarakat yang hari ini notabene adalah dimainkan oleh kelompok-kelompok yang senantiasa ingin merusak daripada tatanan nilai kehidupan bangsa dan bernegara,” kata pria yang juga Dosen Pascasarjana bidang Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam dari Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Surakarta seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Dalam hal ini kelompok tersebut tersebut selalu menjadikan perlawanan pemahaman ideologinya dengan Pancasila sebagai ideologi atau dasar negara Indonesia. Sehingga kalau yang dikatakan tokoh tersebut bahwa kasus tersebut merupakan bentuk stigmatisasi pemerintah terhadap umat Islam dan meminta masyarakat jangan percaya terhadap radikalisme dan terorisme tentunya hal ini menjadi angin segar bagi kelompok-kelompok radikal.

“Padahal radikalisme dan terorisme adalah musuh negara dan musuh agama.  Dan ini yang tidak boleh dibiarkan karena ini akan menjadi luluh lantahnya kehidupan kerukunan berbangsa dan bernegara di Indonesia ini,” ucap Direktur Amir Mahmud Center yang bergerak dalam bidang kajian Kontra Narasi dan Ideologi dari paham Radikal Terorisme ini.

Yang menjadi masalahnya lagi menurutnya, menjelang tahun politik 2024 mendatang sudah ada gejala dari kelompok radikal tersebut untuk melakukan unjuk kekuatan (show of force). Hal tersebut misalnya dilakukan melalui tabligh, pengajian tabligh dengan menggerakkan kelompok-kelompok atau komponen masyarakat yang tidak mengerti.

“Dimana mereka ini menggunakan dalih olahraga, dengan dalih ukhuwah islamiyah, seperti yang dilihat di beberapa kota itu. Dan simbol-simbol yang dimainkan adalah simbol-simbol kekerasan, benderanya yang dibawa juga bendera simbol-simbol yang ada simbol pedang dan sebagainya. Ini menurut saya kalau ini dibiarkan  tentunya ini akan menjadi permasalahan bagi anak-anak muda,  bagi kalangan-kalangan yang lain,” kata pria yang saat di Akmil Mujahidin Afghanistan satu Angkatan bersama terpidana mati Bom Bali, Mukhlas alias Ali Ghufron ini.

Sementara disisi lain menurutnya, masih banyak masyarakat yang tidak tahu dan tidak sadar mengenai bahaya, dampak atau dahsyatnya paham radikal terorisme yang mengatasnamakan Islam ini jika dibiarkan berkembang. Karena sebenarnya persoalan radikalisme dan terorisme ini adalah persoalan lama dari sekian rezim di negara ini.

“Tapi ketika kita berbicara hari ini, dimana Pemerintah berbicara tentang pencegahan radikalisme terorisme yang mengatasnamana Islam serta bahayanya, seakan-akan pemerintah ini musuhnya umat Islam. Padahal tidak seperti itu. Tapi kalau pemerintah itu memusuhi kelompok radikal, itu iya dan benar. Namun itu tidak berarti memusuhi umat Islam, tetapi kepada kelompok-kelompok yang hari ini masih membawa dan mengatasnamakan  agama Islam itu,” ujarnya.

Untuk itulah Amir Mahmud meminta masyarakat untuk benar-benar memahami bahwa radikalisme dan terorisme itu bukanlah stigmatisasi agama tetapi justru menyelematkan agama dari fitnah kelompok teror. Karena itu, katanya, kita perlu membangun wawasan kebangsaan.

“Sehingga dengan demikian kita akan menjawab atau boleh dikatakan bisa memberikan pemandangan bahwa paham-paham yang sesungguhnya berlawanan dengan ideologi Pancasila itu justru akan membuat runtuhnya kerukunan kehidupan beragama berbangsa dan bernegara disini,” ucap pria kelahiran Jakarta, 1 Desember 1965 ini.

 

Ideologi Pancasila Tidak Bertentangan dengan Islam

Karena  menurutnya ideologi  Pancasila sesungguhnya sesuai dengan ajaran Islam yang secara substansinya pun jelas tidak bertentangan dengan Islam. Sementara orang-orang berpaham radikal terorisme selalu menjadikan Islam berlawanan dengan Pancasila.

“Karena itulah sesungguhnya penting bagi kita untuk membangun narasi-narasi bagaimana untuk membangun wawasan kebangsaan nasionalisme ini di masyarakat,” kata peraih Doktoral bidang Studi Islam dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Oleh karena itu dalam mengatasi masalah tersebut dirinya meminta kepada para tokoh-tokoh nasional dan tokoh agama agar benar-benar mengerti dan memahami bahwa masalah radikalisme dan terorisme ini benar-benar ada, nyata dan bukanlah stigmatisasi terhadap Islam.

“Kita eratkan semua kelompok-kelompok yang moderat dengan kita kedepankan moderasi beragama.  Karena moderasi beragama ini adalah salah satu hal yang memang harus ditumbuhdikembangkan di lingkungan masyarakat. Kalau ini tidak ada, tentunya akan menjadi bumerang bagi dunia pendidikan, dunia sosial budaya dan sebagainya. Ini yang kita bangunkan kepada para tokoh-tokoh masyarakat. Kita ikat mereka untuk bersatu melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme,” pungkasnya. ***

 

Artikel Terkait
Marwan Cik Asan Ingatkan Pemerintah Waspadai Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi 2024
Kemendagri Sosialisasikan UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa
Mendagri Tegaskan Musrenbangnas sebagai Wadah Sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Pemerintah Pusat dan Daerah
Artikel Terkini
Kabupaten Maybrat Salurkan Bantuan ke Pos Satgas Operasional Aman Nusa1 di Kampung Aisa
Pemberdayaan Perempuan Melakukan Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Pelatihan "Metode Sadari Dan Pembuatan Teh Herbal Antioksidan"
Marwan Cik Asan Ingatkan Pemerintah Waspadai Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi 2024
Peluncuran Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Maybrat 2024 Diselenggarakan di Lapangan Ela Kodim
Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas