INDONEWS.ID

  • Sabtu, 19/11/2022 10:35 WIB
  • Polio dan VDPVnya, pengalaman Sebagai DirJen P2PL & Direktur WHO, serta Kasus di Aceh

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Polio dan VDPVnya, pengalaman Sebagai DirJen P2PL & Direktur WHO, serta Kasus di Aceh
Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama

Oleh Prof Tjandra Yoga Aditama

Jakarta, INDONEWS.ID - Sehubungan hari ini dikabarkan akan ada penjelasan resmi tentang kejadian polio di Aceh, maka ada lima hal yang dapat disampaikan.

Pertama, ketika saya masih bertugas sebagai Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan maka sejak awal tugas 2009 kami lakukan upaya maksimal agar Indonesia bebas polio. Bersyukur hal itu sukses, dan Indonesia menerima sertifikat bebas polio dari WHO pada 27 Maret 2014.

Ke dua, Virus polio liar terakhir yang berhasil diisolasi terakhir di negata kita adalah yaitu pada tahun 1995.

Ke tiga, KLB polio di Indonesia dilaporkan terakhir terjadi pada 2005-2006 untuk virus polio tipe 1 yang berasal dari Timur Tengah. KLB kali itu terjadi di 10 propinsi dan 47 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, dengan total kasus yang dilaporkan sebanyak 305.

Ke empat, tentang kejadian di Aceh (sambil menunggu pengumuman resmi pemerintah) maka itu adalah virus polio dari vaksin, yang memang dapat berkembang menjadi penyakit pada daerah yang relatif rendah vakupan vaksinasi polio nya, dan atau mereka yang daya tahan tubuh lemah.

Ke lima, sebelum yang di Aceh ini, kejadian serupa pernah terjadi di Papua, dan bahkan masuk dalam "Disease Outbreak News (DONs)" WHO pada 27 Februari 2019, pada saat saya bertugas sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara. Pada saat itu ada dua kasus terinfeksi "circulating vaccine-derived poliovirus type 1 (cVDPV1)" di Papua yang kedua nya virusnya berhubungan secara genetik ("genetically-linked VDPV1 viruses"), ini memang syarat seperti ini diperlukan untuk melihat adanya penularan di masyarakat. Kasus pertama anak dengan kelumpuhan jenis "acute flaccid paralysis (AFP)" yang bermula pada 27 November 2018, dan kasus ke dua adalah anak lain yang sehat tapi kontak di masyarakat ("healthy community contact") dimana pada tinjanya yang didapat pada 24 Januari 2019 ternyata positif VDPV. Lokasi tinggal kasus ke dua adalah di desa terpencil berjarak 3-4 km dari kasus pertama.

Tentu sekarang harus dilakukan upaya maksimal agar kasus di Aceh tidaklah merebak luas, dan kita sudah punya pengalaman panjang untuk mengendalikan polio di Indonesia.

*Prof Tjandra Yoga Aditama_
*Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI_
*Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara_
*Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kabalitbangkes

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Warung NKRI Digital, Cara BNPT Kolaborasikan Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Era Digitalisasi
Bahas Revitalisasi Data, Pj Bupati Maybrat Rapat Bersama tim Badan Pusat Statistik Setempat
Mendagri Atensi Keamanan Data Pemilih pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024
Kemendagri Serahkan DP4 kepada KPU sebagai Bahan Penyusunan DPT Pilkada Serentak 2024
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Perkuat Komitmen Konstitusional Berpartisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas