Jakarta, INDONEWS.ID - Diplomasi kopi sebagai bagian dari diplomasi ekonomi menjadi isu pokok wawancara langsung (live) yang dilakukan tiga Duta Besar RI yaitu Prayono Atiyanto (Duta Besar LBBP RI untuk Republik Azerbaijan periode 2012-2016); Bagas Hapsoro (Duta Besar LBBP RI untuk Lebanon periode 2007-2009 dan Swedia periode 2016-2020); Djumantoro Purbo (Duta Besar LBBP RI untuk Republik Slovakia (periode 2012-2017) dengan SEA Today tanggal 31 Januari 2023. Sebagai host adalah Rahma Alia dari SEA Today. Sebelumnya ketiga diplomat senior Indonesia yang dikenal sebagai pegiat diplomasi kopi ini juga melakukan perbincangan dengan Aderia, Editor-in-Chief SEA Today.
Sebagaimana dijelaskan oleh Prayono (nama panggilan akrab Duta Besar Prayono Atiyanto) kepada Asri Hadi, Pemimpin Redaksi media online indonews.id, salah satu kegiatan pokok diplomasi adalah promosi. Menurut Prayono (yang saat ini juga masih aktif sebagai Diplomat Ahli Utama Kementerian Luar Negeri) apa yang dilakukan melalui diplomasi kopi adalah mempromosikan dan memasarkan kopi-kopi (terbaik) Indonesia ke berbagai penjuru dunia. Sebagai informasi, Indonesia adalah penghasil kopi peringkat 4 dunia. Selain itu Indonesia juga menjadi eksportir ke-4 terbesar dunia.
Diplomasi kopi yang dilakukan Kementerian Luar Negeri merupakan kolaborasi dengan Perwakilan RI di luar negeri dan Kementerian/Lembaga terkait. Selain itu juga dengan Pemerintah Daerah, eksportir kopi Indonesia, importir kopi di berbagai negara, roastery, asosiasi kopi Indonesia, koperasi kopi (yang juga menghimpun petani kopi Indonesia), diaspora Indonesia di luar negeri dan pihak terkait lainnya.
“Diplomasi kopi merupakan upaya untuk menciptakan citra positif (nation branding) budaya Indonesia”. Demikian salah satu pendapat yang disampaikan Bagas Hapsoro.
Bagas Hapsoro dan Prayono juga berpendapat bahwa pelaksanaan diplomasi kopi Indonesia dibayangi oleh adanya tantangan baik di sisi hulu maupun hilir. Utamanya terkait dengan konsistensi ketersediaan produk kopi untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri dan soal kwalitas (juga terkait dengan soal sertifikasi standar mutu internasional antara lain fair trade, rainforest alliance).
Pasar kopi internasional khususnya Eropa ke depan tidak hanya akan menjadi semakin selektif dengan berbagai persyaratan yang semakin ketat (soal ramah lingkungan, deforestasi) tetapi juga cenderung protektif dan diskriminatif. Dalam kaitan ini Prayono secara lugas menyatakan bahwa soal-soal ramah lingkungan dan pembangunan berkelanjutan memang sudah menjadi komitmen kuat Indonesia terhadap komitmen global yaitu pencapaian sustainable development goals (SDGs).
Jadi sewajarnya Indonesia tidak perlu diajari oleh pihak lain mengenai makna dari prinsip pembangunan berkelanjutan. Sejalan dengan itu keberpihakan terhadap nasib petani disertai upaya pemberdayaan petani kopi menjadi aspek yang penting.
Prayono juga bertekad untuk terus ikut mempromosikan pemakaian kata KOPI (bukan coffee) sebagai branding identitas kopi Indonesia di luar negeri (karena sejauh ini belum ada nation branding untuk kopi Indonesia). “Saya juga tidak akan pernah lelah menyarankan pencantuman nama Indonesia pada setiap kemasan yang diproduksi oleh berbagai daerah penghasil kopi Indonesia” kata Prayono.
Sementara itu Djumantoro Purbo atau akrab disapa Toro juga mengajak dan mendorong semua pihak untuk semakin mempromosikan KOPI TUBRUK sebagai jati diri budaya meracik kopi hitam dan ngopi ala Indonesia. Cara sederhana yang mempunyai sejarah cukup panjang. Kita harus bangga dengan cara menyeduh kopi yang sederhana ini.