INDONEWS.ID

  • Senin, 03/04/2023 17:43 WIB
  • Rugikan Negara Rp78 Miliar, Anak Eks Gubernur Kepri Ditangkap di Bandara Soetta

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Rugikan Negara Rp78 Miliar, Anak Eks Gubernur Kepri Ditangkap di Bandara Soetta

Jakarta, INDONEWS.ID - Ari Rosandhi, mantan Kepala Seksi Bidang Aset BPKAD Pemprov Kepri ditangkap polisi di Bandara Soekarno Hatta pada Sabtu (1/4/2023). 

Ketika Ari Rosandhi mendapat informasi — mengetahui mengenai status dirinya telah menjadi tersangkanya. Ari Rosandhi pun bergegas dari Tanjung Pinang menuju ke Batam, pada Kamis (30/3)

Dari Batam anak mantan Gubernur Kepri ini, segera memesan tiket untuk menuju ke Jakarta. Polisi mengendus indikasi Ari akan kabur dari pengejaran. Namun perjalanan Ari Rosandhi banyak diketahui oleh Polisi, sehingga Polisi dengan mudah mengejar kemana dia pergi.

Rupanya Ari Rosandhi sudah sehari kabur dari kejaran polisi. Polisi tak mau Ari Rosandhi pergi hingga mempersulit penangkapannya, maka polisi pun memasang beberapa titik-titik pengamanan dan gerak cepat (gercep) melakukan pengejaran.

Pengakuan Polisi, mengejarnya hingga mulai Jakarta Selatan, Jakarta Utara dan Jakarta Pusat membuat polisi kecewa tak menemukan keberadaan Ari Rosandhi.

Ditreskrimsus Polda Kepri bertekad segera menemukan Ari Rosandhi — karena bila lewat satu hari saja membuat langkah Ari Rosandhi semakin menjauh hingga sulit di ikuti langkahnya dari jangkauan polisi.

Polisi memprediksi, Ari masih mencoba kabur melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta diduga dia akan bergerak ke daerah lainnya. Polisi melakukan pengecekan di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Betul saja pada hari Jumat (31/3), sekira pukul 17.55, polisi dengan mudah mengamankan Ari Rosandhi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Saat itu, Ari Rosandhi menggunakan baju kaus biru dan celana jeans biru dongker. Ketika polisi mendekati Ari Rosandhi, dia tak sedikitpun memberikan perlawanan saat ditangkap.

“Kata yang bersangkutan (Ari), akan kembali ke Batam. Tapi, kami menduga, tersangka ini akan terbang lagi dan menjauh area tangkapan polisi,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri, Kombes Nasriadi, Sabtu (1/4).

Nasriadi mengatakan, sebelum penangkapan Ari Rosandhi, Polisi terlebih dahulu menangkap mantan Kabid Aset BPKAD Pemerintah Provinsi Kepri, Abdi Surya Rendra, pada Kamis (30/3.

Di hari yang sama, Abdi digelandang polisi menuju ke Mapolda Kepri, guna pemeriksaan lebih lanjut. Nama Ari Rosandhi dan Abdi, sudah sering muncul dari beberapa kali dalam klaster pertama. Ari dan Abdi diperiksa sebagai saksi.

Namun, saat penyelidikan klaster kedua, nama keduanya semakin santer terdengar. Sehingga, akhirnya kesimpulan polisi mengerucut terhadap keduanya, dan menetapkan sebagai tersangka.

Terjerat kasus dana hibah

Penangkapan dua orang ini, bisa dibilang bagian dari puncak atau pusat pusaran kasus korupsi dana hibah.

“Kami masih mengembangkannya lagi. Tapi yang jelas, mereka keduanya pemberi hibah, dan mengelola uang (hasil korupsi). Keempat orang tersangka sebelumnya (Zu, On, An dan S), berkoordinasi sama dua orang ini (Ari dan Abdi),” ungkap Nasriadi.

Oleh karena Ari Rosandhi belum diperiksa, Nasriadi mengaku belum bisa memberikan keterangan resmi apakah keduanya sebagai aktor intelektual dalam mega korupsi dana hibah di Provinsi Kepri tersebut.

Namun, ia merasa, polisi sudah mencapai ke bagian akhir dari kasus korupsi ini. “Kami komitmen menuntaskan kasus korupsi ini,” ujarnya.

Kasus dana hibah, negara rugi Rp6,2 miliar

Melansir dari Batam Pos, bahwa berdua diduga meminta alokasi anggaran ke Tri Wahyu Widadi (Kabid Anggaran BPKAD, dan sudah menjadi tersangka).

Usai mendapatkan alokasi anggaran, keduanya meminta Zu, On, An dan S, membuat kegiatan fiktif.

Klaster pertama ada sebanyak 6 orang tersangka yakni Tww, Mi, Sp, Mi, Mo dan Aa. Keenam orang ini membuat negara merugi sebesar Rp 6,2 miliar. Dari klaster pertama polisi menyelamatkan uang negara sebesar Rp 233.650.000.

Klaster kedua, ditetapkan 4 orang tersangka, Zu, On, An dan S. Lalu, ditambah pengembangan dari kasus Ari dan Abdi.

Klaster pertama dan kedua, diduga memiliki benang merah. Namun, polisi kesulitan mengungkapkan, sebab salah seorang aktor intelektual di klaster pertama masih buron, yakni Muksin (Mu).

Dari klaster pertama dan kedua, negara rugi hingga Rp 7,8 miliar. Saat ditanyakan ke Nasriadi, terkait aliran uang dari kasus ini, da mengaku, belum bisa menyebutkan.


“Kami akan telusuri dulu, uangnya dipakai untuk apa, dan alirannya kemana saja,” tuturnya

 

Artikel Terkait
Artikel Terkini
Kisah AO PNM Mekaar, Keluar Zona Nyaman untuk Beri Kenyamanan Keluarga
Paskah 2024, ASN DKI Jakarta Berwisata Bersama 500 Anak Panti Asuhan
Banjir Rendam Satu Desa di Subulussalam, Aceh
Dansatgas Yonif 742/SWY Kunjungi Salah Satu SD Darurat di Perbatasan RI-RDTL
Kawal Pemerintahan Baru, Tokoh Lintas Agama: Jika Ada Kurang-kurangnya Kita Perbaiki
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas