INDONEWS.ID

  • Kamis, 02/05/2024 14:19 WIB
  • Traktat Pandemi Diharapkan Lindungi Manusia di Masa Datang

  • Oleh :
    • very
Traktat Pandemi Diharapkan Lindungi Manusia di Masa Datang
Prof Tjandra Yoga Aditama. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pertemuan kesehatan dunia “World Health Assembly - WHA” yang digelar pada 1 Desember 2021 sepakat meluncurkan proses penyusunan aturan dalam bentuk konvensi, kesepakatan atau instrumen internasional lainnya (“convention, agreement or other international instrument”) WHO.

Pertemuan itu terjadi karena adanya ketidakberdayaan aturan kesehatan internasional  yang ada di tengah dunia saat menghadapi COVID-19 lalu.

Baca juga : Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, aecara umum akan dihasilkan semacam “Pandemic Accord”, atau disebut juga “Pandemic Agreement” atau secara lebih luas akan baik kalau dihasilkan “Pandemic treaty” atau Traktat Pandemi. 

“Traktar Pandemi tersebut diharapkan dapat melindungi dunia dan kita semua untuk menghadapi wabah dan pandemi di masa datang,” ujarnya di Jakarta, Kamis (2/5).

Baca juga : Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman

Untuk mewujudkan Traktat Pandemi tersebut, kata Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI tersebut, dibentuklah “Intergovernmental Negotiating Body (INB)” untuk menyusun draft dan melakukan negosiasi mendalam, yang diikuti seluruh negara anggota WHO, termasuk Indonesia.

Sejak 2021, INB sudah menyelenggarakan sembilan kali pertemuan dan masih terus berproses dan bernegosiasi dengan cukup alot.

Baca juga : Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur, Ada Alumni SMAN 3 Teladan Jakarta

Pertemuan INB kesembilan pada Maret 2024 awalnya dijadualkan sebagai pembahasan terakhir. Tetapi kenyataannya sampai selesai acara masih banyak sekali hal yang belum disekapati.

Karena itu, pada penutupan pertemuan kesembilan pada 28 Maret akhirnya diputuskan akan diadakan pertemuan lanjutan pada  29 April sampai 10 Mei 2024.

Direktur Jenderal WHO berharap negara anggota WHO akan menemukan kesepakatan bersama dan dapat menyelesaikan perjanjian Pandemi yang bersejarah ini pada akhir Mei saat berlangsungnya  World Health Assembly akhir Mei 2024.

Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes ini mengatakan, untuk menjamin manfaat traktat ini bagi dunia, kemanusiaan dan bangsa kita, ada sedikitnya empat prinsip yang harus dijaga dan dijamin ada pada traktat atau dalam aturan yang ada.

Prinsip pertama adalah unsur utama dalam pengaturan kesehatan global yang harus jadi pegangan dalam diskusi dan negosiasi di WHO, yaitu  kejujuran,  kesetaraan dan transparansi (“fairness, equity and transparancy”). Unsur ini harus dilengkapi dengan aspek kepemimpinan, inklusifitas dan akuntabilitas (“leadership, inclusivity and accounatbility”).

Kedua, kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini, perlu selalu dipegang prinsip koordinasi kerja sama internasional, multilateralisme, solidaritas global dan pengaturan pada tingkat politis tertinggi dan lintas sektor yang relevan  (“governance at the highest political levels and across all relevant sectors”).

Sementara itu, lanjutnya, harus dicamkan bahwa tujuan diplomasi kesehatan global harusnya dapat mengatasi masalah tidak setaraan (“inequities”) dan juga menjamin keberlangsungan berbagai jenis pelayanan kesehatan yang terjangkau, efektif, efisien dan tersedia pada waktu yang diperlukan.

Ketiga, prinsip lain yang harus dijamin adalah agar aturan baru ini dapat mengatasi kesenjangan dalam respon ingternasional, kejelasan peran dan tanggung jawab negara dan organisasi internasional, serta pembentukan aturan dan norma yang jelas. 

Keempat, yang banyak sekali jadi pembahasan adalah prinsip dasar pembagian yang adil antara akses ke patogen penyebab wabah/pandemi dengan manfaat yang mungkin didapat dalam bentuk obat atau vasin, atau dikenal sebagai “Pathogen Access and Benefit-Sharing (P-ABS)”.

“Ini yang masih dirasa tidak adil. Kalau ada kejadian penyakit berpotensi wabah/pandemi di suatu negara maka negara itu diminta mengirimkan patogen penyebab penyakitnya ke dunia internasional. Tetapi, kalau kemudian patogen itu dibuat menjadi bahan obat atau vaksin maka pembagiannya dirasa belum adil, belum menjamin prinsip ekuitas atau kesetaraan,” ujar penerima Rekor MURI 2024 kategori tulisan COVID-19 terbanyak di media massa.

“Keempat prinsip dasar ini harus jadi pegangan para negosiator dalam perumusan akhir traktat pandemi ini,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur, Ada Alumni SMAN 3 Teladan Jakarta
Artikel Terkini
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur, Ada Alumni SMAN 3 Teladan Jakarta
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas