indonews

indonews.id

Tekan Radikalisme dan Terorisme, Dr. Djumala: Jangan Pernah Lelah Melakukan Counter Narasi di Medsos

Untuk menekan potensi ancaman radikalisme dan terorisme, katanya, hal pertama yang harus dilakukan adalah memperkuat ketahanan masyarakat (public resilience).

Reporter: very
Redaktur: very
zoom-in Tekan Radikalisme dan Terorisme, Dr. Djumala: Jangan Pernah Lelah Melakukan Counter Narasi di Medsos
Dr. Darmansjah Djumala, Kelompok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Bidang Kerjasama Internasional pada acara Forum Tematik Bakohumas BNPT dengan tema “Membangun Public Resilience Dalam Upaya Melindungi Perempuan, Anak Dan Remaja Dari Ideologi Radikalisme Terorisme”, Kamis (5/9). (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pada era kemajuan teknologi informasi dewasa ini, kelompok radikal menggunakan segala saluran untuk melalukan propaganda tindakan intoleran dan radikalisme, termasuk melalui medis sosial (medsos).

Sikap intoleran adalah embrio radikalisme, yang akan bermuara pada tindakan kekerasan dan terorisme.

“Oleh karena itu, kita para pengguna  medsos jangan pernah lelah untuk meng-counter narasi setiap propaganda intoleransi dan radikalisme,” ujar Dr. Darmansjah Djumala, Kelompok Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Bidang Kerjasama Internasional pada acara Forum Tematik Bakohumas BNPT dengan tema “Membangun Public Resilience Dalam Upaya Melindungi Perempuan, Anak Dan Remaja Dari Ideologi Radikalisme Terorisme”, Kamis (5/9).

Selain mendengar paparan Dr. Djumala, acara tersebut juga menghadirkan narasumber Listyowati, mantan Pekerja Migran Indonesia yang pernah terpapar radikalisme dan terorisme dan Dr. Dian Agustine Nuriman, Tenaga Ahli Komunikasi BNPT.

Dalam paparannya, Dr. Djumala, yang pernah bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB di Vienna ini menekankan bahwa dewasa ini terdapat tren baru dalam tindakan terorisme.

“Dulu cuma dilakukan oleh laki-laki dewasa. Tapi dengan peristiwa bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, 13 Mei 2018, ada tren baru. Pelakunya satu keluarga, terdiri dari 1 ayah, 1 ibu, 2 anak remaja laki-laki dan 2 anak perempuan di bawah umur. Terorisme sekarang melibatkan perempuan, anak dan remaja,” bebernya.

Oleh karena itu, katanya, BNPT menjadikan perlindungan perempuan, anak dan remaja sebagai prioritas dalam program kerja BNPT.

Pada bagian lain, Dr Djumala, yang pernah bertugas sebagai Kepala Sekretariat Presiden/Sekretaris Presiden Jokowi periode pertama, menguraikan tentang ideologi transnasional bisa mempengaruhi cara pikir dan keyakinan generasi muda yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Dr Djumala mengatakan, ideologi transnasional yang berusaha untuk terus memperluas pengaruhnya ke negara lain adalah Liberal-Capitalist, Socialist-State Capitalism dan Theocratic Islamist. Ketiga ideologi itu menggunakan segala cara untuk mencari pengikut baru, terutama perempuan dan remaja.

Untuk menekan potensi ancaman radikalisme dan terorisme, katanya, hal pertama yang harus dilakukan adalah memperkuat ketahanan masyarakat (public resilience). Hal ini bisa dilakukan dalam bidang pemantapan ideologi Pancasila, keutuhan keluarga, harmoni sosial dan perbaikan ekonomi.

Dr. Djumala juga menekankan, untuk melindungi perempuan, anak dan remaja dari ancaman terpapar radikalisme dan terorisme, dibutuhkan tiga strategi, yaitu meningkatkan public awareness, public engagement dan stakeholders collaboration.

Menurutnya, ancaman masyarakat bisa terpapar oleh radikalisme dan terorisme bisa ditekan jika masyarakat memiliki kesadaran akan bahayanya.

“Masyarakat harus dilibatkan dalam upaya deradikalisasi dan mesti didorong untuk berani melakukan counter narasi terhadap setiap propaganda intoleransi dan radikalisme yang sering diungkapkan di medsos secara terselubung,” ungkap Dr. Djumala.***

 

© 2025 indonews.id.
All Right Reserved
Atas