INDONEWS.ID

  • Selasa, 11/07/2017 13:21 WIB
  • Pembubaran HTI Amanat Konstitusi Indonesia

  • Oleh :
    • Abdi Lisa
Pembubaran HTI  Amanat Konstitusi Indonesia
Oleh : Bayu Kusuma *) INDONEWS.ID - Masalah radikalisme dan paham anti pancasila merupakan ancaman terbesar bagi keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, rencana pemerintah untuk menertibkan organiasi masyaarakat (ormas) yang mempunyai ideologi tersebut harus segera terwujud guna menciptakan keamanan dan ketentraman yang kondusif bagi rakyat Indonesia. Selain itu, pemerintah diharapkan memiliki strategi yang efektif untuk mengatasi masalah ini, yang merupakan masalah yang sangat vital bagi keamanan nasional kita untuk kedepan. Apalagi faham Negara Khilafah ini juga telah dideklarasikan oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dimana Abu Bakr al-Baghdadi sebagai khalifah. Mereka mengklaim negara khilafah telah ditegakkan di wilayah yang mereka kuasai. Oleh karena itu, negara yang plural yang menjunjung tinggi Bhineka Tungga Ika seperti Indonesia tentu tidak cocok dengan paham yang dibawa oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dalam propagandanya tidak mempertimbangkan keberagaman dan kebhinekaan seperti di Indonesia. Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia tahun 1980-an dengan nama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan organisasi yang berlandaskan doktrin dan tujuan Khilafah Islamiah dengan pola gerakan dakwah yang dirintis dikampus kampus besar. Pergerakan dengan spektrum isu seputar kritik demokrasi, thagut dan khilafah Islamiah. Secara konstitusi HTI dengan visi monarki-teokrasi/pan-islamismenya tentu bertentangan dengan Republik Indonesia-nation state yang demokratis dan dengan Pancasila sebagau landasan dasar. Dengan demikian eksistensi HTI menimbulkan polemik dengan kelompok nasionalis khususnya kelompok nasionalis agama moderat seperti Nahdlatul Ulama dan rakyat Indonesia secara umum. NU yang sejak lahir sudah mangawinkan agama dan nasionalis tentu berseberangan dengan HTI lewat visi dan misinya di Indonesia. Meminjam dawuh Hadlatusy Syaikh KH Hasyim Asyary bahwa "Agama dan nasionalisme yang tidak berseberangan, nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan". Kebencian masyarakat terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tampaknya semakin meluas, sehingga mereka mendukung dan menuntut segera adanya pembubaran HTI bukan hanya sebagai janji atau gertakan politik saja, melainkan diikuti tindakan yang nyata. Niat membubarkan HTI jika tidak segera direalisasi maka akan memudarkan niat itu sendiri. Pemerintah melalui Menteri Koordinator (Menko) Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) sudah melakukan pembubaran ormas Hizbut Tahir Indonesia (HTI) yang mempunyai gagasan menyerbarluaskan negara khilafah yang tidak sesuai dengan negara kesatuan NKRI serta ideologi Pancasila, namun hingga kini langkah lanjutan pemerintah tidak jelas arahnya, walaupun HTI telah terdaftar dan memiliki kekuatan badan hukum yang jelas. Namun organisasi yang berjalan kurang lebih 2 dekade berkiprah di Indonesia itu terindikasi kuat bertentangan dengan idealisme Pancasila dan Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Tercatat ada 17 negara yang menentang HTI yaitu Yordania, Mesir, Suriah, Pakistan, Uzbekistan, Libya, Arab Saudi, Jerman, Rusia, Kirgistan, Tajikistan, Kazakstan, China, Turki, Bangladesh, Malaysia dan Indonesia. Ironisnya, harus diakui bahwa kekuatan HTI di Indonesia sudah bagaikan gurita karena tidak menutup kemungkinan simpatisan HTI ada di beberapa level kehidupan masyarakat. Seperti dikemukakan Nuruzzaman, Kadensus 99 Satkornas Banser bahwa pernah ada kajian khusus dari Mabes TNI bahwa dulu pernah ada Jenderal yang terlibat bahkan rumah dinasnya digunakan pintu masuk HTI dan rumahnya digunakan sebagai pertemuan HTI internasional, termasuk Bahrun Naim adalah dari HTI yang dikatakan oleh HTI, walaupun diklaim sudah keluar dari HTI. “HTI sudah merupakan bahaya karena sudah ada 14 orang yang sudah menjabat sebagai pejabat BUMN. HTI mencoba merebut kekuasaan tanpa ikut Pemilu yaitu dengan kudeta kepada pemerintah, dengan langkah pertama merekrut stakeholder di pemerintahan,”ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta seraya menambahkan, HTI bergerak secara halus dan bedanya dengan ISIS adalah ISIS bergerak secara kasar paksa. Harus diyakini bahwa sistem khilafah sudah tidak mungkin lagi karena sudah out of date. Oleh karena itu patut dipertanyakan mengapa HTI yang merupakan anak cucu Ikhwanul Muslimin tetap ingin memperjuangkannya bahkan sudah berjuang di Indonesia secara “taqiyah atau sembunyi-sembunyi” sejak tahun 1953 dan sangat menguat kembali pasca kejatuhan Orba. HTI adalah organisasi yang hampir dilarang diseluruh dunia dan mereka ada dan gerakanya dibawah tanah dengan sasaran gerakan kepada kaum muda. Idiologi HTI bertentangan fitrah manusia dan demokrasi. Keyakinan HTI yang begitu mudah mengkafirkan umat Islam yang menerima demokrasi. HTI menciptakan konflik bahkan diinternal muslim. Oleh karena itu, sudah sangat jelas bahwa HTI itu adalah anti Pancasila, terlihat dari sikap HTI bahwa negara yang tidak menjalankan syariat Islam adalah negara kafir dan Indonesia dengan Pancasila adalah negara kafir. Harus diakui bahwa jantung negara ditusuk oleh organisasi anti Pancasila dalam hal ini adalah HTI. Urgensi Perppu Pembubaran HTI Banyak kalangan yang sudah mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan pembubaran Ormas anti Pancasila, HTI sebab jika tidak segera diterapkan maka pembubaran HTI terus akan sekadar wacana, bahkan memberikan kesempatan kepada HTI dan simpatisannya yang sudah ada di setiap level kehidupan masyarakat untuk “bangkit dan melawan balik”. Banyak kalangan menilai rencana pembubaran HTI melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) merupakan langkah yang sesuai prosedur hukum, sebab langkah tersebut dilakukan karena pemerintah memandang perlu untuk melakukan langkah dalam mempertahankan keamanan dan ketertiban negara yang sedang membangun. Bagaimanapun  juga, HTI adalah satu gerakan dakwah, tetapi dalam dakwah itu substansinya mengandung satu gerakan politik dan gerakan politik yang dianut tidak bisa menghindari istilah khilafah. Pemerintah memandang bahwa HTI merupakan ormas yang memiliki gerakan politik, bukan murni berdakwah, apalagi dengan mengusung konsep khilafah yang intinya dengan konsep khilafah adalah konsep yang berupaya untuk meniadakan konsep negara bangsa (nation state). HTI menjadi gerakan politik yang memengaruhi opini publik untuk mengganti Negara Kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan konsep khilafah. *) Penulis adalah pemerhati masalah Indonesia dan peneliti muda di Cersia, Jakarta.
Artikel Terkait
Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Artikel Terkini
Kebun Rimsa PTPN IV Regional 4 Bantu Sembako Dua Panti Asuhan
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas