INDONEWS.ID

  • Selasa, 25/07/2017 18:48 WIB
  • Desakan Pengunduran Diri ASN Terlibat HTI Harus Disertai Batas Waktu

  • Oleh :
    • Abdi Lisa
Desakan Pengunduran Diri ASN Terlibat HTI Harus Disertai Batas Waktu
Jakarta, INDONEWS.ID - Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) mendukung penuh himbauan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berafiliasi atau terlibat dalam ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) agar mengundurkan diri. Namun, himbauan itu harus disertai batas waktu, sehingga memungkinkan pemerintah menempuh langkah lain, jika ASN yang terlibat tersebut tidak mau mengundurkan diri. “Perlunya batasan waktu yang jelas agar ketika lewatnya waktu, maka Pemerintah bisa menempuh proses pemberhentian tidak dengan hormat berdasarkan ketentuan pasal 87 ayat (4) UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN,” ujar Koordinator Tim Task Force FAPP, Petrus Selestinus, di Jakarta, Selasa (25/7/2017). Petrus mengatakan, banyaknya jumlah ASN dan pejabat publik lainnya yang menjadi anggota HTI atau yang bersimpati pada HTI, bahkan selama ini diduga telah memberikan kontribusi materil untuk mendukung gerakan HTI, membuktikan bahwa Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) gagal menjalankan misinya atau patut diduga di dalam tubuh KASN sudah disusupi orang-orang HTI, sehingga membiarkan ASN berada dalam posisi "loyalitas ganda". “Ini sudah termasuk kualifikasi penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945, karena itu sanksi administratif yang tepat adalah harus diberhentikan dengan tidak hormat dari kedudukan sebagai PNS/ASN sesuai UU No. 5 Tahun 2014, tentang ASN,” katanya. Ketika seorang ASN dan/atau pejabat publik lainnya memiliki loyalitas ganda, maka loyalitasnya kepada "Nilai Dasar", "Kode Etik" dan Kode Perilaku" ASN adalah semu atau hanya kamuflase. Petrus mengatakan, UU No. 5 Tahun 2014, tentang ASN menyebutkan, seorang ASN sesungguhnya hanya loyal kepada Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku ASN. Karena itu ASN yang juga loyal kepada HTI, maka yang bersangkutan tidak cukup hanya diminta mundur dari segala jabatan yang melekat sebagai ASN atau jabatan publik lainnya, tetapi juga harus diberhentikan dengan “tidak hormat” dan diproses hukum, karena telah melanggar sumpah jabatan dan melanggar UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. “Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi dan manajemen ASN, memiliki legitimasi hukum dan politik yang sangat kuat untuk secara khusus menugaskan Kementerian Penertiban Aparatur Negara, Komisi Aparatur Sipil Negara/KASN, Lembaga Administrasi Negara/LAN dan Badan Kepegawaian Negara/BKN agar mengambil lngkah-langkah strategis, tegas dan cepat yang bersifat menertibkan,” ujarnya. (Very)  
Artikel Terkait
PNM Terus Bekali Nasabah dengan Teknologi Digital
Dianggap "Lahan Tak Bertuan", Sekolah Sering Jadi Tempat Penyemaian Ideologi Radikal
Kemendagri Ajak Pemda Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045
Artikel Terkini
Tamini Square Gelar Festival Soto dan Masakan Nusantara
Dituduh Curi Iphone, Ade Laporkan AA ke Polres Jaksel
PNM Terus Bekali Nasabah dengan Teknologi Digital
Hari Ulang Tahun ke 15 Kabupaten Maybrat Diwarnai Peluncuran Program PAITUA
Bupati Tanah Datar Serahkan Santunan BPJS Ketenagakerjaan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas