Nasional

ICJR Tolak Pembahasan RUU Pemasyarakatan di DPR

Oleh : very - Senin, 24/06/2019 10:15 WIB

DPR sedang menyusun masukan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap RUU Pemasyarakatan (RUU PAS) yang disiapkan oleh pemerintah. (Foto: Ilustrasi)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- DPR sedang menyusun masukan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap RUU Pemasyarakatan (RUU PAS) yang disiapkan oleh pemerintah. RUU PAS ini merupakan RUU baru yang akan menjadi dasar pemasyarakatan di Indonesia menggantikan UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU 12/1995).

Direktur Eksekutif ICJR, Anggara mengatakan Naskah Akademiki (NA) dari RUU yang dikirim Pemerintah ke DPR itu secara konsep dan substansi tidak cukup baik untuk dibahas di DPR. “Sehingga ICJR menolak adanya pembahasan RUU PAS di DPR,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (23/6).

Dalam bacaan ICJR terhadap isu pemasyarakatan, menurut Anggara, Indonesia mulai bergerak dari sistem yang berorientasi hanya pada pembinaan di dalam lembaga dalam hal ini Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) menjadi pembinaan yang berbasis pada pembimbingan di luar lembaga yang berakar/berbasis pada masyarakat untuk mencapai pemulihan (restorative justice) yang sudah mulai diadopsi secara lebih nyata oleh sistem peradilan pidana.

Karena itu, perubahan ini mengakibatkan konsep pemasyarakatan kedepan seharusnya tidak lagi berat sebelah pada pembinaan dalam Lapas, namun sudah harus mulai menekankan pentingnya kelembagaan lain untuk intervensi perubahan perilaku seperti Balai Pemasyarakatan (Bapas) dalam tugas-tugasnya seperti penelitian pemasyarakatan (litmas) sampai dengan pengawasan proses pemasyarakatan di luar Lapas.

“Hal ini juga diperkuat dengan mulai diperkenalkannya orientasi pemidaan yang tidak lagi hanya sekedar penjara, seperti menguatnya konsep tindakan dan alternative pemidanaan non penjara,” ujarnya.

Dalam catatan ICJR, menurut Anggara, RUU ini memiliki beberapa kelemahan yang harus diperhatikan.

Pertama, idealnya, RUU PAS dibahas dan dibentuk pasca Indonesia telah matang menentukan arah pemidanaan di dalam KUHP. Hal ini akan terjawab ketika RKUHP disahkan, tanpa KUHP baru, maka arah pemasyarakatan juga tidak akan kuat.

Dalam RUU PAS, ketakutan itu terlihat, RUU PAS tidak memiliki dasar yang kuat mengenai konsep tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan, meski RKUHP memperkenalkan konsep Restorative Justice yang menekankan pemulihan dengan mekanisme yang tidak sekadar berorientasi pada penjara, namun RUU PAS justru masih sangat kental dengan pembinaan di dalam Lapas. “Dengan kata lain, RUU ini lebih tepat disebut RUU Lapas dari pada RUU Pemasyarakatan,” ujarnya.

Kedua, RUU Ini tidak menjawab persoalan pembinaan di luar lapas yang selama ini menjadi persoalan yang minim perhatian. Hal-hal seperti pola koordinasi pengawasan dan pembinaan pidana alternatif seperti pidana bersyarat dengan masa percobaan tidak terjawab, kewenangan litmas secara lebih jelas pun tidak diatur dengan lebih luas. Dalam RUU ini singkatnya Bapas masih menjadi prioritas ke dua, padahal Bapas adalah masa depan pemasyarakatan di Indonesia.

Ketiga, RUU ini belum terkoneksi baik dengan UU lain.  Diluar kebutuhan dasar pemebentukan RUU PAS yang harus berdasar pada KUHP dan KUHAP baru, RUU ini tidak secara komprehensif mengatur materi lain di luar isu Lapas. Misalnya ketentuan restraining order atau perintah konseling sebagai salah satu bentuk hukuman yang sudah ada dan berlaku di dalam UU PKDRT tidak diatur.

Keempat, RUU ini masih kurang dalam mengedepankan pertimbangan potensi pelanggaran HAM. Aturan penggunaan senjata dan kekuatan oleh petugas  tidak diatur secara rinci mengenai pembatasannya, aturan mengenai penggunaan sel tutupan diatur tanpa syarat dan ketentuan yang jelas, selain itu aspek pemenuhan hak asasi manusia untuk kelompok dengan kebutuhan spesifik seperti anak, perempuan, difabel, terpidana mati sampai kebutuhan akan akses kesehatan seperti untuk ODHA dan pengguna narkotika juga belum dimuat secara komprehensif dalam RUU ini.

Karena itu, ICJR menilai apabila konsep yang menjadi dasar dari pembentukan RUU ini saja masih belum terlalu kuat, maka tidak ada kebutuhan untuk membahas lebih jauh materi dari RUU tersebut. “ICJR juga mengeritik tertutupnya pemerintah dalam pembentukan RUU ini, konsultasi dengan masyarakat sipil nyaris tidak terbuka,” ujarnya.

Untuk itu ICJR menyatakan menolak pembahasan RUU PAS baru di DPR sampai dengan jelasnya pembaharuan KUHP dan KUHAP. Selain itu, kedepan ICJR meminta pemerintah lebih terbuka dalam melakukan perancangan dengan melibatkan masyarakat.

“Terkahir, ICJR meminta agar pemerintah benar-benar memikirkan persoalan pemasyarakatan dan orientasi pemidanaan dengan tidak hanya bertitik pada Lapas dan pemidanaan di dalam lembaga, namun juga harus mengarusutamakan konsep restorative justice dengan memperkuat kelembagaan dan konsep pembinaan di luar lapas,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait