Nasional

Standar Ganda KPAI dalam Audisi PB Djarum

Oleh : very - Rabu, 11/09/2019 09:59 WIB

Erlinda, Ketua Indonesia Child Protection Watch dan Humas Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ). (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Masyarakat terbelah kembali bak kutub utara dan selatan apalagi ada tagar #BubarkanKPAI & #SaveKPAI. Semua bukan karena Pilpres dan Pilkada namun karena konflik dan polemik antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menuding PB Djarum melakukan eksploitasi anak pada Audisi pencari bakat Olahraga Bulutangkis.

“Kisruh atau polemik segera dihentikan mengingat menjadi gaduh di Masyarakat akan berdampak buruk pada anak-anak yang mempunyai minat bakat pada dunia olahraga namun tidak mampu akibat kondisi ekonomi dan hal lainnya,” ujar Ketua Indonesia Child Protection Watch, yang juga Komisioner KPAI Periode 2014 – 2017, Erlinda melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (11/9).

Karena itu, Erlinda mendesak berbagai pihak, khususnya pemerintah agar segera memberikan solusi terkait ditutupnya Audisi PB Djarum dalam mencari bibit dan pembinaan Anak Berbakat pada dunia Olahraga Bulutangkis.

Hal itu, misalnya dilakukan dengan cara menggandeng dunia usaha atau dana CSR serta memaksimalkan peran Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memfasilitasi Anak Bangsa.

Selain itu, katanya, mendukung ketentuan WHO dan UU Perlindungan Anak serta PP 109 Tahun 2002 tentang tidak diijinkannya promosi tembakau.

Erlinda yang Wasekjen Syarikat Islam ini mengatakan, jika memang yang menjadi pelanggaran dan eksploitasi terkait Brand dan Logo foundation merek dagang rokok yang tergampang di baju para peserta Audisi serta di tempat kejuaraan maka harus segera diselesaikan dengan mencari alternatif pilihan nama atau kalimat.

Namun Erlinda mengatakan ada dugaan tebang pilih pada Brand Foundation industri rokok saat ini. “Jika PB Djarum divonis telah melakukan pelanggaran eksploitasi anak pada ajang mencari bakat olarahraga Bulutangkis dengan menjadikan tubuh anak menjadi iklan berjalan, apakah yang telah dilakukan misalnya oleh Sampoerna Foundation dan Sampoerna Academy yang melibatkan anak usia dini sampai jenjang menengah (Sekolah TK sampai dengan SMA) dengan logo yang mirip dan identik dengan brand Rokok Sampoerna walau sahamnya sudah dibeli oleh Philip Morris,” tanya Erlinda.

Faktanya rokok Sampoerna masih dijual bebas hingga saat ini. Bagaimana pula dengan yayasan lain sepeti Gudang Garam?

Karena itu, KPAI maupun pemerintah harus memberikan penjelasan secara komprehensif dan dimengerti oleh masyarakat terkait definisi dan fakta ekploitasi anak sesuai dengan UU Perlindungan Anak, Konvensi Anak dan penjelasan secara ilmiah merujuk pada UNCRC article 19.

Pertanyaannya adalah apakah KPAI telah melakukan kajian atau riset terhadap pelatihan yang dilakukan oleh PB Djarum sejak 2006 untuk mencari sekaligus melatih bibit unggul dibidang olahraga Bulutangkis terkait tuduhan eksploitasi anak tersebut? Dan jika benar pada proses Audisi sampai Pelatihan terjadi tindakan eksploitasi anak, mengapa semua elemen diam selama ini?

Selanjutnya, jika benar PB Djarum telah melakukan pelanggaran dan eksploitasi, mengapa tidak dilaporkan oleh KPAI tapi menyatakan untuk ditutup atau dihentikan Audisinya?

Karena itu, dalam kasus ini, masyarakat harus diberikan pendidikan secara benar terkait polemik dan perbedaan antara industri dan foundation yang prinsipnya bertolak belakang dan untuk itu logonya pun berbeda. “Tetapi menyederhanakan masalah dengan tuduhan eksploitasi anak adalah tuduhan yang serius dan berpotensi kriminalisasi,” ujar Humas Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) ini.

 

KPAI dan Standar Ganda

Terlihat sekali dalam hal ini KPAI menggunakan standar ganda dalam menerapkan regulasi. KPAI misalnya, sering kali hanya diam dalam persoalan terkait dengan khilafah atau penggunaan ideologi lain selain Pancasila.

Erlinda mengatakan, melakukan kaderisasi untuk mengganti ideologi bangsa itu merupakan tindak pidana yang dilarang negara. Namun, KPAI dinilai beda standard penerapan aturan. “Tidak pernah ada teguran bagi eksploitasi anak dalam mempromosikan ideologi terlarang, di saat masih banyak kasus kekerasan, pelecehan, TPPO dan eksploitasi terhadap anak seperi Anak Jalanan yang masih ditenukan pada pingir jalan, pekerja anak ABK, penambang Anak dll.,” ujar Erlinda.

Karena itu, sangat bijak bila lembaga KPAI melakukan program skala prioritas. Sangat disayangkan KPAI tidak melakukan diskusi publik atau FGD terkait menyatakan PB Djarum melakukan eksploitasi anak pada kegiatan Audisi. “Bisa tanya pada Kak Seto, pemerhati anak lain / LSM penggiat perlindungan anak apakah beliau pernah diundang untuk mendiskusikan polemik PB Djarum,” ujarnya.

Menurut Erlinda, prestasi Anak Bangsa Indonesia tidak mungkin dicapai tanpa proses pencarian bakat sejak usia dini melalui program pembibitan dan pelatihan dan itu semua berlaku pada semua bidang seperti teknologi digital, science, ekonomi, olahraga dll.

Mengutip penelitian Howard Gardner, kata Erlinda, di dalam diri setiap anak tersimpan sembilan jenis kecerdasan yang siap berkembang dan membutuhkan stimulasi serta diberikan wadah untuk menyalurkan sekaligus mengembangkan diri termasuk melakukan pembiasaan dalam keseharian.

“Karena itu, mari berlapang dada dan segera duduk bareng untuk menghentikan polemik agar mengurangi dampak buruk lebih lanjut pada pelanggaran Hak Anak dan semua eleman dapat memberikan pemenuhan pada hak anak,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait