Bisnis

Target 35.000 MW lewat Dukungan Pelanggan PLN

Oleh : indonews - Kamis, 26/10/2017 11:32 WIB

Prof. Atmonobudi Soebagio Ph.D. (Foto: Ist)

 

Oleh: Prof. Atmonobudi Soebagio Ph.D.

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang cukup besar untuk dikembangkan, khususnya untuk jenis energi panas bumi, energi air, energi angin, sel surya,  serta energi biomassa. Namun, sektor energi di Indonesia cukup kompleks, mengingat lebarnya variasi kebutuhan energi di seluruh wilayahnya yang terdiri lebih dari 13,677 pulau, dan 6,000 di antaranya pulau berpenduduk dengan berbagai level ekonomi keluarga serta keanekaragaman aktifitas ekonomi mereka.

Cadangan energi fosil semakin berkurang, sedangkan ekspor batubara dalam beberapa tahun terakhir masih sebesar 80% dari produksi batubara setiap tahunnya, dan telah melemahkan ketahanan energi nasional. Akses masyarakat untuk mendapatkan pasokan listrik masih terbatas, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil, tertinggal, dan di perbatasan negara.  Pengembangan energi listrik untuk daerah tertinggal, terpencil, dan terluar tersebut harus menggunakan energi-energi terbarukan yang memerlukan pendanaan dan penguasaan teknologi.

Bila dibandingkan dengan tahun 2015, prediksi pemanfaatan listrik pada tahun 2050 akan meningkat 6.1–7.5 kali lipat. Kebijakan subsidi listrik juga telah dikurangi dengan dicabutnya subsidi listrik terhadap 12 golongan tarif tenaga listrik, sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 31/2014. Kedua belas golongan tarif tenaga listrik tersebut mencakup keperluan rumah tangga (400 VA sd ≥ 6.600 VA), bisnis (≥ 6.600 VA), industri (≥ 200 kVA), kantor pemerintah (≥ 6.600 VA), penerangan jalan umum tegangan rendah,dan layanan khusus. Penghapusan subsidi BBM dan listrik tersebut mendorong turunnya subsidi energi dari 315 triliun rupiah pada tahun 2014 menjadi 119 trilliun rupiah pada tahun 2015 untuk digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan sosial.

Sejak mengawali kepemimpinan Pak Jokowi sebagai presiden, beliau telah mencanangkan target pencapaian total pembangkitan listrik sebesar 35.000 megawatt (MW).  Tekad tersebut memperoleh reaksi  mendukung maupun skeptis, dari pihak-pihak yang terkait dengan upaya pencapaian target tersebut maupun dari dalam kabinet sendiri. Sementara itu, Menko Ekonomi dan Keuangan menyatakan bahwa kondisi PLN, selaku BUMN yang menangani penyediaan listrik, dalam kondisi memprihatinkan.

Target pencapaian program penambahan daya 35.000 megawatt (MW) pada 2019 diperkirakan sulit dicapai karena cadangan batubara,  sebagai bahan bakar bagi pembangkit listrik tenaga uap, semakin berkurang cadangannya. Berdasarkan data RUPTL 2014-2025 yang dikeluarkan oleh PLN, sampai dengan tahun 2015 kapasitas terpasang pembangkit PLN dan IPP di Indonesia adalah 48.065 MW yang terdiri dari 33.824 MW di sistem Jawa-Bali dan 10.091 MW di sistem-sistem kelistrikan Wilayah Sumatera dan 4.150 MW di Indonesia Timur. Apabila memperhitungkan pembangkit sewa sebesar 3.703 MW, maka kapasitas terpasang pembangkit menjadi 51.348 MW. PLTU batubara  merupakan pemasok listrik terbesar (48,9%).

Secara ekonomi, pasar komoditas dianalisis berdasarkan demand and supply side equilibrium.  Namun, dalam perkembangan dunia tentang upaya pengembangan energi-energi terbarukan yang berkelanjutan, pelanggan listrik memiliki peluang sebagai partisipan dalam membantu PLN sebagai pemasok daya listrik ke jaringan listrik.  Pelanggan ini merupakan pelanggan listrik yang juga memiliki pembangkit listrik sendiri.  Dan pelanggan jenis ini, yang sebelumnya disebut consumer, kini disebut sebagai prosumer karena partisipasinya dalam menyumbangkan daya listriknya ke jaringan listrik PLN.  Dan ini akan mengubah sisi demand side tidak lagi sebatas selaku konsumer saja, melainkan juga sebagai produser di dalam analisis ekonominya.  Artinya, ketika meramal kenaikan permintaan listrik dari tahun ke tahun sebetulnya juga terjadi peningkatan tambahan pasokan listrik dari kelompok prosumer ke jaringan listrik PLN.

Tulisan ini mengulas potensi pelanggan listrik PLN katagori prosumer. Tentunya untuk mengakselerasi partisipasi pelanggan listrik biasa menjadi prosumer, perlu didukung sejumlah kebijakan baru pemerintah yang berpihak kepada partisipasi masyarakat pelanggan listrik dan pengoperasiannya dilaksanakan oleh PLN. 

 

Potensi Pelanggan Listrik

Berdasarkan Permen ESDM No. 31/2014, pelanggan listrik PLN dikatagorikan ke dalam jenis pelanggan (1) Rumah Tangga, (2) Komersial, (3) Publik dan (4) Industri, sebagaimana diperlihatkan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Pelanggan (x 1.000).

Jenis Pelanggan

2010

2011

2012

2013

2014

2015

Rumah Tangga

39,111

42,348

45,991

48,887

53,078

56,311

Komersial

1,877

2,019

2,175

2,359

2,549

2,815

Publik

1,146

1,214

1,300

1,402

1,497

1,682

Industri

48

50

52

55

58

61

Total

42,183

45,631

49,519

53,703

57,183

60,869

Sumber: RUPTL PLN 2016-2025.   [4]

 

Sedangkan jumlah pelanggan listrik jenis rumah tangga secara nasional maupun   secara wilayah dapat dilihat pada Tabel 2. Pelanggan  rumah tangga dari Jawa-Bali merupakan yang terbanyak, diikuti oleh Sumatra.

Tabel 2. Jumlah pelanggan rumah tangga per wilayah (x 1.000)

Wilayah

2010

2011

2012

2013

2014

2015

Indonesia

39,111

42,348

45,991

49,887

53,078

56,311

Jawa-Bali

26,586

28,066

30,204

32,512

34,468

36,643

Sumatra

7,294

8,211

8,958

9,724

10,361

10,972

Kalimantan

1,862

2,081

2,323

2,581

2,774

2,944

Sulawesi & Nusra

2,873

3,422

3,878

4,337

4,669

4,888

Maluku & Papua

497

568

628

733

806

865

Sumber: RUPTL PLN 2016-2025.   [4]

 

Tabel 3 memperlihatkan klasifikasi daya listrik berdasarkan jenis pelanggan Rumah Tangga, Bisnis, dan Industri.  Makalah ini hanya menggunakan pelanggan- pelanggan jenis rumah tangga saja sebagai model partisipasi pelanggan listrik karena merupakan pelanggan terbesar.

 

Tabel 3. Katagori Pelanggan Listrik Rumah Tangga, Bisnis, dan Industri.

No.

Jenis Pelanggan

Daya

Kode

Rumah Tangga

1

Kecil

450 VA; 900 VA; 1.300 VA

R-1/TR

2

Menengah

3.500 VA s.d. 5.500 VA

R-2/TR

3

Besar

≥ 6.600 VA

R-3/TR

 

Bisnis

1

Kecil

450 VA s.d. 5.500 VA

B-1/TR

2

Menengah

6.600 VA s.d. 200 KVA

B-2/TR

3

Besar

> 200 KVA

B-3/TR

 

Industri

1

Kecil

450 VA s.d. 14 KVA

I-1/TR

2

Sedang

14 KVA s.d. 200 KVA

I-2/TR

3

Menengah

>200 KVA

I-3/TM

4

Besar

≥30.000 KVA

I-4/TT

Sumber: Permen ESDM No. 31/2014  [5]

 

Perhitungan ini didasarkan pada asumsi partisipan pelanggan listrik jenis rumah tangga yang memiliki PLTS sendiri, dan merupakan angka partisipasi terendah bila dibandingkan dengan pelanggan bisnis dan industri.  Asumsi partisipasi daya listrik PLTS milik pelanggan dapat dilihat pada Tabel 4. Angka partisipasi tersebut merupakan angka partisipasi awal, pasca dikeluarkannya kebijakan pemerintah, dan akan meningkat sejalan dengan naiknya kesadaran pelanggan akan manfaatnya sebagai pelanggan listrik PLN yang sekaligus sebagai pemilik PLTS. 

Tabel 4. Asumsi Pelanggan Pemilik PLTS dan Partisipasinya.

No.

Jenis Pelanggan

Daya

PLTS

[Wp]

Partisipasi

[%]

Jumlah Pemilik

PLTS

Daya

[kWp]

Rumah Tangga

1

Kecil

900 VA; 1,300 VA

500

0.1

5.311

2.655,5

2

Menengah

3,500 VA s.d. 5,500 VA

1,000

0.3

1.,933

15.933,0

3

Besar

≥ 6,600 VA

2,500

0.5

26.555

66.387,5

Total Daya PLTS Rumah Tangga

84.976

 

Angka persentase partisipasi pelanggan rumah tangga didasarkan pada asumsi tentang kemampuan pelanggan untuk memiliki PLTS, yang besarnya proposional dengan klasifikasi daya  pelanggan. Dari perhitungan diperoleh daya total PLTS sebesar 84,976 MWp, atau dibulatkan menjadi 85 MWp.  Saat ini jumlah pelanggan listrik yang telah memiliki PLTS semakin meningkat, walaupun jumlahnya belum signifikan.  Untuk itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang bersifat terobosan agar mereka tergerak untuk juga memiliki pembangkit alternatif lain, misalkan PLT Surya, PLT Bayu atau Diesel Genset. 

 

Respon Pelanggan Semakin Meningkat

Respon positif akan meningkat ketika harga setiap unit PLTS di pasar semakin murah, sejalan dengan meningkatnya teknologi produksi dari perusahaan pembuat peralatan tersebut. Menurut Hukum Swanson, bahwa setiap dua kali lipat kenaikan produksi akan menurunkan biaya 19-23%. Di samping itu, efisiensi daya dari panel surya semakin meningkat, yang berarti luas panel sel surya untuk kapasitas daya yang sama semakin kecil dan semakin ringan beratnya ketika dipasang di atap rumah.

 

Usulan Kebijakan Pemerintah Pro Pelanggan

Untuk mengakselerasi partisipasi pelanggan rumah tangga sebagai pemilik PLTS, diperlukan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada para pelanggan listrik.  Pelanggan listrik PLN dapat berpartisipasi dalam mendukung program peningkatan daya listrik dengan cara:

  1. KWh-meter konvensional (satu arah) di rumah mereka ditukar dengan KWh-meter dua arah (net-meter) oleh pihak PLN. Dengan alat ini, aliran daya listrik dari kedua arah akan tercatat oleh peralatan tersebut.
  2. Untuk merealisasikan partisipasi pelanggan, pemerintah menetapkan diberlakukannya KWh-meter dua arah, walaupun bersifat pilihan.
  3. Sekiranya kebijakan penggunaan net-meter tersebut pernah dikeluarkan pemerintah, maka perlu disosialisasikan kepada semua pelanggan listrik, termasuk sektor komersial dan industri.

 

Presedurnya adalah sebagai berikut:

  1. Pelanggan yang memiliki PLTS, mendaftarkan PLTS-nya ke PLN untuk memperoleh ijin interkoneksi dengan jaringan PLN. Petugas akan datang untuk memeriksa.
  2. Bila disetujui, maka PLN mengganti KWh-meter konvensionalnya dengan KWh-meter dua arah.

 

Dengan adanya kerbijakan tersebut, maka prosumer dapat diperlakukan oleh PLN sebagai individu yang berpartisipasi dalam pasar sebagai:

  1. Penjual di suatu market.
  2. Pembeli di market lainnya.

Manfaatnya bagi PLN dan Prosumer

Dengan keikutsertaan pelanggan yang PLTS-nya terhubung dengan jaringan listrik PLN, maka:

  1. PLN akan terbantu pada saat kondisi beban puncak, karena pertumbuhan beban puncak sistem Jawa-Bali 2010-2015 secara rerata besarnya 5.8% per tahun [4].
  2. Pengurangan tagihan bulanan pada pelanggan karena terbantu oleh PLTS tidak akan merugikan PLN karena akan selalu terbayar oleh pelanggan lain.
  3. Target penambahan pasokan daya lewat pembangunan pembangkit baru dapat ditunda.
  4. Partisipasi pelanggan akan meningkatkan diversifikasi jenis pembangkit, yang berarti mengurangi ketergantungannya pada batubara, sehingga dapat menurunkan emisi CO2. Sebagai pembanding, PLTU Batubara mengemisikan CO2 sebanyak 940 kgCO2/MWh, sedangkan emisi yang ditimbulkan PLTS hanya sekitar 63 kg CO2/MWph.  Sebaliknya, bila potensi prosumer yang sebesar 85 MWp tetap merupakan beban PLTU Batubara, maka  emisi CO2 oleh PLTU tersebut akan sebesar  5,62 megaton CO2/tahun.
  5. Ditingkatkannya sistem jaringan transmisi konvensional menjadi jaringan cerdas (smart grid), akan semakin mendorong minat pelanggan rumah tangga, bisnis, maupun industri untuk memiliki PLTS secara on grid.
  6. Menguatnya ketahanan dan keamanan energi listrik nasional karena PLN dan pelanggan pemilik PLTS sama-sama menanggung beban listrik.

 

Sedangkan manfaat bagi prosumer adalah:

  1. Pelanggan dapat menggunakan daya yang lebih besar dari katagorinya selaku pelanggan, melalui kombinasi pasokan daya dari PLN dan PLTS-nya.
  2. Pelanggan dapat mengirimkan kelebihan dayanya ke jaringan PLN pada saat beban di rumahnya sedang rendah.
  3. Kelebihan tersebut akan diperhitungan oleh PLN, sehingga mengurangi besarnya tagihan listrik pada bulan berikutnya.

Apabila kelak sistem jaringan listrik PLN ditingkatkan menjadi jaringan cerdas, peluang partisipasi prosumer akan semakin meningkat karena mereka dapat digolongkan sebagai partners in producing power. Dan pelanggan yang ikut berpartisipasi sebagai prosumer tidak hanya rumah tangga, melainkan juga pelanggan sektor bisnis dan industri.

 

Kesimpulan

Target peningkatan daya sebesar sebesar 35.000 MW akan terakselerasi tanpa mengandalkan RAPBN karena merupakan partisipasi langsung dari pelanggan.  Perlu segera dibangun jaringan cerdas sebagai pengganti sistem jaringan biasa karena akan semakin meningkatkan partisipasi pelanggan jenis prosumer.  Target pengurangan emisi karbon dioksida akan semakin nyata melalui pengurangan ketergantungan listrik nasional pada pembangkit listrik yang menggunakan energi fosil.

Daftar Pustaka:

  1. Schuitema G., Lisa Ryan, Claudia Aravena, “The Consumer’s Role in Flexible Energy Systems: An Interdisciplinary Approach to Changing Consumers’ Behavior”, IEEE Power & Energy for Electric Power Professionals, Vol.15, Number 1, January/February 2017.
  2. Richter A., E. van der Laan, W. Ketter, K. Valogianni, Transitioning from the Tradisional to the Smart Grid: Lessons Learned from Closed-Loop Supply Chains, Rotterdam School of Management, Erasmus University Rotterdam, Netherlands.
  3. Qin Sun et.al., “An Economic Model for Distributed Energy Prosumers”, The 46th Hawaii International Conference on System Sciences (HICSS).
  4. RUPTL PLN 2016-2025.
  5. Peraturan Menteri ESDM No. 31/2014.
  6. Soebagio A, B. Widodo, “Government Policy to Encourage Customers to Support Development of Renewable Energy in Indonesia – A Proposal”, IJSGSET Transaction on Smart Grid and Sustainable Energy, Vol. 1, No. 1, May 2017.

 

 

Artikel Terkait