Mochtar Riady: Jangan Sekali-kali Abaikan Momentum

Oleh : very - Selasa, 13/02/2018 17:53 WIB

DIrut PNM Parman Nataatmadja memberi kenang-kenangan kepada Pendiri dan Presiden Komisaris Lippo Group Mochtar Riady, dalam acara PNM Leaders Forum, di Jakarta, Senin (12/2/2018). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Kesuksesan tidak datang secara tiba-tiba dan mudah, seperti membalikkan kedua telapak tangan. Dia melalui proses panjang bahkan dengan tetesan keringat, darah dan air mata.

Kesuksesan juga bukan sekali jadi. Jalan menuju kesuksesan harus ditapaki selangkah demi selangkah menuju kesuksesan berikutnya. Karena itu, mencapai kesuksesan saja belum cukup. Sebuah pencapaian mesti dijaga, dipelihara, bahkan harus terus dilipatgandakan menjadi kesuksesan-kesuksesan berikutnya. Kegagalan merawat kesuksesan akan berujung pada kemunduran bahkan kebangkrutan.

Contoh untuk hal ini tidak sulit. Ada begitu banyak perusahaan raksasa yang harus tumbang karena tidak mampu bersaing dengan perubahan zaman yang datang begitu cepat.

Lantas, apa tips untuk meraih, merawat dan menggandakan kesuksesan yang telah diraih tersebut?

“Caranya semuanya didasarkan pada momentum. Kalau tidak bisa melihat momentum, dan melaksanakan momentum, maka kita tidak bisa besar,” ujar pendiri dan Presiden Komisaris Lippo Group Mochtar Riady, dalam acara “PNM Leaders Forum”, di Jakarta, Senin  (12/2/2018). Acara yang digelar oleh PT Permodalan Nasional Madani atau PNM Persero ini mengambil tema “Shaping Future Into The Best And Most Unique Company”. 

Acara yang dibuka Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ini juga menghadirkan ekonom Faisal Basri. Hadir dalam acara itu Direktur Utama PT PNM Parman Nataatmadja dan para direksi, pimpinan cabang Mekaar dan ULaMM seluruh Indonesia, serta para nasabah.

Menangkap momentum tidak sekadar wacana, tetapi memang dilaksanakan Mochtar Riady. Pria kelahiran Kota Malang, 12 Mei 1928 ini sudah melihat dan mengkap berbagai peluang sejak era Presiden Soekarno. Salah satu contohnya, ketika dia berhasil menyelamatkan Bank Buana pada tahun 1966. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis karena berada pada masa perubahan ekonomi secara makro. Ketika itu Mochtar Riady sedang kuliah malam di Universitas Indonesia. Di situ dia pun mengenal beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana, dkk. Mochtar Riady sadar dan segera mengubah arah kebijakan Bank Buana.

Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %, padahal pada waktu itu semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut, maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar kewajibannya.

Sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi syarat ketat khususnya dalam hal jaminan. Namun karena bunga yang ditawarkan Bank Buana sangat rendah dibanding bank lain, maka banyak debitur yang masuk dan tak ragu untuk memberikan jaminan. Dengan cara itu Bank Buana menjadi sehat, padahal pada waktu itu banyak klien dan bank yang bangkrut. “Saat itu ada sekitar 17 bank jatuh, tidak termasuk Bank Buana,” ujar alumnus Universitas Nanking, Cina ini.

Dan sejak saat itulah, nama Mochtar Riady mulai dikenal dan diperbincangkan di tingkat nasional.

Menangkap dan melaksanakan momentum itulah yang terus dilakukannya, misalnya saat mengembangkan Bank Panin, BCA dan Bank Lippo.

 

Digital Masuk Desa

Cerita kemiskinan sudah setua kehidupan manusia. Bahkan, menurut catatan Mochtar Riady, cerita kemiskinan sudah ada sekitar 2600 tahun lalu. Mengapa hingga kini kemiskinan itu masih sulit diatasi?

“Alasannya karena penyebab kemiskinan itu banyak faktornya. Bisa terkait dengan kesehatan, dan bisa juga karena petani menjual hasil pertanian terlalu murah,” ujar Mochtar.

Mochtar Riady mengatakan, para petani menjual hasil pertanian terlalu murah, sementara membeli berbagai barang dengan harga yang tinggi. Karena itulah, beberapa pengusaha coba menciptakan pasar melalui internet atau yang disebut dengan e-commerce.

Peran IT saat ini sangat penting. Dan IT bisa diharapkan mengentaskan masyarakat dari “kutukan” kemiskinan.

Peran IT ini disadari betul oleh Mochtar Riady. “Saya orang yang pertama di BCA yang menggunakan IT. Kami adalah bank pertama yang menggunakan IT. Demikian juga, saya yang pertama membuat sistem di Matahari menggunakan IT,” ujar tokoh yang dijuluki “The Magic Man of Bank Marketing” ini.

(Pendiri dan Presiden Komisaris Lippo Group Mochtar Riady saat menjadi pembicara dalam acara PNM Leaders Forum, di Jakarta, Senin 12/2/2018).

Mochtar pun berpikir keras tentang cara mengentaskan masyarakat, terutama di perdesaan agar keluar dari lingkaran kemiskinan. Lalu, sampailah dia pada satu solusi yaitu membawa digital masuk desa.

“Ekonomi digital adalah sharing ekonomi, ada sebuah kebersamaan. Inilah ciri digital economy,” ujar salah satu konglomerat di Indonesia ini.

Untuk mewujudkan ekonomi digital, katanya, beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, membangun pasar digital. Menurut Mochtar, sebuah pasar digital harus memenuhi empat syarat yaitu, adanya sistem telekomunikasi yang baik; e-payment yang baik; adanya lembaga penjamin; dan logistik yang bagus. Tanpa logistik yang baik dan murah, maka ekonomi digital itu sulit terwujud.

Kedua, mewujudkan program digital masuk desa. “Pasar digital itu adalah pengentasan kemiskinan di desa,” ujarnya.

Sejak dua tahun belakangan, Mochtar berpikir keras mencari partner yang bisa diajak untuk merealiasasikan gagasannya tersebut. Awalnya, dia mendekati Pegadaian. Namun, rencana itu kandas. Kemudian, Mochtar pun bertemu sebuah perusahaan BUMN yaitu PT Permodalan Nasional Madani, atau PNM. Mochtar mengatakan sangat tertarik dengan program yang dilakukan PNM. Dia lebih tertarik dengan pendampingan yang dilakukan PNM terhadap para ibu rumah tangga prasejahtera.

“Saya pernah dibawa ke Kalibaru. Para ibu di sana (yang mengikuti program Mekaar) dilatih untuk taat membayar pinjaman. Mereka bahkan harus mengucapkan janji dan sumpah. Ini orang yang saya mau cari,” ujarnya disambut tepuk tangan peserta.

Karena itu, Mochtar tertarik melakukan kerja sama dengan PNM untuk mengatasi kemiskinan. “Saya merasa kalau kita bisa kerja sama dengan PNM, kita bisa bangun desa digital. Hanya kerja sama dengan PNM, kita bisa berkembang,” ujarnya. (Very Herdiman)

  

 

 

 

Artikel Terkait