Nasional

Perempuan Rentan Target Radikalisasi, Pertiwi Indonesia Gelar Dialog Kebangsaan

Oleh : indonews - Jum'at, 21/06/2019 21:01 WIB

Putri K. Wardani (Kanan) selaku Ketua Umum Pertiwi Indonesia usai pembukaan kegiatan, Kamis, 20/06 kemarin. (Foto: Ist)

Jakarta,INDONEWS.ID - Pertiwi Indonesia kembali menggelar dialog kebangsaan. Dialog kebangsaan kali ini, mengambil tema “Kita Bisa Apa?”. Hal ini disampaikan oleh  Putri K. Wardani selaku Ketua Umum Pertiwi Indonesia usai pembukaan kegiatan, Kamis, 20/06 kemarin.

Wardani menjelaskan bahwa Indonesia hari ini dikepung oleh penyebaran paham radikalisme. Adapun yang rentan yang menjadi sasaran dari penyebaran tersebut adalah kaum perempuan. Karena itu, pihaknya mengambil inisiatif untuk melakukan sosialisasi percegahan.

"Dialog yang mengangkat isu Kebhinnekaan ini sangat penting dan perlu kita pahami demi menjaga kerukunan hidup dalam keberagaman agama, etnis dan budaya," kata Wardani di Jakarta, Jumat (21/06)

Dialog kali ini dihadiri oleh beberapa narasumber. Di antaranya yakni Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, Sumanto Al Qurtuby dan Brigjen Pol Ir. Hamli. Ketiga pembicara hadir dengan pandangan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Susaningtyas dalam penjelasannya menjelaskan, masalah radikalimse di Indonesia sudah pada tahap menghwatirkan. Hal ini terlihat jelas dari semakin masifnya upaya penyebaran paham berbahaya tersebut. Apalagi perempuan selalu menjadi target utama dalam penyebarannya.

"Faktor agama, sosial dan kultural yang cenderung menempatkan perempuan dalam posisi marjinal dan subordinat menjadi sebab utama,” jelas pengamat militer tersebut.

Ia menambahkan, perempuan lebih rentan karena faktor pernikahan. Melalui proses pernikahan, perempuan dijadikan sebagai objek untuk penyebaran paham membahayakan tersebut.

"Dengan kultur patriarki di Indonesia yang menempatkan perempuan dalam posisi marjinal dan subordinat. Maka perempuan Indonesia akan lebih mudah menjadi terpapar radikalisme, terutama perempuan di pedesaan yang dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah,” ujarnya.

Hal yang sama disampaikan oleh Sumanto. Ia mengatakan bahwa salah satu tantangan Indonesia hari adalah bagaimana masyarakat Indonesia merayakan kebhinekaan. Selain itu, masyarakat Indonesia mesti menemukan cara untuk mengurangi tindakan intoleransi dan kekerasan.

"Hal ini penting untuk ditegaskan mengingat saat ini muncul berbagai kelompok agama, ideologi, dan politik intoleran dan radikal lantaran antipati terhadap kebhinnekaan," jelasnya.

Ia menambahkan, tidak jarang ada upaya untuk merusak kebhinekaan Indonesia. Upaya seperti ini dilakukan dengan berbagai macam cara. Namun, ia menegaskan, seluruh komponen bangsa mesti tetap kokoh berada dalam negara Indonesia.

"Tak jarang dalam upayanya menenggelamkan pluralitas itu, mereka menggunakan cara-cara kekerasan yang brutal dan tidak manusiawi," ungkapnya.

Sementara itu, Hamli menjelaskan, perkembangan dan kemajuan teknologi menghadirkan dua sisi sekaligus. Satu sisi yakni pengaruh postif. Sisi lain yakni pengaruh negatif seperti penyebaran paham radikalisme lewat sosial media.

"Kita perlu memahami dampaknya dan sesegera mungkin mendeteksi jika di lingkungan kita terjadi fenomena maupun perubahan ke arah yang negatif," jelasnya.

Hal lain yang disampaikan Hamli bahwa pihaknya terus berupaya mencegah penyebaran paham radikalisme di Indonesia. Ia juga meminta kepada semua pihak untuk mencegah paham ini menyebar ke seluruh generasi muda Indonesia.

"Pencegahan di media sosial melalui pembatasan dinilai tidak efektif untuk menangkal tumbuhnya radikalisme, yang harus dilakukan adalah meningkatkan kemampuan literasi masyarakat Indonesia," pungkasnya. (Marsi)

Artikel Terkait