Oleh: Fransina Natalia Mahudin *)
Jakarta, INDONEWS.ID -- UUD Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI) mengamanatkan pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen, baik alokasi melalui intervensi anggaran Pemerintah Pusat yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Untuk itu sejak tahun 2009, pemerintah memulai untuk mengalokasikan anggaran pendidikan. Dalam kurun waktu 2009–2014 alokasi anggaran pendidikan merupakan anggaran terbesar dalam porsi belanja terbesar kedua dalam APBN, setelah belanja subsidi. Sedangkan sejak tahun 2015, anggaran pendidikan yang menjadi belanja pemerintah terbesar.
Tahun 2019 merupakan satu dekade alokasi anggaran pendidikan 20 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sepuluh tahun sudah sebagian porsi belanja pemerintah dimandatkan ke sektor pendidikan. Tahun 2019 pemerintah menaruh fokus dan priortitas terhadap persoalan pembangunan manusia sehingga arah kebijakan pemerintah diarahkan kepada peningkatan mutu dan kualitas sumber daya manusia dan salah satunya melalui sektor pendidikan. Tentunya perhatian pemerintah untuk sektor pendidikan patut diapresiasi, pemerintah menyadari bahwa sumber daya manusia Indonesia merupakan investasi besar bagi pembangunan bangsa dan negara baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang.
Pertanyaan mendasarnya adalah ke manakah anggaran pendidikan selama ini? Pada tahun ini, tepat 10 tahun alokasi anggaran pendidikan, sejauh mana kualitas pendidikan Indonesia?
Pendidikan Indonesia harusnya sudah dapat dirasakan secara adil dan merata sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional (SPN) yang ingin dicapai. Amanat UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengamanatkan Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu, berkualitas bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Layanan Pendidikan sebagai layanan mendasar kebutuhan masyarakat harus sudah dapat dirasakan secara merata dan berkualitas bukan hanya bertumpu pada wilayah barat atau dengan kata lain pada kota - kota besar tertentu.
Jika anggaran pendidikan yang meningkat signifikan setiap tahunnya dapat dialokasikan tepat sesuai dengan peruntukannya, semua anak Indonesia dapat menikmati pendidikan dengan standar yang sama tanpa harus disiasati dengan sistem zonasi yang telah menjadi keresahan di masyarakat. Sekolah sebagai lembaga pendidikan harus ditunjang sesuai dengan 8 standar yang dipakai guna mencapai proses pembelajaraan yang berkualitas.
Penggunaan anggaran pendidikan yang secara kumulatif pada tahun 2009 hingga 2019 mencapai 3.920,45 triliun rupiah. Dalam mengukur sejauh mana efektifitas anggaran pendidikannya selama 10 tahun terakir kita dapat mengevaluasi pencapaian Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Nilai (Angka Partisipasi Kasar) APK dapat menjadi acuan. Pada tahun 2017 APM secara rata-rata jika dipresentasikan pada jenjang SD sebesar 0,38 persen dan pada SMP sebesar 1,91 persen yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan anggaran pendidikan pada tahun tersebut mencapai 9,52 persen meskipun ketiga indikator tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya. (Ollani, Robby 2019). Harusnya dengan presentase peningkatan anggaran pendidikan sebesar itu mampu meningkatkan pertumbuhan APM dan APS dan APK sebagai indikator acuan.
Hasil pemeriksaan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menunjukan bahwa sarana dan prasarana pendidikan Indonesia belum sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional. Dalam laporan IHPS II tahun 2016 terhadap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan 56 pemerintah daerah menujukan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas belum efektif. Padahal terdapat Dana Alokasi Khusus Fisik di Bidang Pendidikan yang disalurkan melalui Dana Transfer Daerah yang selalu meningkat signifikan dan dialokasikan guna memperbaiki dan memenuhi prasarana pendidikan.
DAK Fisik Pendidikan merupakan stimulan yang diberikan kepada daerah guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan prioritas nasional pada daerah penerima manfaat. Dalam satu dekade terakahir, jumlah alokasi DAK pendidikan yang sudah dianggarkan oleh pemerintah mencapai sekitar 95,8 triliun rupiah.
Di samping itu, kondisi ketersediaan kelas hingga saat ini belum memadai, khususnya untuk jenjang Pendidikan SD. Hal ini terlihat dari rasio antara rombongan belajar (rombel) dengan jumlah ruang kelas yang tersedia. Rasio ruang kelas masih di atas 1 secara nasional (Kemendikbud 2018, diolah) menunjukan bahwa ruang kelas tidak sesuai dengan banyaknya rombongan belajar. Rombel tidak dapat ditampung dalam satu kelas yang sama dalam waktu pembelajaraan yang sama. Masih terdapat banyaknya sekolah yang melakukan proses pembelajaraan dalam dua sesi dalam satu hari. Kondisi seperti ini akan berdampak pada kualitas proses pembelajaran dan mutu keluaran pendidikan.
Untuk SMP, secara nasional rasionya telah di bawah angka 1 (sebesar 0,967). Rombongan belajar sebanding dengan ruang kelas yang tercukupi. Meskipun rasio pada jenjang SMP membaik pemerintah perlu memperhatikan ketersediaan ruang kelas kerena masih terdapat 20 persen anak usia sekolah yang belum dan akan memutuskan untuk bersekolah (data BPS tahun 2018).
Berdasarkan data Kemendikbud juga pada tahun 2018 (diolah) menunjukan tingkat disparitas antar wilayah yang tinggi. Persebaran pencapaian indikator pendidikan masih didominasi oleh wilayah Jawa. Hal ini ditunjukan ketersediaan perpustakaan dan sekolah pada wilayah Maluku, Nusa Tenggara dan Papua menunjukan tingkat disparitas dengan wilayah Jawa dan Sumatera. Pada wilayah Timur rasio ketersediaan perpusatkaan dengan sekolah masih di bawah angka 1. Pada jenjang SD 0,36 dan SMP 0,67 serta SMA/SMK 0,76. Papua sendiri masih mencapai 0,36 artinya terdapat 70 persen sekolah yang belum memiliki perpustakan sebagai faktor penunjang proses pembelajaraan. Sedangkan jika dilihat pada wilayah Jawa dan Sumatera telah mampu memenuhi ketersediaan perpustakaan untuk mendukung aktifitas pembelajaran sebesar di atas 70 persen untuk SD, di atas 80 persen untuk SMP dan mendekati 90 persen untuk SMA/SMK. Artinya telah banyak sekolah yang sudah memiliki perpustakaan yang memadai untuk mendukung proses pembelajaraan.
Selain itu, untuk program-program andalan pemerintah yang dialokasikan melalui anggaran pendidikan seperti Beasiswa Bidikmisi, Dana Bos, Program Indonesia Pintar (PIP), Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan lain-lain patut menjadi perhatian dari segi ketepatan sasaran (penerima manfaat), waktu dan mekanisme pengalokasiannya.
Pada akhirnya beberapa realitas perkembangan sektor pendidikan setelah 10 tahun alokasi 20 persen di atas melahirkan beberapa catatan yang menjadi bahan evaluasi kedepan agar pendidikan Indonesia menuju pendidikan yang kita cita-citakan bersama. Menjadi kesadaran bersama pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus sadar dan mefokuskan arah dan kebijakan melalui intervensi APBN dan APBD terhadap sektor pendidikan. Sesuai amanat UUD alokasi anggaran bukan hanya melalui pemerintah pusat, pemerintah daerah mempunyai kewajiban yang sama dan harusnya lebih progresif menata sektor pendidikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.
Melalui belanja pemerintah pusat, belanja transfer daerah dan skema pembiayaaan sebaiknya melihat aspek pemerataan. Aksesbilitas terhadap pendidikan mempertibangkan dimensi antara wilayah Barat dan Timur dari sisi ketersediaan dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas serta faktor pendukung lainnya. Dimensi ketimpangan ini diperlukan dalam konteks menjalankan perintah UU Sisdiknas yang mengamanahkan untuk menjamin dan mewujudkan pemerataan kesempatan pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Selain itu, anggaran pendidikan ke depan harus mampu oleh beradaptasi dengan perkembangan zaman salah satunya melalui kuantitas dan kualitas tenaga pendidik yang mumpuni lewat evaluasi program Tunjangan Sertifikat Guru (TPG). Guru yang harusnya diperhatikan dalam pemenuhan sertifikasi guna meningkatkan kualitasnya. Keberhasilan anggaran pendidikan juga dapat dilihat dari sejauh mana pengalokasian selama ini mampu menciptakan pemerataan kesempatan dalam sektor pendidikan Indonesia.
*) Penulis adalah Bendahara Umum (Bendum) PP GMKI MB 2018-2020.