Nasional

Politisi Senior Partai Golkar Akbar Tanjung Tanggapi Wacana Kembalikan GBHN

Oleh : Mancik - Rabu, 04/09/2019 20:30 WIB

Politisi Senior Partai Golkar Akbar Tanjung saat berbicara dalam diskusi Mengupas Polemik Kembalinya GBHN. (Foto:IST)

Jakarta, INDONEWS.ID - Politisi senior Partai Golkar Akbar Tanjung sedikit memberikan ketidaksetujuan terhadap melakukan amandemen terbatas terhadap UUD 1945 dengan tujuan memberikan wewenang kepada MPR untuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Pembangunan.(GBHN). Hal ini ia sampaikan pada saat diskusi dengan tema`Mengupas Polemik Wacana Kemunculan Kembali GBHN` di Hotel Sofyan, Kawasan Menteng, Jakartan Pusat, Rabu,(4/09/2019)

Akbar dalam penjelasannya menegaskan, kontitusi terbuka peluang untuk dilakukan proses amandemen kembali dan telah diatur dalam Undang-Undang Dasar. Namun, ia menegaskan, masyarakat perlu kwatir jangan sampai amandemen yang akan datang akan menetapkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

"Yang perlu dikwatirkan adalah MPR akan menjadi lembaga tertinggi negara," kata Akbar.

Menurut Akbar, salah satu amanat reformasi adalah perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia termasuk menghilangkan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Jika amandemen terbatas mendatang, mengembalikan lembaga MPR sebagai lembaga tertinggi, menurutnya, Indonesia berjalan mundur.

"Jika MPR dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara,ada kekwatiran mengubah sistem presidensial, artinya kita berjalan mundur," jelasnya.

Hingga saat ini, menurutnya, kedudukan MRP tidak ada masalah. Masih ada ketetapan -ketetapan MRP yang memuat tentang haluan negara, jika pemerintah membutuhkan garis-garis besar dalam pembangunan
nasional.


GBHN Belum Mendesak untuk Dibutuhkan oleh Pemerintah.

Lebih lanjut Akbar menjelaskan, kehadiran GBHN sebagai panduan besar bagi pemerintah dalam menyusun kerangka besar pembangunan nasional belum terlalu mendesak untuk dibutuhkan. Ia menegaskan, pemerintah dapat menggunakan konsep RPMJN sebagai panduan dalam mendesain rencana pembangunan di Indonesia.

"Ada UU perencanaan pembangunan nasional, visi dan misi presiden bisa dimasukkan di sana, duduk bersama dengan DPR, menjadi UU, sehingga perencanaan pembangunan sesuai dengan UU tersebut," jelasnya.

Alasan tidak adanya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah selama ini, menurutnya, kurang dapat diterima. Masalah tidak adanya sinkronisasi ini, dapat diselesaikan dengan mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan koordinasi dengan Pemda secara intens.

"Dalam konteks pembangunan ada yang katakan tidak sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tetapi kita punya Kementerian Dalam Negeri," ungkapnya.

Koordinasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri, jelasnya, bertujuan mempertegas jalannya konsep RPMJN yang selama ini telah berlaku dan diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian, menurutnya politisi senior Golkar ini, tidak perlu membuat GBHN secara formal.

Selama ini juga, tegasnya, Kementerian Dalam Negeri intens melakukan proses evaluasi terhadap Peraturan Daerah yang bermasalah. Hal ini merupakan bentuk koordinasi yang benar dan masyarakat tidak pernah menolak hal tersebut.

"Oleh karena itu, menurut Saya tidak perlu membuat haluan negara secara formal," tutupnya.*(Marsi Edon)

 

 

 

 

Artikel Terkait