Politik

ICJR Minta Kepolisian Segera Cabut Status Tersangka Dandhy Laksono

Oleh : very - Sabtu, 28/09/2019 15:12 WIB

Dandhy Dwi Laksono, Jurnalis dan Pendiri Watchdoc. (Foto: Kompas.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Dandhy Dwi Laksono, Jurnalis dan Pendiri Watchdoc ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan melanggar Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45 A ayat (2) UU ITE dan/atau Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP karena menulis di media sosial Twitter mengenai situasi Papua.

Penangkapan Dandhy dilakukan pada Kamis malam 26 September 2019 oleh Polda Metro Jaya karena cuitannya soal Papua yang diduga menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan bahwa proses penegakkan hukum khususnya upaya paksa seperti penangkapan seharusnya dilakukan sebagai upaya terakhir.

“Penangkapan pada malam hari dan dilanjutkan dengan pemeriksaan di malam hari, dalam pandangan ICJR, sama sekali tidak tepat. ICJR meminta agar proses penegakkan hukum dalam kasus apapun dilakukan secara hati – hati dan pelaksanaan upaya paksa harus benar – benar mempertimbangkan sebagai kondisi yang terakhir dan bukan yang terutama harus dilakukan,” ujar Direktur Eksekutif ICJR, Anggara melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (28/9).

Dalam konteks cuitan yang dilakukan oleh Dandhy Dwi Laksono, ICJR kembali mengingatkan bahwa tindakan yang dilakukan Dandhy adalah bentuk penyampaian informasi kepada publik dan kritik terhadap kebijakan pemerintah dan kebijakan penegakkan hukum di Indonesia, terutama menghadapi berbagai gejolak politik baik yang terjadi di Papua dan juga di daerah Indonesia lainnya.

“Pernyataan-pernyataan Dandhy adalah bentuk ekspresi yang sah yang dijamin dalam UUD 1945. Karena itu ICJR meminta agar penetapan status tersangka terhadap Dandhy Dwi Laksono untuk segera dibatalkan,” ujarnya.

Anggara mengatakan, dalam konteks pembahasan RKUHP, ICJR kembali mengingatkan bahwa betapa tipisnya perbedaan antara kritik dengan propaganda kebencian dan tuduhan pasal penyebaran kabar bohong. Karena itu, penangkapan Dandhy Dwi Laksono juga bisa dipandang sebagai salah satu try out dari RKUHP.

Dia mengatakan, dalam Rancangan KUHP, ujaran kebencian diatur dalam ketentuan Pasal 262 sementara penyebaran kabar bohong diatur dalam Pasal 242. “ICJR kembali mengingatkan, perumusan norma pidana dalam RKUHP harus dilakukan dengan penuh kehati – hatian untuk tidak mencederai berbagai ekspresi politik yang sah seperti kritik terhadap kebijakan pemerintahan dan kebijakan penegakkan hukum,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait