Nasional

Draf RUU Cipta Kerja Masuk DPR, GAMKI: Utamakan Rakyat Bukan Investor

Oleh : Mancik - Selasa, 18/02/2020 14:30 WIB

Ilustrasi RUU Cipta Kerja Omnibus Law.(Foto:Republika.co.id)

Jakarta, INDONEWS.ID - DPP GAMKI mengingatkan kepada pemerintah untuk tetap mengutamakan kepentingan masyarakat dalam setiap proses pembuatan Undang-Undang, termasuk salah satunya RUU Cipta Kerja Omnibus Law. Diketahui, RUU Cipta Kerja telah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP GAMKI, Paul Pasaribu menerangkan, pemerintah perlu mendengarkan masyarakat dalam proses pembuatan UU yang sedang berjalan. UU yang telah disahkan tidak akan efektif jika mengabaikan kepetingan masyarakat yang lebih besar.

"RUU Cipta Kerja menjadi salah satu prioritas Pemerintah untuk dapat meningkatkan investasi dan mengentaskan pengangguran. Namun kami melihat masih adanya informasi yang simpang siur terkait beberapa pasal di dalam RUU ini. Pemerintah dan DPR harus menerima masukan masyarakat sebelum menetapkan RUU ini menjadi UU," kata Paul Pasaribu di Jakarta, Selasa,(18/02/2020)

Menurut Paul, ada beberapa pasal dalam RUU tersebut masih kontroversi, antara lain terkait upah tenaga kerja, keberadaan outsourcing dan karyawan kontrak, jaminan sosial dan pensiun, tenaga kerja asing, dan UU yang dapat dicabut lewat Peraturan Pemerintah (PP).

Beberapa pasal ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat.Polemik akan berhenti hanya dengan cara DPR mesti mendengarkan masukan dan mengedepankan kepentingan masyarkat yang lebih besar dalam pembuatan RUU ini.

"Dalam Rakernas GAMKI beberapa waktu lalu di Surabaya, kami membahas tentang Omnibus Law. Kami mendukung pemerintah dan DPR menetapkan UU Omnibus Law jika itu bertujuan untuk pembangunan dan kepentingan jangka panjang Indonesia. Namun kepentingan rakyat harus tetap diutamakan dan diprioritaskan, jangan hanya mengakomodir kepentingan investor dan pemodal saja. GAMKI mengharapkan Omnibus Law ini pro terhadap UMKM dan angkatan kerja," tegas Paul.

GAMKI sendiri pernah membahas RUU Cipta Kerja ini pada kegitan Rapat Kerja Nasional GAMKI yang dilaksanakan di Surabaya. Omnibus Law klaster dibahas dengan tema “Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan: Tarik Ulur Kepentingan Investasi dan Perlindungan Pekerja/Buruh”.

Narasumber dalam topik ini antara lain Adriana(Setditjen PHI Kementerian Ketenagakerjaan)
Wahyudi Wibowo(Dosen FEB Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya), Timboel Siregar (Koordinator Advokasi BPJS Watch), dan Dr. Umbu Rauta (Dosen Hukum Tata Negara Universitas Kristen Satya Wacana).

Adriana dari Kementerian Tenaga Kerja menekankan, pemerintah harus mengimbangi antara jumlah angkatan kerja dan lapangan kerja. Salah satu faktor yang memiliki daya ungkit besar untuk meningkatkan ketersediaan lapangan kerja adalah investasi.Investasi perlu ditingkatkan, tetapi harus dengan regulasi yang memadai.

Terkait omnibus law, dia mengatakan pembahasan tersebut bukan hanya sekedar memakai perspektif investor dan pengusaha.Tetapi pemerintah ingin memastikan pelindungan terhadap hak-hak kaum pekerja yang selama ini kerap diabaikan.

“Pemerintah ingin perlindungan bagi pekerja, seperti upah pekerja, jaminan sosial, jaminan hari tua, dan lainnya yang menyangkut hak pekerja,” jelasnya.

Menurut Wahyudi Wibowo, perlu diadakan sistem pengupahan yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Misalnya penggunaan upah per jam lebih sesuai untuk industri jasa yang memang naturenya fleksibel. Namun belum tentu akan sesuai jika diterapkan dalam industri manufaktur.

Dalam RUU Cipta Kerja, perlu dielaborasi dengan kemampuan sumber daya manusia.

"Investor mungkin tidak akan keberatan dengan upah yang tinggi jika diimbangi dengan produktivitas kerja yang tinggi. Namun untuk menaikkan produktivitas tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Ada sisi pendidikan, misalnya, yang memiliki pengaruh besar terhadap produktivitas angkatan kerja kita," jelasnya.

Persoalan ketenagakerjaan sesungguhnya sangat kompleks. Tidak bisa disederhanakan begitu saja. Tentang hal ini, Timboel Siregar berharap adanya komunikasi yang baik antara para pengambil kebijakan dengan masyarakat.

“Berbagai kegaduhan yang selama ini timbul karena pemerintah tidak memberikan draf RUU Cipta Kerja kepada masyarakat agar dapat kita telaah. Pada akhirnya kita hanya bisa mendiskusikan isu-isu dalam RUU tersebut hanya lewat informasi dari media," ungkapnya.

Koordinator Advokasi BPJS Watch ini mengatakan bahwa pemerintah juga harus memperhatikan kondusifitas politik. Kemudian kepastian hukum, supaya investor tidak ragu berinvestasi.

Senada dengan Timboel Siregar,Umbu Rauta yang juga hadir sebagai narasumber menyoroti keseriusan pemerintah dalam menyusun Omnibus Law. Ia melihat ada ambiguitas terhadap spirit yang ingin dibawa oleh pemerintah dengan konsep omnibus law.

"Jika spiritnya kodifikasi, pemerintah justru tidak berniat meniadakan undang-undang lain yang sudah eksis, tetapi hanya menggantinya dengan norma-norma dalam RUU Cipta Kerja. Jika spiritnya adalah penyederhanaan regulasi, maka pendekatan yang digunakan dengan omnibus law justru membuat regulasi menjadi tidak sederhana. Pemerintah (dan DPR) harus terbuka dalam proses perencanaan dan penyusunan RUU Cipta Kerja,” kata dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana tersebut.*

Artikel Terkait