Nasional

Indecenters: Tujuh Persoalan Urgen Pilkada 2020

Oleh : very - Selasa, 18/02/2020 23:08 WIB

Direktur Eksekutif Indonesian Democratic Center for Strategic Studies (IndecenterS) Girindra Sandino. (Foto: Ist)

 

Jakata, INDONEWS.ID -- Perhelatan demokrasi di tingkat lokal akan digelar dalam waktu yang tidak lama lagi. Namun suhu politik di daerah sudah semakin bergejolak.

Direktur Eksekutif Indonesian Democratic Center for Strategic Studies (IndecenterS) Girindra Sandino mengatakan, para peserta akan siap bertarung untuk menjadi “raja-raja kecil”. Bahkan, jika peruntungannya besar seperti Jokowi, mereka bisa menjadi seorang pimpinan nasional atau Presiden.

Karena itu, berikut analisa IndecenterS terkait persoalan Pilkada 2020 mendatang.

Pertama, Pilkada 2020 merupakan barometer kekuatan kelompok-kelompok politik yang berambisi menjadi kekuatan politik yang kuat di tahun 2024. Maka tak heran jika Prabowo mendorong habis-habisan para kadernya untuk mendukung Gibran. Hal ini tidak bisa dianggap remeh. Pertarungan lokal sebelum tahun politik 2024 akan rawan konflik baik itu terselubung, maupun terbuka. Dipastikan tokoh-tokoh yang maju memiliki kans yang militan.

Kedua, manajemen konflik harus benar-benar efektif dan tepat sasaran. Dan langkah apa yang harus dilakukan Bawaslu, baik dari segi aturan teknis, pencegahan struktural, dan penindakkan yang melibatkan instansi penegak hukum lainnya. Karena itulah, kami Indonesian Democratic Center for Strategic Studies (IndecenterS) ingin mencoba berkomunikasi langsung dengan Bawaslu RI, mungkin sekitar akhir Februari ini.

Ketiga, soal aliran dana gelap. Kami menduga di Pilkada 2020 ini perputaran aliran dana sangat besar. Yang diduga dari hasil pencucian uang, proyek-proyek politik, dana structuring, dan aliran dana gelap lainnya.

Keempat, masalah hak pilih yang harus berkualitas, seperti soal DPT,  pemilih ganda, pemilih siluman. Karena saat ini data rakyat gampang sekali disalahgunakan, sebagai contoh data untuk pinjaman on line. Kecurangan pada saat pemungutan suara dan sebagainya. Dan  sebagaimana kita ketahui hak pilih ini merupakan elemen fundamental dari kontestasi demokrasi. Maka sejak dini harus dideteksi dan diantisipasi, walau sudah ada indikator terkait indeks kerawanan pilkada.

Kelima, di Pilkada 2020 ini akan terjadi fenomena populisme yang diusung oleh pemuda-pemudi, atau calon kepala daerah yang didukung barisan muda dengan isu nasionalisme-populis. Sementara di sisi lain kelompok-kelompok politik yang status quo masih memiliki massa yang besar. Namun saya kira kelompok-kelompok status quo ini akan tergerus dengan sendirinya, jika tokoh-tokoh muda populis dapat bermain atau memiliki strategi yang berbeda dalam merebut suara rakyat. Tidak tertutup kemungkinan juga konflik akan muncul walaupun bersifat laten,  konflik ini dapat  menguras energi politik rakyat.

"Pertarungan politik di Pilkada 2020, saya merasakan rakyat sudah jenuh, akan tetapi, justru inilah momentum populisme kerakyatan menggusur kekuatan status quo dan oligarkhi politik," ujar Girindra.

Keenam, partisipasi politik rakyat harus digenjot dari sekarang, agar rakyat tahu untuk apa mereka memilih, dan apa itu kecurangan. Sehingga partisipasi politik rakyat tidak hanya di bilik suara saja. Rakyat harus sadar politik. sehingga  dapat membumikan kontestasi demokrasi yang demokratis. Saya kira baik penyelenggara, parpol, pemantau, dan pemilih ikut bertanggung jawab. Oleh karena partisipasi politik rakyat  merupakan kelangsungan dan kesinambungan hidup demokrasi. Jadi, jangan dianggap enteng. Libatkan semua elemen kelompok politik.

Ketujuh, soal penegakan hukum Pilkada serta perselisihan hasil suara. Mumpung masih ada waktu, segera disosialisasikan serta membuat langkah-langkah antisipasi. Misalnya, pelanggaran dalam kampanye baik bersifat adiministratif maupun pidana, fungsi Gakumdu ddalam perkara pidana. Masalah hak pilih, persoalan administratif, lainnya, investigasi dana politik yang dicurigai, proses ajudikasi. Semua personel Bawaslu harus paham dan mengerti, mengingat kewenangan yang dimiliki mereka bukan main-main.

Terakhir mungkin soal integritas KPU di daerah. Saya kira akan cukup ramai komisioner KPU daerah yang akan melanggar kode etik dan bermain kotor mengingat Pilkada 2020 ini adalah ukuran serta sangat menentukan peta kekuatan politik pertarungan politik di tahun 2024.

“Karena itu, harus ada langkah radikal untuk melakukan pencegahan dan menindaknya jika sudah melanggar ketentuan kode etik serta Peraturan Perundangan yang berlaku,” pungkasnya. (Very)

 

 

Artikel Terkait