Nasional

Kasus Ansel Wora Dihentikan, Praktisi Hukum: Akibat Kesimpulan Sesat Ahli Forensik Putu Astuty

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 23/02/2020 10:01 WIB

Praktisi Hukum Petrus Selestinus (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTT mengumumkan penghentian kasus Dugaan Pembunuhan Anselmus Wora, seorang ASN di lingkup Pemda Ende pada (21/2/2020).

Merespon hal tersebut, Praktisi Hukum selaku Advokat Persatuan Advokat Indonesia Petrus Selestinus mengatakan penghentian kasus oleh kepolisian tersebut didasarkan pada kesimpulan sesat Visum Et Repertum (VER) Dokter Spesial Ahli Forensik Pudokkes Polri dr. Ni Luh Putu Eny Astuty Sp.F.

"Berbagai fakta-fakta kuat  penyebab kematian alm. Ansel Wora menjadi tidak bernilai karena kesimpulan sesat dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp.F yang mengunci dengan kesimpulan bahwa "penyebab kematian korban tidak dapat ditentukan karena jenazah sudah mengalami pembusukan lanjutan," tuding Petrus dalam keterangan tertulisnya kepada Indonews.id, Minggu (23/2/2020).

Padahal, Petrus mengungkapkan, Visum Et Repertum (VER) Nomor R/023/VeR/XII/2019/Pusdokkes, tanggal 18 Desember 2019, secara jelas mengungkap fakta-fakta adanya luka robek pada puncak kepala sebagai akibat kekerasan tumpul. Selain itu, ada resapan darah pada hampir seluruh bagian bawah kulit kepala, kemerahan pada tulang dahi dan pada otak mengalami pendarahan akibat kekerasan tumpul.

"Kesimpulan Ahli Forensik dalam kasus ini, pada VER sangat paradoksal dan ambigu, tidak netral, tidak profesional dan tidak taat pada Kode Etik Kedokteran.  Karena menegasikan fakta-fakta adanya kekerasan tumpul yang dapat menyebabkan kematian," tegas Petrus.

Dengan kata lain, Petrus melanjutkan, Ekshumasi dan Otopsi jenazah alm. Anselmus Wora tidak bertujuan untuk mengungkap kebenaran materil tetang sebab-sebab kematian korban, melainkan hanya untuk kepentingan lain di luar kepentingan penegakan hukum.

Ambiguitas Visum Et Repertum

Petrus menambahkan,  penghentian penanganan kasus ini ibarat petir di siang bolong bagi masyarakat kota Ende dan para Diaspora NTT di Jakarta. Sebeb dilakukan justru usai penyidik Ditreskrimum Polda NTT melakukan gelar perkara.

"Hasilnya merekomendasikan bahwa kasus dugaan pembunuhan korban alm. Anselmus Wora, dihentikan penyidikannya, karena tidak cukup bukti" yang mengarah pada dugaan pembunuhan," terang Petrus.

Meskipun VER Dokter Spesialis Forensik Pusdokkes Polri telah mengungkap fakta adanya kekerasan tumpul pada bagian kepala alm. Anselmus Wora. Hal itu, jelas Petrus, sebagaimana dapat dibaca pada kesimpulan VER butir 2 b dan c, tentang pemeriksaan luar dan pada butir 3 c, d, f bahwa terjadi kekerasan tumpul pada bagian kepala, dapat menyebabkan kematian.

"Namun anehnya, pada butir 4 kesimpulannya justru ambigu bahwa "penyebab kematian korban tidak dapat ditentukan karena jenazah sudah mengalami pembusukan lanjutan".tukas Petrus.

Di lain pihak, terang Petrus, dokter menyimpulkan bahwa trauma tumpul pada kepala yang menyebabkan pendarahan pada otak dapat menyebabkan kematian. Juga pada Bag. II VER tentang pemeriksaan luar menyebutkan bahwa ada tanda-tanda kekerasan pada (dahi, pipi, mata, hidung, mulut, dagu, telinga, dada dan perut),

"Namun tanda-tanda kekerasan itu sulit dievaluasi. Disini Dokter Ahli mengakui adanya kekerasan tumpul pada sejumlah tempat akan tetapi sulit dilakukan evaluasi," tutur Petrus.

Sedangkan pada bagan paru-paru dan jantung, disebutkan bahwa pemeriksaan patologi anatomi di Instalasi Anatomi Patologi RSUD Prof. W.Z Johanes Kupang dikatakan pada potongan paru-paru dan jantung "tidak didapatkan kelainan nyata pada sampel jaringan paru".

"Lalu mengapa dr. Arif Wahyono Sp.F dihadirkan sebagai second opinion (pembanding) mengatakan bahwa korban meninggal akibat penyakit jantung, artinya kesimpulan dr. Arief Wahyono menyangkal  kebenaran VER Dokter Forensik dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp.F.," kata Petrus bingung.

Permainan Tiga Pihak

Atas penghentian kasus ini, Petrus menduga ada tiga  (3) pihak yang bekerjasama secara sistematis, saling melengkapi untuk memperlemah hasil penyidikan ke arah tidak terungkapnya sebab-sebab kematian karena dugaan pembunuhan.

Pertama adalah penyidik. Petrus mengatakan hasil VER tertanggal 18 Desember 2019 mengungkap fakta-fakta adanya kekerasan tumpul sebagai penyebab kematian tetapi justru Penyidikannya dihentikan.

"Padahal tidak ada urgensi untuk menutup penyidikan kasus ini selain karena belum ditetapkan siapa tersangkanya, juga Penyidik belum mendalami dan mengelaborasi keterangan saksi di TKP dan temuan otopsi tentang kekerasan tumpul pada kepala korban," ungkap Petrus.

Kedua adalah Ahli Forensik. Petrus menjelaskan, dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp.F sengaja bersikap ambigu. Petrus menilai, Ahli Forensik menyimpulkan penyebab kematian korban tidak dapat ditentukan karena jenazah sudah mengalami pembusukan lanjut.

"Nampak sikap tidak jujur dari dr.  Putu karena menurutnya jenazah sudah mengalami pembusukan lanjut), karenanya otopsi jenazah sudah tidak mungkin dapat dilakukan, namun mengapa Dokter tetap memaksakan diri melakukan Ekshumasi dan Otopsi jenazah alm. Anselmus Wora," kata Petrus bingung.

Ketiga adalah bangun Second Opinion. Petrus menjelaskan, dr. Arief Wahyono menyatakan bahwa kematian korban alm. Anselmus Wora bukan disebabkan oleh kekerasan tumpul sebagaimana dimaksud dalam VER,

"Akan tetapi disebabkan oleh penyakit jantung yang diderita oleh alm. Anselmus Wora.  Second Opinion ini sekaligus membantah VER yang menyatakan bahwa pada potongan paru-paru dan jantung tidak didapatkan kelainan nyata," tutup Petrus.*(Rikardo)

 
 

Artikel Terkait