Nasional

Terpesona Corona, Pemerintah Abaikan DBD hingga Terus Memakan Korban, 39 Kematian di NTT

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 14/03/2020 12:30 WIB

Presiden Joko Widodo (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Saat negara terpesona dengan bayang-bayang kematian virus corona, hingga perbincangan soal virus ini menguasai berbagai lini masa sosial media, wabah demam berdarah dengue (DBD) yang mematikan justru kian terabaikan.

Tak ayal, di Nusa Tenggara Timur, kasus DBD melonjak tanpa hambatan menjangkit dan merong-rong kehidupan siapapun tanpa terkecuali.

Di provinsi yang berbatasan dengan Timor-Timor ini, tercatat 3.284 kasus DBD dengan korban jiwa sebanyak 39 orang. Angka ini merupakan rekapan per Kamis 12 Maret 2020.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan NTT, Erlina R Salmun menyebut, DBD masih terus terjadi. Hal ini terlihat dari jumlah kasus yang terus saja naik.

Bahkan, jika dibanding dengan data sehari sebelumnya, Rabu 11 Maret 2020, berada di angka 3.222 dan ada tren kenaikan sebanyak 26 kasus. Kemudian, ada penambahan jumlah kematian 1 orang, sehingga totalnya menjadi 39 orang.

Kondisi ini tentunya butuh kerja sama dan peran serta masyarakat untuk menjaga kebersihan tempat tinggal masing-masing. Aksi pembersihan sarang nyamuk (PSN) harus diutamakan demi memutus rantai pembiakan nyamuk aedes aegypti.

Di antaranya dengan melakukan 3M, yakni menguras, menutup dan mengubur barang-barang yang berpotensi menjadi sarang pembiakan nyamuk pembawa virus dengue itu harus serius dilakukan.

"Karena itulah langkah yang dinilai efektif selain langkah lain melalui fogging," katanya.

Dia juga mengaku standar pelayanan dokter dan paramedis di daerah-daerah terus dilakukan. "Stok peralatan medis dan obat-obatan sangat tersedia. Kita berharap masyarakat bisa serius laksanakan pola hidup bersih dan sehat mulai dari dalam diri, tempat tinggal dan di tengah masyarakat," katanya.

Erlin juga meminta warga aktif memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada untuk memeriksa kesehatannya. Kenali gejala DBD dan jika terkena maka harus segera ke tempat layanan medis untuk diperiksa.

Hal tersebut untuk mengantisipasi kemungkinan pasien sudah masuk level (stadium) gawat. "Jika terkena gejala langsung diperiksa maka akan bisa tertolong untuk disembuhkan," katanya.

Di Sikka yang Tertinggi

Kasus DBD terjadi merata di semua wilayah di NTT. "Serangan penyakit DBD yang sebelumnya hanya terjadi pada lima kabupaten/kota ternyata telah menyebar ke semua kabupaten di NTT," kata Asisten bidang pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jamal Ahmad, Jumat (13/3).

Ia mengatakan, Kabupaten Sikka merupakan wilayah yang mengalami kasus DBD tertinggi di Nusa Tenggara Timur.

Di sana, jumlah kasus DBD yang tercatat sebanyak 1.234 kasus yang mengakibatkan 14 kematian. Jamal menyatakan, penyakit DBD mulai menyerang masyarakat di kepulauan ini sejak Januari 2020.

Bahkan, di daerah Lembata dan Alor, DBD sempat ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Agar jumlah penderita DBD tak terus bertambah, Pemerintah Provinsi NTT saat ini gencar melakukan pengasapan.

Selain itu, pemerintah kabupaten/kota di NTT didorong untuk lebih gencar melakukan kerja bakti dan memberantas sarang nyamuk.

Merata di Seluruh Indonesia

Tak hanya di NTT, penyakit DBD juga menyerang di berbagai daerah lain, seperti Lampung, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan beberapa daerah lain.

Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers-nya mencatat sebanyak 104 orang meninggal dunia akibat DBD.

Sejak awal tahun ini, tercatat 17.820 kasus DBD terjadi di seluruh Indonesia.

Hingga Rabu (11/3) lalu, Lampung menempati posisi provinsi paling tinggi kasus DBD dengan 3.423 kasus yang terjadi di enam kabupaten.

Sementara itu, Nusa Tenggara Timur (NTT) berada di posisi kedua dengan 2.711 kasus.

"Kasus paling tinggi sebenarnya ada di Lampung dan yang kedua adalah Nusa Tenggara Timur, meski demikian kasus kematian terbanyak tercatat di NTT," kata Siti.*(Rikardo).

Artikel Terkait