Nasional

Pelepasan 30.000 Napi Belum Cukup Kurangi Penyebaran Covid-19, Presiden Harus Turun Tangan

Oleh : very - Rabu, 01/04/2020 18:01 WIB

Tahanan. (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoli memutuskan untuk mendorong program asimilasi dan integrasi sebagai upaya untuk mengeluarkan Narapidana dan Anak dari Rutan/Lapas. ICJR mengapresiasi langkah tersebut, namun hal ini dinilai belum cukup.

Langkah ini, disebut ICJR, belum secara siginifikan mengurangi jumlah penghuni Rutan/Lapas.

“Presiden harus turun tangan responsif memberikan grasi dan amnesti masal pada pengguna narkotika dalam Lapas dan menyuarakan penghentian penahanan pada penyidik dan penuntut umum untuk mencegah penyebaran Covid-19 Rutan/Lapas,” ujar Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus A. T. Napitupulu, dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (1/4).

Pada 30 Maret 2020, Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Dalam Kepmen tersebut Menkumham mendorong agar Narapidana dan Anak dapat dikeluarkan dari Rutan/Lapas melalui program asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas. Berdasarkan skema ini, Menkumham memperkirakan sebanyak 30.000 penghuni Rutan/Lapas dapat dikeluarkan.

“ICJR mengapresiasi tindakan responsif yang dilakukan Kumham, namun, jika memang Rutan/Lapas dan juga Pemerintahan Presiden Joko Widodo serius mencegah terjadinya penyebaran Covid-19 dalam Rutan/Lapas maka harus ada tindakan lain yang lebih signifikan dilakukan, tidak hanya oleh Menteri Hukum dan HAM namun juga oleh Presiden Joko Widodo,” ujarnya. 

Pengurangan jumlah penghuni sebanyak 30.000 hanya akan mengurangi sekitar 11% penghuni Rutan dan Lapas, masih akan ada sekitar 240.000 penghuni rutan dan lapas, sedangkan kapasitas Rutan/Lapas hanya bisa menampung 130.000 penghuni. Artinya pengurangan ini masih akan menimbulkan kondisi overcrowding. Kondisi ini pasti akan berdampak pada penyebaran virus yang masif. 

ICJR sebelumnya telah mengirimkan rekomendasi kepada Menkumham terkait upaya pencegahan Covid-19 di Rutan/Lapas. Dalam rekomendasi tersebut, ICJR mendorong agar Presiden Joko Widodo dan Pemerintahannya dapat mengupayakan pemberian grasi dan amnesti masal di samping percepatan pemberian pembebasan bersyarat. 

Presiden perlu memberikan grasi dan amnesti masal diprioritaskan bagi kelompok-kelompok tertentu, paling tidak: (a) napi lansia yang berusia 65 tahun ke atas, (b) napi yang menderita penyakit komplikasi bawaan, (c) napi perempuan yang hamil atau membawa bayi/anak, (d) pelaku tindak pidana ringan yang dihukum penjara di bawah 2 tahun, (e) pelaku tindak pidana tanpa korban, (f) pelaku tindak pidana tanpa kekerasan, dan (g) napi pengguna narkotika.

Untuk kasus narkotika, kata Erasmus, ICJR secara spesifik perlu memberikan gambaran bahwa komposisi napi kasus narkotika dalam Rutan/Lapas merupakan setengah dari penghuni total keseluruhan Rutan/Lapas yakni sebanyak 132.452 orang per Februari 2020. Dari jumlah tersebut, paling tidak sebanyak 45.674 orang merupakan pengguna/pecandu narkotika yang perlu diprioritaskan untuk segera dikeluarkan, yang bisa dikeluarkan dari napi narkotika juga yang diputus dengan pasal penguasaan dan kepemilikan narkotika dalam jumlah kecil, dan bukan berasal dari sindikat besar narkotika. Hal ini pun sudah diwacanakan oleh Pemerintahan presiden Joko Widodo. Momentum yang tepat untuk mempercepat langkah ini. 

Erasmus mengatakan, upaya pelepasan pada kelompok tersebut bergantung pada risk assessment yang telah dilakukan oleh Kemenkumham. Dengan adanya aturan tentang Revitalisasi Pemasyarakatan, maka Kumham sebenarnya telah memiliki daftar narapidana dalam resiko rendah dan sedang. Maka, narapidana yang masuk dalam kategori narapidana resiko rendah dan sedang tersebut harus dipertimbangkan untuk pemberian grasi atau amnesti. 

Kemudian, untuk tahanan yang jumlahnya mencapai 65.000 orang, ICJR meminta Presiden unutk menyerukan jajaran penyidik dan penuntut umum untuk pengalihakan penahanan dengan mekanisme penahanan selain di Rutan, misalnya tahanan rumah dan kota. Selain itu, untuk tahanan yang membutuhkan bantuan medis dilakukan dengan mekanisme pembantaran. 

“Pada kondisi ini, peran Presiden Joko Widodo diperlukan untuk menangani masalah ini, tidak hanya dari Kementerian Hukum dan HAM. Jumlah orang dalam Rutan dan Lapas harus segera dikurangi,” pungkasnya. (Very) 

Artikel Terkait