Nasional

Sempat Selewengkan Dana BOS, Buchori Malah Dilantik Jadi Kabiro Keuangan UIN Wali Songo

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 21/04/2020 18:01 WIB

Mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jabar, Buchori (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Asisten Komisioner pada Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) II Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Kusen menegaskan pihaknya memerlukan data dan informasi lengkap untuk mengevaluasi pelantikan Buchori dan dari sudut pandang kententuan peraturan dan perundangannya yang berlaku.

Kusen menegaskan hingga kini, pihaknya belum mengetahui bahwa mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jabar, Buchori dilantik sebagai Kepala Biro Administrasi dan Keuangan Universitas Islam Nasional (UIN), Semarang, Jawa Tengah.

"KASN masih memerlukan data dan informasi yang lengkap, untuk dapat mengambil keputusan, apakah itu sudah sesuai ketentuan yang berlaku? Walaupun kewenangan Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian adalah kewenangan PPK (Menteri Agama). Tentunya KASN akan melihat dari sudut pandang ketentuan peraturan yang berlaku, yaitu UU 5 Tahun 2014, PP 11 tahj 2017, PP 53 tahun 2010," terang Kusen dalam keterangan tertulis, Minggu (19/4/2020).

Sebelumnya, Buchori diketahui diberhentikan dari jabatantannya sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jabar pada Januari 2020.

Selain itu, Buchori juga diduga terlibat penyelewengan jabatan terkait penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Terkait dugaan penyelewengan Dana BOS yang dilakukan Buchori, Kusen mengaku telah dilakukan pemeriksaan oleh internal Kemenag, Dewan Pertimbangan Kepegawaian. Namun pemeriksaan tersebut tanpa menyertakan lembaga KPK.

Buchori Dihukum Berat

Pelaksana tugas (Plt) Sekjen Kemenag, Nizar mengatakan, memang terdapat pelanggaran yang dilakukan Buchori. Namun pelanggaran yang dilakukan Buchori tidak sampai pada hukuman pembebasan jabatan. Saat diberhentikan, Buchori juga mengajukan PK (Peninjauan Kembali) hukuman disiplin.

"Setelah malalui proses telaah dan sidang DPK (Dewan Pertimbangan Kepegawaian) Tk. I, dan rapat pimpinan eselon 1 bersama menteri dan wakil menteri serta menghadirkan yang bersangkutan dan tim audit investigasi, diperoleh kesimpulan bahwa PK dapat diterima karena ada prosedur dan substansi yang rasional dan sesuai regulasi," jelas Nizar.

Nizar menuturkan, beberapa temuan bisa diterima dan beberapa dapat disanggah. Karena itu Buchori tetap dihukum berat, berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah 3 tahun sesuai dangan PP 53 tahun 2010. Dengan demikian SK pemberhentian jabatan dibatalkan dan mengembalikan Buchori ke JPT Pratama.

Tidak Libatkan KPK, Pengawasan Kasus Buchori Lemah

Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman mengatakan, secara aturan, penyelidikan kasus penyalahgunaan di Kemenag Kanwil Jabar dilakukan secara internal memang memungkinkan.

Karena ada APIP (Aparatur Pengawas Internal Pemerintah) atau inspektorat. Namun perlu dicatat, pengawas internal ini posisinya sangat lemah, dan mudah diintervensi.

"Untuk kasus Buchori pihak Kemenag sebaiknya terbuka dan transparan ke publik, agar bisa sama-sama diawasi," jelasnya.

Idealnya, sambung Jajang, penanganan kasus Buchori memang harus melibatkan pihak luar seperti KPK yang lebih netral dan tidak ada kepentingan.

Karena jika hanya oleh pihak internal Kemenag, lanjut Nanang, maka dipastikan penyelidikan kasus akan mandek, dan tidak menyentuh aktor-aktor lainnya yang diduga terlibat.

Padahal Jubir KPK, Ali Fikri mengatakan, bahwa masyarakat dapat melaporkan dugaan korupsi pada KPK.

"KPK akan menelaah dan mengkaji lebih dalam laporan tersebut dengan lebih melakukan verifikasi apakah laporan tersebut masuk kategori dugaan korupsi ataukah administrafit saja," tegasnya.

Kepala Perwakilan Ombudsman, Jawa Tengah, Siti Farida menegaskan, untuk laporan ke Ombudsman, yang paling berhak melaporkan adalah pihak yang dirugikan secara langsung.

"Jika ada dugaan tindak pidana korupsi, bisa dilaporkan ke KPK. Dan jika ada dugaan maladministrasi bisa dilaporkan ke Ombudsman. Dan sebaiknya dikoordinasikan dulu untuk memastikan apakah ada temuan tindak pidana korupsi. Jika ada temuan tersebut, diteruskan ke APH," tutupnya.*(Rikardo).

Artikel Terkait