Nasional

Komnas HAM Minta Polri Gunakan Pendekatan "Restorative Justice" dalam Masa Pandemi Covid-19

Oleh : very - Selasa, 28/04/2020 23:30 WIB

ilustrasi kantor Komnas HAM (ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) telah mencermati penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) oleh pemerintah melalui kementerian, lembaga termasuk POLRI serta gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 yang menunjukkan perkembangan yang baik dan cukup signifikan.

Hal ini misalnya terlihat dari penerapan PSBB di beberapa daerah, penambahan alat dan fasilitas kesehatan, distribusi bantuan hidup langsung, kebijakan fiskal, insentif untuk sektor industri dan perdagangan maupun antisipasi adanya gangguan keamanan yang bisa mengganggu tatanan hukum dan sosial yang ada.

“Meskipun demikian, di samping beberapa langkah yang positif tersebut, Komnas HAM masih mencatat adanya beberapa peristiwa yang berpotensi melanggar HAM, khususnya kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pikiran serta menciderai prinsip-prinsip demokrasi yang menghormati perbedaan pendapat baik secara lisan maupun tulisan,” ujar anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI, Amiruddin dan Beka Ulung Hapsara melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (28/4)

Karena itu, Komnas HAM menghimbau agar jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) tetap memedomani Norma HAM dalam bertindak di masa pandemi COVID-19. Hal ini khususnya terkait dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah di Indonesia.

Setidaknya, menurut Komnas HAM, ada 8 (delapan) peristiwa yang tersebar di beberapa wilayah terkait dengan penggunaan kekuatan berlebih oleh oknum anggota POLRI. Yaitu tindak kekerasan, pembatasan hak dengan ancaman, penahanan yang diduga sewenang-wenang, dugaan kriminalisasi dan penangkapan terhadap sejumlah orang saat penerapan PSBB, di antaranya penggunaan kekerasan terhadap korban yang menyebabkan luka-luka di Manggarai Barat, NTT, saat diamankan oleh petugas di tengah pandemi COVID-19.

Selain itu, katanya, pembubaran rapat solidaritas korban terdampak COVID-19 WALHI di Yogyakarta, pendataan aktivis kemanusiaan Jogja, penahanan 3 (tiga) aktivis Kamisan Malang dengan alasan aksi melawan kapitalisme, dan dugaan kriminalisasi dan penangkapan terhadap salah seorang seorang peneliti kebijakan publik dengan alasan menyebarkan pesan yang mengajak orang lain melakukan tindak kekerasan.

Karena itu, Komnas HAM meminta kepolisian untuk melindungi, menghormati dan memenuhi HAM sebagaimana mandat dan jaminan dalam konstitusi UUD 1945 dan peraturan terkait lainnya. “Dalam hal ini, kebebasan dari kekhawatiran dan kekurangan hanya akan tercapai apabila tercipta kondisi dimana setiap orang dapat menikmati, baik hak sipil dan politiknya, maupun hak ekonomi, sosial dan budayanya,” ujar Komnas HAM.

Komnas HAM juga menghimbau KAPOLRI beserta jajaran untuk memberikan jaminan dan perlindungan HAM dalam proses penegakan hukum sebagaimana dimandatkan dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas POLRI.

Selain itu, Komnas HAM juga meminta kepolisian RI untuk menghindari tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) maupun penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of power) dalam menyikapi isu yang berkembang di masyarakat dengan tetap menjunjung HAM.

Sebaliknya, Komnas HAM meminta kepolisian agar menggunakan pendekatan restorative justice sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana dalam masa pandemi COVID-19 guna memberikan keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana maupun korban.

“Melakukan pemeriksaan secara proporsional dan profesional terhadap anggota POLRI yang diduga kuat telah melakukan pelanggaran, khususnya tindakan kekerasan,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait