Daerah

Episode Lanjutan Drama Lompat Pagar Gubernur NTT vs Aksi Bugil Ibu-ibu Besipae

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 14/05/2020 11:01 WIB

Tangkapan layar Gubernur Viktor Laiskodat melompat pagar menemui para warga (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Kehadiran Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat bersama Bupati TTS, Egusem Piether Tahun di kawasan resort peternakan Besipae, wilayah Besipa’e, Desa Mio, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Selasa (12/05/2020) siang diwarnai aksi protes sejumlah warga.

Dalam video yang beredar di sosial media facebook dan aplikasi pesan singkat Whatsapp, kedatangan Gubernur Viktor disambut dengan aksi `bugil` oleh beberapa orang ibu warga Besipa`e.

Aksi tersebut mereka lakukan sebagai bentuk protes terhadap klaim hak milik tanah kawasan Besipae oleh Pemprov NTT dan menolak direlokasi dari lokasi Besipa’e.

Sikap Ikatan Tokoh Adat Pencari Kebenaran dan Keadilan

Ikatan Tokoh Adat Pencari Kebenaran dan Keadilan (ITA PKK) menegaskan agar Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) segera menghentikan praktik intimidasi kepada warga dan lebih memprioritaskan musyawarah dalam penyelesaian masalah tanah dan hutan adat Pubabu di Besipae Kecamatan Amanuban Selatan, Timor Tengah Selatan (TTS).

“Hentikan praktek intimidasi dan prioritaskan musyawarah untuk penyelesaian kasus Tanah dan Hutan Adat Pubabu dan Jangan Rusak Alam kami. Sesungguhnya, Kami Lelah Wahai Gubernur NTT dan DPRD Propinsi,“ tegas ITA PKK, dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip RadarNTT, Rabu (13/5/2020).

ITA PKK juga membeberkan kronologi kejadian Selasa, 12 Mei, 2020 yang melibatkan sejumlah warga masyarakat yakni beberapa ibu yang melepaskan pakain di hadapan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Aksi tersebut memancing amarah Gubernur Viktor lalu melompat pagar.

Setelah mereda, terjadi dialog antara warga dan Gubernur yang salah satu hasilnya Gubernur menjanjikan untuk bertemu lagi di Bulan Juni 2020. Setelah itu Pak Gubernur dan Rombongan keluar dari kampung.

Bagi masyarakat adat Pubabu, peristiwa tersebut meninggalkan rasa cemas dan ketidaknyamanan. Mereka mengaku, Pemprov NTT dengan mudahnya melakukan pemaksaan tehadap masyarakat adat. Hal ini bukan pertama kali dialami masyarakat Adat Pubabu, namun sudah sejak 2008.

Atas peristiwa di atas, maka ITA-PKK menyampaikan beberapa pandangan. Pertama, tindakan pemaksaan tersebut telah melanggar hak hak warga negara dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.

Kedua, kunjungan Gubernur bersama Bupati seharusnya didahului terlebih dahulu dengan pemberitahuan agar masyarakat bisa mempersiapkan diri untuk membangun dialog. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, kami justru berharap pemerintah memberi contoh kepada kami sebagai rakyat untuk menjalankan standar pencegahan Covid-19.

Ketiga, tindakan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur sangat bertentangan dengan sila ke IV Pancasila yaitu musyawarah dan mufakat atau tidak menghargai proses mediasi/yang dilakukan Masyarakat Adat Pubabu yang sedang melakukan upaya proses penyelesaian untuk mendapatkan suatu pengakuan terhadap msayarakat adat.

Keempat, pemerintah serius untuk segera mengerjakan proyek kelor dan peternakan tapi tidak serius dalam menyelesaikan konflik kepemilikan dan hak atas tanah ulayat/adat hutan Pubabu. Pemerintah tidak memperhatikan pengalaman traumatis Masyarakat Adat Pubabu akibat intimidasi, kriminalisasi, ketidakadilan hingga pembabatan hutan yang membabi buta oleh Pemprov di masa lalu.

Kelima, Sikap pembiaran juga dilakukan oleh DPRD Propinsi NTT yang berakibat terjadinya peristiwa 12 Mei 2020. Pembiaran yang dimaksud adalah kesepakatan dalam audiensi antara Masyarakat Adat Pubabu dan DPRD Propinsi yakni Komisi 1 dan Ketua DPRD NTT.

Ketua DPRD, Ibu Emi Nomleni menjanjikan akan segera membentuk tim pencari fakta dan segera menyurati Pemprov untuk menghentikan segala aktivitas di lokasi sebelum konflik lahan terselesaikan terlebih dahulu.

Mereka juga menuntut agar segera hentikan segala diskriminasi dan intimidasi terhadap Masyarakat Adat Pubabu dan Cabut Sertifikat Hak Pakai nomor :00001/2013-BP,794953. Serta berikan pengakuan dan pengembalian hak terhadap Masyarakat Adat dan Hutan Adat Pubabu tanpa syarat.

Sikap Pemrov NTT

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bakal melapor ke polisi warga Besipa’e Desa Mio, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Sikap Pemprov NTT itu merespon atas aksi bungil yang dilakukan sejumlah ibu-ibu di Besipa’e saat menyambut Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat pada Selasa, 12 Mei 2020, kemarin.

Kepala Biro Hukum Setda NTT Alex Lumba mengatakan akan melaporkan aksi bugil ibu-ibu di wilayah tersebut.

“Kami segera melaporkan porno aksi saat kunjungan Gubernur ke Besipa’e,” kata Lumba kepada wartawan usai pertemuan dengan Komisi II DPRD NTT melansir Voxntt.com, Rabu (13/05/2020) siang.

Menurut Lumba, DPRD dan Pemerintah sepakat untuk melaporkan tiga kasus ke Polda NTT terkait persoalan di Besipa’e. Itu di antaranya laporan penyerobotan lahan oleh warga, laporan terkait porno aksi, serta laporan penghinaan terhadap pejabat negara.

“Tiga kasus ini yang akan kami laporkan ke Polda NTT,” tuturnya.

Senada dengan Lumba, Ketua Komisi II DPRD NTT Kasmirus Kollo mengatakan, telah disepakati bersama dengan pemerintah untuk mengambil langkah hukum atas penyerobotan lahan pemerintah di Desa Besipae, serta UU Pornografi terkait penyambutan Gubernur NTT.

“Sudah disepakati bersama akan ditempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah lahan di Besipa’e,” tegas Politisi NasDem itu.

Sementara itu, Kepala Badan Aset Pemprov NTT Sony Libing mengaku masalah Besipa’e telah diselesaikan. Bahkan kata dia, masyarakat yang terdampak telah diberikan lahan dan dibantu untuk pembangunan.

“Jadi mau tidak mau, masalah akan di bawah ke ranah hukum,” kata Libing.*(Rikardo). 

Berikut Videonya

 

Artikel Terkait