Nasional

Pelonggaran PSBB yang Tak Cermat Sama dengan Masuk ke Jurang "Herd Immunity"

Oleh : very - Minggu, 24/05/2020 15:30 WIB

Ekonom INDEF, Didik J Rachbini. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Wacana pelonggaran sudah membawa dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) semakin tidak disiplin dan mengarah kepada ketidaktaatan dalam kebijakan dan peraturan pemerintah. Sebabnya tidak lain adalah komunikasi yang kurang baik bahkan kacau dari pejabat pemerintah mulai dari awal penghindaran dan menolak  ("denieal") terhadap Covid. 

Komunikasi yang menjadi blunder sangat banyak sekali. Di antaranya cukup makan nasi kucing dari menteri, minum saja susu kuda liar dari Wapres, dan kebingungan memahami larangan mudik dan pulang kampung "oke" dari Presiden yang salah kaprah dan ditanggapi negatif oleh masyarakat.

Potensi kegagalan suatu kebijakan publik sudah terjadi di awal ketika komunikasi seperti ini bukan hanya tidak baik atau buruk tetapi bahkan salah kaprah sehingga kebijakan tidak efektif.  Hasil dari kebijakan tersebut terlihat pada saat ini dimana terjadi kebingungan publik di tengah simpang siur kebijakan yang tidak konsisten.

“Presiden harus berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap pelonggaran dan wacana pelonggaran yang sudah salah kaprah dan ditanggapi terserah saja oleh publik dan masyarfakat luas. Ini sebagai pertanda tidak percaya dan pasrah terhadap keadaan,” ujar ekonom INDEF, Prof. Didik J Rachbini melalui siaran pers di Jakarta.

Sejarah pandemi influenza di Indonesia satu abad yang lalu sudah pernah terjadi dan memakan korban yang sangat besar sampai kisaran 20 persen dari penduduk meninggal dunia. Catatan ini perlu mendapat perhatian bahwa kita pernah mengalami pandemi yang berat karena di masa lalu sarana kesehatan kurang. 

Karena itu, jika presiden dan jajaran pemerintahannya tidak berhati-hati, maka kejadian pandemi ini bukan tidak mungkin memakan korban lebih banyak lagi dari yang sekarang sudah berkembang lebih berat dengan kurva yang terus meningkat. 

“Kebijakan PSBB sudah sejak awal sangat setengah hati dan hasilnya sangat jauh dari sukses. Data hasil PSBB dan kebijakan pandemi Covid-19 di Indonesia paling tidak sukses atau bahkan buruk dibandingkan dengan tingkat kesusesan negara-negara tetangga di ASEAN,” ujarnya.

Didik mengatakan, dengan melihat fakta yang ada dan kurva yang masih terus meningkat, maka atas dasar apa wacana dan rencana pelonggaran akan dilakukan?  Baru wacana saja sudah semakin tidak tertib dan PSBB dilanggar secara massal di berbagai kota di Indonesia tanpa bisa diatur secara tertib oleh pemerintah.  “Keadaan ini terjadi karena pemerintah menjadi masalah kedua setelah masalah Covid-19 itu sendiri.  Pemerintah tidak menjadi bagian dari solusi, tetapi masuk ke dalam menjadi bagian dari masalah,” ujarnya.

Karena itu, peringatan yang harus disampaikan bahwa pelonggaran dan wacana pelonggaran yang tidak berhati-hati tanpa pertimbangan data yang cermat sama dengan masuk ke dalam jurang kebijakan "Herd Immunity".  “Yang kuat sukses sehat, yang lemah tewas.  Ini bisa dianggap sebagai kebijakan pemerintah menjerumuskan rakyatnya ke jurang kematian yang besar jumlahnya,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait