Opini

Pertanian Sebagai Trigger Ekonomi di Massa Pandemi Covid-19

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 13/07/2020 05:30 WIB

Lufty Mutty, mantan anggota DPR-RI. Saat ini ia aktif di DPP Nasdem.

Oleh: Lufty Mutty, mantan anggota DPR-RI. Saat ini ia aktif di DPP Nasdem.

Opini, INDONEWS.ID - Menkeu Sri Mulyani menyatakan bhw pertumbuhan ekonomi kuartal II Minus 3,1%. Kuartal III diperkirakan minus 1%-1,2%. Dan kuartal IV minus 1,6%-3%. 

Sejak awal berbagai kalangan sudah memprediksi bahwa pandemi covid-19 akan berdampak buruk pada ekonomi baik global maupun nasional. Pertumbuhan akan terkoreksi tajam. 

Seperti dimaklumi, pertumbuhan digerakkan oleh 3 sektor yakni Investasi, distribusi, dan konsumsi rumah tangga. Dua yang pertama macet. Tidak ada investasi. Distribusi barang mandeg. Maka harapan hanya pada konsumsi rumah tangga. Ini pun terpukul. Sebabnya, banyak karyawan yang durumahkan. 

PHK terjadi. Akibatnya, pengangguran meningkat. Diperkirakan akan bertambah 6 juta penganggur baru. Implikasinya jelas. Kemiskinan pasti bertambah. Mereka yang dulu rentan miskin, sekarang jatuh miskin. Yang dulu memang sudah miskin, sekarang tambah miskin. Maka, tingkat keparahan kemiskinan kian dalam. 

Agar konsumsi rumah tangga dapat terjaga, maka daya beli harus dipertahankan. Di sini diperlukan kehadiran pemerintah dgn sungguh-sungguh. Caranya, hentikan proyek-proyek padat modal. Perbanyak proyek-proyek padat karya yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. 

Pada resesi ekenomi sebelumnya (1998 dan 2008), perputaran ekonomi bertumpu pada sektor UMKM dan pertanian. Saat ini, UMKM yg justeru terpukul hebat. Warung-warung, salon-salon kecantikan kehilangan pelanggan. Demikian halnya pekerja informal. Pedagang, buruh pelabuhan, tukang ojek, kuli panggul, tinggal meratapi nasib.

Maka, satu-satunya yang bisa menolong adalah sektor pertanian. Karena itu pemerintah perlu menjadikannya sebagai trigger ekonomi. Arahkan belanja negara sebanyak-banyaknya ke sektor ini. Dari hulu ke hilir. Dari on farm hingga ke off farm.

Gelontorkan anggaran untuk membangun jaringan-jaringan tersier. Karena banyak areal persawahan yang memang belum dijangkau jaringan tersier. Banyak juga yang perlu rehabilitasi. Bangun jalan-jalan tani. 

Semua harus dengan padat karya. Serahkan kepada kelompok tani sebagai pelaksana. Dengan demikian, tenaga kerja dapat terserap. Pengangguran dapat dikurangi. Daya beli dapat ditingkatkan. Implikasinya, NTP (Nilai Tukar Petani) yang juga ikut terpuruk di masa pandemi ini, dapat dinaikkan.

Untuk melaksanakan itu semua, kuncinya hanya satu. Pemerintah jangan pelit. Karena investasi swasta sulit diharapkan, maka tidak ada pilihan lain, pemerintah harus turun tangan.

Jadi, dalam situasi resesi, pemerintah tidak boleh berhemat. Anggaran yang sudah di refocusing harus segera dibelanjakan. Agar perputaran ekonomi dapat terus terjadi.*

Artikel Terkait