Nasional

Chappy Hakim: Kedaulatan Wilayah Udara Dukung Penguatan Industri Dirgantara

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 28/12/2020 15:59 WIB

Zoom meeting Talkshow Aero Summit 2020, Senin (28/12/20).

Jakarta, INDONEWS.ID - Kedaulatan Negara di Udara adalah komplit dan eksklusif seperti yang tercantum dalam Konvensi Chicago tahun 1944. Dalam konteks ini maka Indonesia berhadapan setidaknya pada 2 hal yang sangat prinsip sifatnya.

"Yang pertama adalah mengacu kepada Prof Dr Saefullah Wiradipradja tentang wilayah udara teritorial RI yang belum dicantumkan dalam UUD 1945 sebagai wilayah kedaulatan RI walau sudah di amandemen 4 kali," kata Chappy Hakim dalam Talkshow Aero Summit 2020, Senin (28/12/20).

Yang kedua, ungkap Mantan Kepala Staf Angkatan Udara ini, adalah masih ada wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia yang pengelolaannya tidak berada ditangan otoritas penerbangan Indonesia. Merujuk kepada dua hal yang sangat prinsip ini, maka kita akan selalu kesulitan apabila membahas apapun yang berkaitan dengan kedaulatan negara di udara.

"Eksistensi dan martabat sebuah negara berhubungan erat dengan sejauh mana negara itu dapat menentukan dengan tegas dan jelas serta mampu untuk menjaga dan memelihara wilayah kedaulatannya. Dalam hal kedaulatan negara di udara maka dapat dikatakan bahwa Indonesia masih belum sepenuhnya berdaulat," tegasnya.

Sementara di tingkat global, perkembangan strategis yang masih menghantui banyak negara international terorism yang ditandai dengan tragedi 911 pada tahun 2001. Ketika itu Amerika Serikat mengevaluasi sistem pertahanan keamanan negaranya yang ternyata dapat dibobol oleh kelompok teroris internasional dengan menggunakan Commercial Civil Aviation.

Simbol-simbol dari martabat dan kedaulatan negara Amerika Serikat berhasil ditembus melalui udara oleh para teroris. Hasil investigasi tragedi 911, Pemerintah Amerika kemudian membentuk yang disebut sebagai Department of Homeland Security.

Tidak berhenti disitu, lanjut pendiri CSE Aviatian ini, Amerika Serikat juga membentuk badan pengamanan baru yang dikenal dengan nama TSA Transportation Security Administration. Langkah ini pun diikuti dengan peningkatan pengawasan dari mekanisme pengelolaan bagi lalulintas udara atau Air Traffic baik sipil maupun militer. Civil Military Air Traffic Flow Management System.

"Itulah tiga langkah cepat yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat segera setelah selesai melakukan evaluasi dan investigasi awal terhadap tragedi 911 di tahun 2001," tuturnya.

Kerawanan dari perkembangan teknologi yang sangat cepat tentu saja tidak akan berhenti pada penggunaan civil commercial aviation oleh para teroris. Maraknya penggunaan drone misalnya, dalam berbagai kemampuan canggih belakangan ini, tidak dapat di anggap enteng begitu saja.

Gangguan terhadap beberapa rute penerbangan telah terjadi beberapa kali di Indonesia, pada jalur jalur airways tertentu. Drone yang diiringi dengan pengembangan Artificial Inteligent telah berkembang sangat luas termasuk spionase, sabotase dan terorisme.

Pengembangan drone sebagai pengganti pesawat terbang yang jauh lebih praktis sudah dikembangkan oleh pabrik pesawat Boeing dan Airbus. Sarana Udara tidak akan lama lagi akan menjadi ajang beroperasinya drone dengan berbagai fungsi dan kebutuhan militer dan juga sipil. Drone dan cyber world pasti akan banyak berdampak pada sistem pertahanan keamanan sebuah negara.

"Berikutnya sebagai top isu, kita harus pula memperhitungkan dengan seksama mengenai bahaya Pandemi Covid-19. Virus yang bermula dari Wuhan di akhir tahun 2019 dengan sangat cepat tersebar ke seluruh penjuru dunia karena sedemikian canggihnya sistem perhubungan udara internasional,"

Ia menambahkan, pandemi covid-19 telah memposisikan dunia sekarang pada situasi dan kondisi sulit yang tidak menentu. Tidak ada seorangpun yang mampu memperkirakan dengan pasti kapan situasi sulit ini akan berakhir. Walaupun sudah ada beberapa negara berhasil mengembangkan vaksin Covid 19.

"Dalam hal ini, Ia menyarankan, kita harus dapat melihat penyebaran virus covid-19 sebagai hal yang juga berpengaruh terhadap pertahanan dan keamanan negara. Maka itulah tiga hal dari perkembangan strategis pada domain medium udara yang paling up to date. Terorisme Internasional, drone yang beriringan dengan cyber world dan Pandemi Covid 19,"

Mencermati perkembangan tersebut dalam hal menjaga kedaulatan wilayah udara, maka kita dihadapkan pada situasi yang harus, suka atau tidak suka, untuk mengembangkan kemampuan nasional dibidang industri dirgantara.

Sangat naif apabila kita masih akan tetap saja bergantung kepada teknologi dan industri negara asing dalam mengelola sistem pertahanan keamanan negara kita yang sangat luas itu, tanpa mulai bergerak untuk membangun kemampuan diri sendiri.

Paling tidak kita sudah harus mulai dengan menginventarisasi apa yang telah kita miliki sejauh ini dan kemudian mengukur potensi yang tersedia untuk menentukan sasaran awal yang hendak dicapai. Dalam proses untuk mengembangkan industri dirgantara, sudah waktunya program itu secara nasional harus mengacu dan berpadu kepada rencana strategis dari sistem pertahanan keamanan nasional.

Turunan dari ujud dan postur pertahanan keamanan negara yang mengalir kepada kebutuhan alutsista di bidang yang diperkirakan mampu untuk dikerjakan sendiri itulah yang harus disusun dalam sebuah skala prioritas untuk masuk dalam roadmap perencanaan industri dirgantara nasional.

Demikian pula dengan pemanfaatan beberapa peralatan yang dapat dipergunakan pada kebutuhan kebutuhan non militer. Pada titik ini maka muncul kebutuhan lain yang sangat penting dan terkait dengan kegiatan penelitian dan pengembangan atau R & D serta upaya kaderisasi penyiapan sdm bidang aviasi yang memang langka.

Seluruh produk dalam negeri yang akan diprioritaskan sudah harus pula sejalan dengan berbagai peralatan yang pengadaannya masih tergantung kepada produk luar negeri. Keterpaduan secara menyeluruh dari kebutuhan peralatan terutama sistem senjata pada jajaran TNI harus dimulai dengan pemikiran dari kebutuhan yang memang benar-benar merupakan satu kesatuan sistem dari sebuah angkatan perang yang terpadu dan terstruktur.

"Hal ini tidak hanya akan dapat menghindari duplikasi pengadaan peralatan perang antar angkatan akan tetapi juga akan memudahkan memilah-milah mana yang kiranya sudah dapat di produksi di dalam negeri dan mana yang belum," imbuhnya.

Demikian pula tentang keterpaduan dalam perencanaan produksi antara Pindad, PT PAL dan PTDI dalam menuju efisiensi penggunaan dana yang sangat terbatas. Produk persenjataan tertentu dari PTDI misalnya ada beberapa yang berhubungan erat dengan berbagai produk yang dibuat di PT PAL dan juga produk Pindad.

Khusus industri dirgantara memang bukanlah sesuatu yang mudah, karena memerlukan perencanaan matang berjangka panjang dan harus konsisten dalam pelaksanaan dilapangan yang memerlukan pula dana yang tidak sedikit.

"Bersyukur kita telah melewati tahap sertifikasi “Type Certificate” pesawat buatan sendiri walau sudah tertunda beberapa kali. Sebuah karya anak bangsa yang patut di hargai dan dibanggakan," ucapnya.

Penulis Buku "Air Force Leadership" ini berpesan bahwa pengalaman telah memberikan kita pelajaran yang sangat berharga untuk tidak berulang, bahwa kebanggaan kiranya tidak berhenti kepada kemampuan membuat saja, akan tetapi kita harus arahkan kebanggaan itu juga kepada proses pengendalian mutu, Quality Control dari out-put product dan ketersediaan suku cadang berkait jaminan “after sales service”.

"Selamat dan sukses kepada PTDI dan Lapan beserta jajarannya, semoga Indonesia dapat juga berjaya di dirgantara. Nenek Moyangku Orang Pelaut, anak cucuku Insan Dirgantara," tutupnya.*

Artikel Terkait