Nasional

Kisruh KLB, Ini Alasan Kemenkumham Harus Tolak Permintaan Kubu Partai Demokrat

Oleh : very - Selasa, 23/03/2021 11:42 WIB

AHY-Moeldoko. (Foto: Suara.com)

 

Jakarta, INDONEWS.ID -- Kepala Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) harus tegas menolak hasil-hasil kongres luar biasa (KLB) yang diselenggarakan di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Jumat (5/3/2021).

"Dengan dalih apa pun, Menkumham secara akal dan logika sehat semestinya tidak akan menerima dan seharusnya dengan tegas menolak hasil-hasil KLB," kata Didik, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, sejak awal dirinya berpandangan bahwa KLB dilakukan tanpa mematuhi dan bahkan melanggar konstitusi partai atau Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat, termasuk peserta-nya.

Karena itu menurutnya, tidak mungkin KLB yang diselenggarakan secara ilegal dan inskonstitusional menghasilkan keputusan yang sah dan legitimate.

"Untuk itu, jika nantinya hasil KLB yang didaftarkan ke Kemenkumham, Menkumham harus tegas menolaknya," katanya seperti dikutip Beritasatu.com.

Menanggapi pernyataan Didik Mukrianto tersebut, lawyer dan pemerhati politik, Saiful Huda Ems ikut berkomentar.

Dia mengatakan, tidak mungkin Kemenkumham meminta syarat diselenggarakannya KLB berdasarkan adanya Keputusan Mahkamah Partai, karena dalam AD/ART PD penyelesaian sengketa internal partai yang mau diselesaikan oleh Mahkamah Partai harus melalui persetujuan Majelis Tinggi PD yang diketuai oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Nah, dalam hal ini jelas AD/ART PD 2020 itu telah melanggar UU Parpol dan Konstitusi Negara dimana pengambilan keputusan Parpol haruslah dilakukan melalui sebuah proses/mekanisme yang demokratis dan tidak melanggar hukum. Olehnya menjadi sebuah statement yang arif dan bijak manakala Menteri Hukum dan HAM Pak Yasonna Laoly menyatakan persoalan izin dari Majelis Tinggi untuk mengadakan KLB itu merupakan hal yang masih debatable,” ujarnya.

Selanjutnya, terkait adanya kader atau pengurus yang diberhentikan atau dipecat diminta tidak boleh membentuk kepengurusan atau partai yang sama, pertanyaannya, apakah DPP PD dibawah pimpinan AHY pernah memanggil mereka yang diberhentikan atau dipecat untuk dimintai keterangan?

“Adakah somasi yang pernah dilayangkan? Pernahkah mereka ditanya soal kesediaan diberhentikan dari kader atau kepengurusan PD ataukah tidak? Adakah lembaran berita acaranya? Logis tidak para pendiri partai diberhentikan oleh AHY dan SBY yang merupakan kader yang baru datang belakangan memasuki partai yang sudah jadi dan telah dinyatakan lolos verifikasi oleh KPU di tahun 2003?,” ujar Saiful.

Karena itu, katanya, jika semua proses itu tidak dilalui oleh DPP PD dibawah kepemimpinan AHY, maka KLB PD itu sah dan sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) UU Parpol No. 2 Tahun 2011. Dalam Pasal itu disebutkan bahwa AD/ART Partai Politik dapat diubah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan Partai Politik.

“Oleh karena itu, agenda pertama KLB Sibolangit adalah mendemisionerkan kepengurusan Partai Demokrat yang berada di bawah kepemimpinan AHY, dan membatalkan AD/ART PD 2020 untuk kembali pada AD/ART PD yang lama tahun 2003 dan yang sesuai dengan UU Parpol serta Konstitusi Negara,” katanya.

Ini berarti, katanya, semua keputusan KLB PD Sibolangit sah karena diputuskan oleh suara atau penguasa tertinggi partai yakni para peserta Kongres PD yang memiliki hak suara yang sah dan yang terdiri dari para pengurus mulai tingkat pusat (DPP), hingga daerah (DPD dan DPC).

Hal ini berbeda dengan Partai Demokrat AHY dimana penguasa dan suara tertinggi partai berada di tangan satu orang, yakni Ketua Majelis Tinggi Partai yang sama sekali tidak mencerminkan partai yang berada di negara yang berdasarkan hukum dan menjunjung tinggi demokrasi.

Dia mengatakan, AD/ART PD diubah secara sepihak oleh SBY dan AHY diluar kehendak dan sepengetahuan peserta kongres PD, hingga tiba-tiba SBY menjadi Ketua Majelis Tinggi dan memiliki kekuasaan dan kewenangan melebihi raja diraja, yakni menguasai eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam Struktur Kepengurusan Partai Demokrat.

“Karena itu dunia berguncang ketika rakyat terperangah melihat Struktur Kepengurusan Partai Demokrat, dimana Ketua Majelis Tinggi SBY dan Wakil Ketua Majelis Tinggi anaknya sendiri yakni AHY. Ketua Umum Partai anaknya lagi, AHY dan Wakilnya anaknya lagi EBY. Ketua Fraksi EBY Ketua Banggar EBY. Kitapun kemudian bisa bertanya, kalau gitu enak dong kalau rapat partai gak perlu ada Kongres Partai, tapi cukup rapat di meja makan ruang makan rumah SBY sendiri. Sapere aude!,” pungkasnya.

Sebelumnya, Didik mengajukan beberapa argumen bahwa Menkumham harus menolak hasil KLB, karena hasil Kongres V Partai Demokrat tahun 2020 termasuk AD/ART dan susunan kepengurusan sudah disahkan Kemenkumham.

"Dan demi hukum Kemenkumham sudah memahami sepenuhnya standing isi maupun struktural kepengurusannya," ujarnya.

Karena itu, menurut Didik, semestinya demi hukum, Menkumham bisa mengetahui bahwa KLB tersebut ilegal dan inkonstitusional.

Selain itu menurut Didik, pada tanggal 4 Maret 2021, DPP Partai Demokrat sudah mengirimkan surat dan diterima Kemenkumham terkait posisi pelaksanaan KLB yang ilegal dan inkonstitusional.

Karena itu anggota Komisi III DPR itu menilai dengan dalih apapun, Menkumham secara akal dan logika sehat mestinya tidak akan menerima, dan harusnya dengan tegas menolak hasil-hasil KLB. (Very)

Artikel Terkait